liburan yang kian cantik. Suasana musim panas dan liburan tengah tahun membuat tempat-tempat liburan ramai.
Aturan memakai masker ditiadakan pemerintah. Situasi pandemi yang membaik, diiringi pula dengan menggeliatnya industri pariwisata. Sebut saja kawasan Labuan Bajo, Mandalika dan Danau Toba yang menjadi destinasi-destinasi baruSaat ini liburan tak hanya dinikmati sebagai momen bersantai, namun juga sebagai ajang untuk tampil prima di media sosial dengan Outfit of The Day (OOTD). Ajang liburan kerap dijadikan alasan untuk belanja impulsive dengan alasan tidak memiliki baju yang pas. Akibatnya koper menjadi over weight, pengeluaran membengkak dan malah membebani paska liburan. Berkemas ringan tentunya bermanfaat bagi lingkungan karena mengurangi emisi karbon pesawat.
Belanja impulsive saat merencanakan liburan terjadi karena memiliki terlalu banyak pilihan. Opsi beragam pakaian dari influencer yang wara wiri di lini media sosial akhirnya membuat kita bingung memutuskan. Fenomena in kerap disebut dengan decision fatigue, bingung memutuskan baju mana yang akan dipakai. Istilah lain yaitu paradox of choices, dimana pilihan yang terlalu banyak akhirnya membuat kita sulit untuk memutuskan sesuatu.
Apa ituÂ
Nah, salah satu cara untuk mempermudah pilihan kita dalam berpakaian adalah metode capsule wardrobe. Ada banyak metode dalam penerapan capsule wardrobe, salah satunya metode 10 x10 atau yang paling terkenal adalah project 333. Tidak ada benar atau salah dalam pemilihan metode tersebut, karena prinsip dasarnya sama yaitu memilih pakaian yang kita suka, dan mudah dipadu padan untuk rentang waktu tertentu.
Terminologi capsule wardrobe mulai digunakan sejak 1940 sebagai definisi koleksi garmen yang digunakan dengan harmonis dan mudah dipadu padan. Saat ini capsule wardrobe mulai digiatkan para penggiat fesyen lambat (slow fashion) sebagai upaya meredam banyaknya limbah pakaian dari fesyen cepat.
Fesyen cepat biasanya memiliki kualitas pakaian yang rendah karena diproduksi secara massal dengan upah rendah. Runtuhnya Rana Plaza pada 2013 yang lampau menjadi momen pengingat ada harga yang kita bayar atas harga yang murah. Film True Cost membuka mata dunia akan pentingnya fesyen berkelanjutan yang ramah lingkungan dan yang utama menghargai para pekerjanya.
Dari sisi lingkungan biasanya fesyen cepat tidak mengolah limbah pewarnaan tekstil yang mengancam kelestarian sungai. Bahkan ada gurauan satir, "Jika ingin tahu tren warna terkini, lihat saja warna sungai di China yang tercemar". Di Indonesia fenomena ini banyak ditemukan di sentra-sentra batik dan denim jeans dimana sungai-sungai sekitarnya tercemar. Untuk menekan ongkos produksi tetap rendah, material yang dipilih biasanya berbahan polyester yang mengandung plastik. Serat polyester yang terdegradasi dapat menjadi pemicu limbah mikroplastik di sumber-sumber air warga. Untuk itu kita patut menjadi konsumen berkesadaran, dengan mulai memilih produk mana yang lebih ramah lingkungan.
Banyak selebriti dan pesohor yang menggunakan metode capsule wardrobe untuk mempermudah gaya berbusana. Salah satunya Mark Zuckerberg dan Steve Jobs yang terkenal karena selera fesyen mereka yang simpel. Anna Wintour sang dewi fesyen juga menerapkan gaya yang hampir sama pada beragam kesempatan. Metode ini juga bisa menjadi statement atau persona diri yang khas. Karl Lagerfeld misalnya, membuat persona yang legendaris dengan setelan suit dan kacamata hitamnya.
Langkah Memulai Capsule Wardrobe Saat Liburan
Masa liburan yang singkat bisa menjadi momen yang pas untuk refleksi isi koper yang akan kita bawa. Sebelumnya kita perlu memilah pakaian yang benar-benar mencerminkan diri dan tentunya nyaman digunakan selama liburan. Pakaian yang nyaman tentunya menjadi booster rasa percaya diri saat berfoto. Manfaatnya tentu saja koper hanya berisi pakaian yang pas dengan syle kita dan memercikkan kebahagiaan atau spark joy.