Menghubungkan Islam dan Indonesia adalah proyek spiritual yang luar biasa Umat Islam Indonesia sejak tahun 1970an. Salah satu cita-citanya adalah keterbukaan kembalinya akar nasionalisme awal Indonesia dalam mengusir penjajah dari tanah air kepulauan ini. Islam dan Indonesia adalah formula untuk menciptakan Islam sebagai bagian dari bangsa yang mempunyai rasa cinta tanah air dan keinginan yang sama untuk memajukan negeri ini tanpa menstigmatisasi perjuangan umat Islam di negeri ini. Memahami "Islam" Muslim sebagai bagian dari kesadaran rasa Nasionalisme merupakan upaya menghubungkan akar sejarah Islam dengan masa lalu. Islam sebagai bagian kebangkitan nasionalisme Indonesia bisa terbuka adanya hambatan dikotomis yang seringkali mengganggu keharmonisan antar warga Indonesia, khususnya mengenai sekat-sekat antara umat Islam dengan kelompoknya nasionalis (Fealey, 1997: 90) Hubungan Muslim-Muslim melibatkan stigmatisasi. kelompok nasionalis yang menyebabkan bentrokan antara keduanya (Latif 2013, 85). Meski munculnya perdebatan nasionalis-Islamis tidak terlalu intens, namun hal tersebut tetap bergema Dikotomi antara "Allahu Akbar" dan "kemerdekaan" kembali terlintas di benak kita pembahasan mengenai hal ini pada pertemuan pendirian faksi Islam dan nasionalis penerapan hukum Islam (Maarif 2017, 20). Ini adalah pertanyaan yang sering muncul Kelompok Muslim kelas sosial di Indonesia kerap terpojok. Selama periode Lima puluh tahun kemudian, kita masih merasakan stigma terhadap Islam dan cita-cita kebangsaan. Ada beberapa adegan pemberontakan di republik ini Beberapa kelompok Muslim juga menstigmatisasi umat Islam. acara PRRI pada Sumatera Barat, Darul Islam Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan punya catatan hitam bagi gerakan Islam. Al-Chaidar (2013) menjelaskan bahwa beberapa kejadian tersebut merupakan hal biasa yang membuat hubungan antara penguasa dan umat Islam agak tegang dan terpengaruh rasa nasionalisme Islam yang berlebihan dan dipertanyakan. Dalam artikel ini kami jelaskan pandangan Ahmad Dahlan dan Wahab Khasbullah tentang cita-cita nasionalnya dan cara mereka memperjuangkannya Menuju Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, telaahlah pandangan-pandangan para reformis terhadap kehidupan Pendidikan Islam melalui Ahmad Dahlan dan Wahab Khasbullah adalah sebuah enterprise mengungkap pandangan dua tokoh tentang nasionalisme awal Indonesia Padahal, ajaran Islam bermula dari sikap menentang ibu pertiwi. Dalam hal ini, masih terdapat praduga bagaimana umat Islam senantiasa.
 Ia diduga bukan seorang nasionalis karena selalu punya agenda tersembunyi Negara Islam Demikian, menelaah kehidupan kedua tokoh ini Pendidikan Islam di sekolah dan pesantren sudah sangat dikenal pandangannya tentang cita-cita kemerdekaan Indonesia. Islam sebagai unit nasional Indonesia harus dihindari asumsi dan prasangka nasionalis dan non-nasionalis. Karena hal ini akan datang mengarah pada diskriminasi berdasarkan kebangsaan, yang harus dipertanyakan Kelompok umat Islam atau sebut saja kelompok santri karena kecintaannya terhadap tanah air. Indonesia masih beriman kepada Tuhan sebagai negara dengan suku dan agama yang berbeda-beda Maha Kuasa sebagai perekat keberagaman (Wahyudi 2006, 21).Jauh sebelum gerakan kemerdekaan dan kebangkitan nasionalisme melalui Jong Java, Jong Selebes, Islam sebagai kekuatan dan kebudayaan seluruh Indonesia pada abad 17-18. menunjukkan kontribusinya yang luar biasa. Nuruddin al-Raniri, Abdul Rauf alSinkili dan Muhammad Yusuf al-Makassari (Azra 1998, 166-307) adalah beberapa contohnya nama-nama pembawa pola pemikiran dan amalan keagamaan yang mempengaruhi warna dan produk ulama Islam Indonesia. Setelah berdirinya Islam kuatnya, munculnya pesantren, (Dhofer, 1997: 31-37) Madrasah (Maksum 1999, 70) dan sekolah (Daulay 2001, 36) yang merupakan hasil dari keragaman dan jenis pendidikan Islam. Madrasah Nizhamiyah di Bagdad, Irak merupakan lembaga pendidikan Islam resmi Dewan yang merupakan lembaga pendidikan Islam pertama yang didirikan. Padahal alasan didirikannya madrasah ini bukan hanya karena alasan agama tetapi juga motivasi finansial karena berkaitan dengan pekerjaan dan motivasi politik. Seolah membawa listrik pemikiran tertentu. Lalu ada Madrasah yang meniru sistem Nizhamiyah milik Mu'tazilah, Persaudaraan Safa, filosof, ulama sufi dan ulama fiqh.17.-18. Model Madrasah Nizhamiyah dalam proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia pada abad ke-19 "Timur Tengah", mungkin terlalu modern bagi Indonesia saat itu, di pesantren, dayah dan surau yang "terlokalisasi" (Azra 2003, 9), yang Posisi para antropolog adalah bahwa ini adalah sekolah Islam tradisional. Melalui proses dialog antara pendidikan Islam tradisional dan pendidikan Barat Melalui Hollansche Inlandsche School (HIS), Meer Unitgebreid Lager Ondanwijs (MULE), Hoorgeie Burger School (HBS) dan Sekolah Menengah Algeemene (AMS) yang bersangkutan. hari ini dengan sekolah menengah. Ada pula pengalaman dalam memberikan pendidikan Islam modernisasi dan inovasi. Bagaimana beradaptasi dengan sistem pendidikan Barat; ada kelas Silabus, kelompok umur, seragam dan kursi terisi untuk berpartisipasi modernisasi pendidikan Islam (Shihab 2016, 116).
Apa tanda kehadiran tajdid pelajaran Islam di Indonesia? Di dalam huruf ini, tajdid bukan berisi disebut seperti rehabilitasi saja, tetapi juga bentuk kelebut pikir getah perca promotor pelajaran Islam, semisal bentuk sifat pandang bertenggang terhadap penjajahan.Pertama, tajdid pelajaran Islam di Indonesia dimulai berpokok kegelisahan berlebihan organisator pelajaran Islam terhadap anggota muslimin yang sangat terbelakang, khususnya di buana pelajaran, di mana wawasan pujangga menjabat semakin sempit dan hikmah semata-mata hadirat bidang teologi (Azra 2002, 25).Kegelisahan ini pecah berpokok permusyawaratan getah perca promotor pelajaran Islam pakai organisator-organisator sebagai Muhammad Ali Pasha, al-Tahtawi dan terutama oleh Jamaludddin alAfghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan Sir Ahmad Khan, lalu lektur ataupun permusyawaratan bertenggang pakai tenggang rehabilitasi pelajaran, terutama di Universitas AlAzhar.Kedua, tajdid pelajaran Islam juga hidup jam kedapatan bidang ganggang surau konvensional pakai surau informal. Sekolah konvensional hadirat kala kolonial Belanda adalah surau bimbingan kekuasaan tertinggi Belanda. Di bagian luar surau konvensional kedapatan pesantren, dayah, musala dan nggon ngaji yang menjadikan bekas meniru mempersembahkan Alquran yang bertempat di bangsal-bangsal penduduk.Dikotomi ganggang surau konvensional yang mengadatkan pelajaran khalayak pakai surau informal yang biasanya "cuma" mengadatkan pelajaran ajaran menyebabkan kelahiran ketimpangan sosial. Dalam ayat ini, kancah santri yang meniru di surau sekolah informal tidak dapat bersaing dengan sekolah abangan biasa resmi (Geertz, 1976: 5) A. Hasan pernah membahas masalah ini pada tahun 1930an. berkata: "Apa yang bisa kamu lakukan, kamu tidak bisa belajar bahasa Arab di sini sekarang menjadi pekerja (Steenbrink 1994, 195). Ketiga, jika pendidikan Barat tidak netral. pendidikan Barat Diorganisir oleh sebuah partai misionaris awal abad ke-19, pertemuan itu penuh dengan tugas penginjilan Juga lahirnya agama Kristen melalui berdirinya sekolah-sekolah barat modern. DAN. mobil van der Chijs melaporkan perjalanan studi ke Maluku pada tahun 1867, yang gurunya Selain mengajar, orang Belanda itu juga bekerja sebagai pendeta (Steenbrink 1987, 59- 160) dan akhirnya masa penjajahan Belanda dimulai, dimana agama Kristen masuk dengan kuat berperan dalam misi keagamaannya. Keempat, diadakan pertemuan dengan para reformis pendidikan Islam tokoh "nasionalis" sekuler (Zuhri 198, 40) dan "nasionalis" agama (Jainuri 2002, 49) bahwa mereka mempunyai mimpi yang sama tentang pertemuan ini untuk bekerja sama memerdekakan Indonesia. Pekerjaan di antara mereka dimulai untuk membangun atau melaksanakan reformasi pendidikan, serta pendidikan agama dan pendidikan umum. Proses pendidikan dilaksanakan baik oleh Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama juga mempengaruhi proses Islamisasi di Jawa. MC Rickkiri benar menjelaskan munculnya tokoh pembaharu pendidikan Islam seperti Ahmad Dahlan dan Abdulwahab Khasbullah mampu memberdayakan generasi penerus mengekspresikan religiusitasnya dalam kehidupan nyata (2013, 287).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H