Mohon tunggu...
Ema Yaskur
Ema Yaskur Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Memilih sebagai ibu rumah tangga |\r\nMenjadi pembelajar di sekolah kehidupan | Tebarkan salam untuk semua....

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS DKI: Pilihan Alternatif

21 Juli 2012   14:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:44 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah PKS itu Islam simbol atau Islam substanstif? Kedua-duanya ada sama PKS. PKS kental dengan simbol jilbab, jenggot, membaca Al-Quran setiap hari, salat berjamaah di mesjid, dan simbol-simbol keislaman lainnya. PKS juga kental dengan bakti sosial, pelayanan kesehatan, solidaritas kemanusiaan, peduli bencana, dan aplikasi keislaman dalam kehidupan nyata. Beberapa kalangan Islam, sangat kental dengan simbol-simbol, tapi aplikasi di lapangan nihil. Beberapa kalangan yang lain, sangat consern dengan substansi keislaman, tapi kosong dari simbol-simbol dan amal ibadah Islam. PKS berhasil memadukan antara simbol dan substansi keislaman di kalangan kader-kadernya.

Islam tradisional di lokal DKI, sangat anti dengan PKS. Islam tradisional dipahami sebagai pengamal tradisi islami, sekalipun mereka kaum elit dalam ekonomi, pendidikan maupun strata sosial lainnya. Stigma anti maulid, anti tahlil, anti qunut dan anti tradisi islami yang dianut oleh kalangan muslim Betawi, terus dihembuskan oleh tokoh-tokoh Islam tradisional dalam berbagai kesempatan. Di majelis-majelis taklim, Subuh Kelililing, dan pengajian-pengajian. Orang NU sebagai representasi Islam tradisional berada di barisan terdepan menghadang PKS. Foke dan Nara dalam pikiran muslim tradisional Betawi merupakan representasi dari muslim tradisional. Kalau ada pilihan Foke dan lainnya, maka saya pilih Foke, kalau tidak ada Foke, maka saya pilih Alex, kalau tidak ada Alex, maka saya pilih Faisal, kalau tidak ada Faisal, maka saya pilih Jokowi, kalau cuma tersisa Hidayat, maka saya memilih golput. Begitu alam pikiran orang NU Betawi. Dalam pikirannya, PKS dan NU atau Islam tradisional, adalah dua hal yang selalu berseberangan.

PKS memiliki pengalaman panjang dengan hujatan, fitnah dan cibiran kaum muslim tradisional di DKI. Dalam putaran pertama, PKS banyak mengalami intimidasi, ancaman, maupun kekerasan fisik yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Foke. Sejak pemilu 1999, hingga pemilu kada 2012 putaran pertama PKS terus difitnah dan disikreditkan oleh tokoh-tokoh pengajian kaum ibu dan kaum bapak di DKI. Sehingga orang, cenderung takut disebut pengikut PKS. Kalau ada yang mendukung PKS, maka dilakukan secara diam-diam. Takut dikucilkan dari pergaulan.

Di kalangan media, golongan menengah yang melek IT, situs-situs berita online, berbagai media cetak, PKS pun mendapatkan stigma negatif, hujatan, bahkan cacian. Isu-isu nasional, seperti BBM, century, koalisi dengan partai pemerintah, reshuffle kabinet, pajak, menjadi pintu masuk untuk mendiskreditkan PKS, dan menciptakan kalangan anti PKS di dunia maya. Perpindahan dukungan kalangan menengah simpatisan PKS kepada Jokowi sangat dipengaruhi oleh pemberitaan media, termasuk hujatan masyarakat media online. Tidak penting bagi mereka PKS pro rakyat dalam kasus BBM, century, dan pajak. Karena, kalangan menengah yang anti PKS, berawal dari isu agama, beranggapan PKS sebagai partai yang memanfaatkan agama untuk tujuan politiknya. Sikap tersebut, kemudian tumbuh menjadi penolakan kepada semua sikap politik PKS.

PKS memiliki pengalaman panjang terhadap hujatan, cacian, fitnah dari masyarakat media, terutama media online. Pemicunya jelas, penolakan terhadap isu agama dalam politik. Mereka yang anti PKS tidak perlu membedakan, antara paham ‘memanfaatkan agama untuk tujuan politik’, seperti kekuasaan, pelayanan publik dan pengelolaan pemerintahan, dengan paham ‘memanfaatkan politik untuk tujuan agama’, seperti akses ibadah, kejujuran, kesejahteraan ekonomi, dan keharmonisan sosial.

Alternatif Pilihan PKS

Foke dan Nara merupakan representasi dari Islam simbol. Mereka, kedua-duanya muslim. Mereka, kedua-duanya sudah berhaji. Kental dengan peci dan baju ibadah. Nama merekapun, Fauzi dan Nachrowi sangat islami. Namun apakah keislaman mereka menjamin aplikasi nilai-nilai Islam dalam pemerintahan Foke periode sekarang. Banyak orang tidak puas dengan pelayanan publik era Foke, seperti pembuatan KTP dan surat-surat penting lainnya. Memilih Foke dalam putaran kedua adalah pilihan berdasarkan simbol-simbol keislaman semata. Masih jauh dari nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan nyata.

Jokowi dan Ahok merupakan perwujudan dari substansi keislaman dalam kehidupan nyata. Ungkapan pembaharu Islam Mesir, Al-Maududi ketika mengunjungi Perancis untuk yang pertama kalinya, saya menemukan Islam di negeri yang bukan Islam. Ajaran kebersihan, ajaran ketertiban, dan ajaran disiplin yang merupakan substansi ajaran Islam dipraktekkan oleh masyarakat Perancis yang kebanyakan bukan muslim. Melihat prestasi Jokowi dalam pemerintahan, tata kelola anggaran, dan pelayanan publik, sangat terang benderang nilai-nilai ajaran Islam memancar disana. Memilih Jokowi dalam putaran kedua adalah pilihan berdasarkan substansi nilai-nilai keislaman, sekalipun tidak kental dengan simbol-simbol, apalagi Ahok bukan simbol Islam sama sekali.

PKS sebagai partai yang menjadikan dakwah sebagai motor penggeraknya, khususnya di DKI sangat berkepentingan membangun harmonisasi hubungan dengan kalangan Islam tradisional ssebagai basis interaksi dakwahnya. Tidak penting bagi PKS, prediksi banyak orang, bahwa Jokowi bakal menang di putaran kedua. Dukungan PKS kepada Foke di putaran kedua merupakan momentum untuk menarik simpati, meredam kebencian yang mendarah daging merasuk tulang, yang selama ini ditunjukkan oleh muslim tradisional di Jakarta kepada PKS dan kader-kadernya. Foke menang ataupun kalah dalam putaran kedua, tidak penting bagi PKS, jika PKS sudah menunjukkan keberpihakannya. Antipati muslim tradisional terhadap PKS akan hilang, tersapu simpati mereka terhadap dukungan dan keberpihakan PKS kepada Foke Nara di putaran kedua. Apalagi, pendukung Foke boleh dikatakan, berasal dari pendukung ‘Partai Muslim Tradisional’ bukan dari pendukung partai-partai politik pengusung, apalagi Partai Demokrat yang trendnya sedang sangat menurun. Pendukung Foke adalah massa yang cair, yang pada gilirannya nanti akan mengalir kepada PKS karena simpati dengan dukungannya kepada Foke dimasa sulit. Percaya atau tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun