Hal ini diperpercepat oleh terjadinya pergeseran tentang apa yang disebutKeluarga. Orang minang bangga menyebut keluarga mereka sebagai keluargabesar. Dalam konsep ini, jika ada seseorang anak- kemenakan, meskipun jauhhubungannya, hidup terlantar maka keluarga besar bertanggung-jawab mendidikdan membesarkannya. Kalau tidak nama keluarga itu akan cacad dimasyarakatnya. Karena itu jika ada yang sukses dalam keluarga itu, makasukses itu juga akan dinikmati oleh semuanya. Jika dia seorang paman dia
selain bertanggung-jawab kepada anak isterinya juga membantu menyekolahkankeponakannya. Tapi sekarang konsep itu telah bergeser. Makna dan fungsikeluarga besar mulai rapuh, akibat pengaruh budaya modern.
Muncullah apa yang disebut dalam budaya modern yaitu keluarga inti. Keluargakini terdiri dari orangtua dan anak kandungnya saja, sebagaimana lazimnyamasyarakat modern. Kalau ada saudara diluar keluarga inti hidup susah, makaitu akan dilihat sebagai konsekwensi hidup yang harus ditanggung sendirioleh yang bersangkutan, meski itu adik atau kakak kandungnya. Budaya hidupbarat yang menekankan tanggung-jawab pribadi, mulai terasa’dampaknyaterutama di rantau. Jika seorang padusi minang tinggal dirantau bersamasuaminya yang bukan Orang minanag, tentu ia tak dapat memberi izin padasaudaranya menumpang di rumahnya, tanpa izin suaminya. Fenomena ini sayakira akan berdampak pada terancamnya fungsi dan peran rumah gadang sebagaisimbol sistem kekerabatan minangkabau yang dibanggakan itu. Dunia sedangberubah dan suku Minang harus siap menghadapi perubahan. (***)
Elza Peldi Taher, lahir di Muara Labuh, Solok selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H