Pada halaman 167, penulis menyandingkan kinerja PDAM Tirta Dumai Bersemai dengan PDAM di wilayah industri seperti PDAM Kota Surabaya, Karawang dan Batam. Hal ini menjadi tidak apple to apple mengingat penulis tidak memberikan informasi lain seperti cakupan pelayanan, skala ekonomi dan jumlah pelanggan masing-masing PDAM yang menjadi komparasi.
Terakhir, hal yang cukup membuat merah padam saat membacanya yaitu bagaimana penulisan “Actor Network Theory: Behind The Scenes Perumusan Regulasi Sumber Daya Air di Indonesia Pada 2004 dan 2019” tidak mencerminkan keberimbangan kedua belah sisi. Secara etika seharusnya penulis menyampaikan proporsi yang seimbang dan tidak hanya berdasarkan informasi satu arah.
Bagi pemangku kebijakan, buku ini memang terasa sangat pedas. Pada banyak bagian dengan lugas penulis mengkritisi PDAM sebagai operator dan Pemerintah selaku regulator tanpa tedeng aling-aling. Namun pada akhirnya kita semua harus mengakui betapa banyak ceruk dalam penyediaan air minum yang perlu diperbaiki. Kita tidak bisa saling menyalahkan.
Harapannya tentu saja segala kekurangan yang ada bisa membawa kita dalam perbaikan kebijakan dan program sektor air minum. Tabik.
Macetnya Air Kami: Gerakan Warga dan Akses Air Bersih di Indonesia; Amrita Nugraheni Saraswaty, Arga Pribadi Imawan, Luky Sandra Amalia, dkk; UGM Press; 2024; 85 halaman; 978-623-359-441-7; 15,5 cm x 23 cm; 250 gram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H