Mohon tunggu...
Ema Damayanti
Ema Damayanti Mohon Tunggu... Guru - Noroweco

Seorang pengajar SMP dan Ibu satu putra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Praktik Coaching dengan Model Tirta

6 April 2022   05:59 Diperbarui: 6 April 2022   06:04 4326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktik Coaching Model TIRTA
Salah satu materi pembelajaran Program Guru Penggerak adalah Coaching. Coaching merupakan kegiatan berkomunikasi untuk membantu coachee keluar dari masalahnya berdasarkan solusi yang datang dari diri coachee sendiri.
Salah satu model Coaching yang saya praktikan adalah model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Akai dan Tanggung jawab) Coach mengajukan pertanyaan terbuka dengan tahapan TIRTA tersebut. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan tersebut, harapannya Coachee menemukan jalan keluar.
Praktik Caoching yang saya lakukan adalah kepada Siswa saya kelas 9. Ketika saya mengajar, di awal pembelajaran saya terbiasa menerapkan pembelajaran sosial emosional yaitu bertanya hal yang dirasakan murid  hari itu.
Salah satu siswa menulis banyak sekali emosi yang dirasakan. Sedih, cemas, takut, kesal sunyi. Saya bertanya kenapa begitu? Murid saya hanya menjawab dengan air mata. Saya tidak bertanya lebih lanjut karena saya mau mengajar. Saya hanya bertanya, "Selesai pelajaran mau ngobrol dengan Ibu tidak?" Murid itu pun mengangguk.
Selesai pembelajaran, saya mencoba melakukan coaching dengan murid tersebut dengan model TIRTA. Berikut dialog yang terjadi antara saya dengan murid saya.
Saya :  "Kenapa banyak sekali hal yang Sasa rasakan hari ini?
Murid: "Iya Bu saya juga tidak mengerti, kenapa saya merasakan semua ini"
Saya: "Oke, kalau gitu coba Sasa cerita apa yang Sasa harapkan dari pembicaraan kita ini? "
Murid: "Saya merasa masalah saya ini sulit dijelaskan. Semua terasa kompleks. Saya ingin semuanya terasa baik-baik saja, tapi saya sulit mengendalikan perasaan saya meskipun saya coba bilang ke diri saya baik-baik saja"
Saya: "Memangnya ada kejadian apa hari ini yang membuat Sasa merasa begitu? "
Murid: "Ada teman menegur. Biasanya saya biasa aja, tapi kali ini rasanya sakit. Saya juga merasa teman-teman sekelas menjauhi saya (Dia mulai menangis) "
Saya: " Oh jadi pemicunya teman menegur tapi perasaan Sasa lagi ga nyaman ya"
Murid: "Iya Bu"
Saya: "Sasa pernah merasa begini? Atau kali ini saja? "
Murid: "Sering sih Bu tapi biasanya ketika saya bilang ke diri, " Gpp, Sasa semua baik-baik saja" Semuanya selesai tapi hari ini saya ga kuat Bu, saya merasa sendirian tanpa ada yang memahami, semua orang menjauh"
Saya: "Apa yang Sasa sampaikan ke diri sendiri itu sudah bagus sepertinya. Sasa merasa dijauhi teman karena alasan apa? "
Murid: "Ga tahu Bu sepertinya mereka kurang suka sama saya"
Saya: "Sasa pernah diajak mereka ga misal jajan ke kantin? "
Murid: "Pernah sih Bu, tapi Sasa kan lagi merasa ga nyaman jadi Sasa tolak"
Saya: "Sasa menyampaikan alasan ga kenapa Sasa ga mau menerima ajakan mereka? "
Murid: "Engga sih Bu."
Saya: "Nah menurut Sasa, teman Sasa tahu ga yang sedang Sasa Rasakan kalau Sasa ga bilang ke mereka? "
Murid: "Harusnya mereka tahu Bu dengan sendirinya dan memahaminya."
Saya: "Baiklah, Tadi Sasa bilang kalau terjadi seperti itu Sasa berkata ke diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja ya? Kira-kira ada ga hal lain yang Sasa lakukan untuk merasa lebih baik? "
Sasa: "Sasa suka dengerin musik yang Sasa suka. Oh itu Bu, Sasa suka buat  notes Bu dalam kertas kertas kecil kaya buat qoutes gitu Bu"
Saya: "Wah bagus itu dengerin musik memang membuat kita lebih rileks ya. Dan buat notes Ibu rasa itu kebiasaan yang baik ya! Banyak orang terinspirasi lho dengan sebuah quotes. Kalau gitu, apa yang akan Sasa lakukan dalam waktu dekat ini agar merasa lebih baik perasaannya? "
Murid: Sepertinya Sasa akan buat notes Bu
Saya: Wah menarik ya Sa, ibu boleh lihat ga Notes yang kamu buat?
Murid: "Baik Bu, nanti pulang sekolah Sasa buat ya"  ( Terlihat bersemangat)
Saya: Baik, apa perasaan Sasa lebih baik sekarang? Perasaan merasa dijauhi temannya masih terasa Sa?
Murid:  "Iya Bu Sasa merasa lebih baik sekarang. Soal teman, sepertinya soal itu Sasa harus bilang alasannya kalau mereka mengajak Sasa lagi"
Saya: "Ide bagus itu Sa, jadi mereka paham Kondisi Sasa ya"
Murid: "Iya Bu"
Saya: "Baiklah, jadi tadi apa yang akan Sasa lakukan dalam waktu terdekat? "
Murid: "Sasa akan buat notes Bu"
Saya: "Sip, ada orang yang bisa bantu Sasa untuk melakukan itu ga? "
Murid "Ga ada sih Bu, Sasa lebih suka melakukan sendirian"
Saya: "Baik Sa, Ibu tunggu ya Notesnya. Ibu ingin baca bolehkan? "
Murid: "Baik Bu, nanti Sasa kasih ke Ibu"
Saya: "Baik terimakasih sebelumnya. Gimana sekarang Sasa merasa lebih baik perasaannya? "
Murid: " Iya Bu, makasih ya Bu sudah mau mendengarkan Sasa. "
Saya : "Sama-sama Sasa, semangattt ya"

Itulah prakti Coaching yang sudah dilakukan. Saya sebetulnya merasa kesulitan menggali hal yang dirasakan murid. Rasanya "gatal" Ingin langsung menasehati seperti yang dilakukan seorang mentor. Tapi, jika langsung menasehati, kita akan kehilangan momentum menemukan potensi murid dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun