Mohon tunggu...
Citra Elysabeth
Citra Elysabeth Mohon Tunggu... -

Aku ingin menjadi burung yang terbang bebas, hinggap dari satu ranting ke ranting lainnya... Aku tak ingin merasakan cemas karena terkekang di balik sangkar dan sulit untuk keluar... Aku ingin terbang setinggi-tingginya, sejauh-jauhnya, menuju langit senja yang begitu kurindukan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Trilogi Hati: Benci

19 Mei 2017   13:31 Diperbarui: 19 Mei 2017   19:51 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu terlihat menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaanku.

“Sejak lahir, kondisi Pelangi memang tidak baik. Jantung dan paru-parunya bermasalah. ibu yakin kau cukup pintar untuk menganalisis apa penyebabnya. Perlakuanmu padanya selama 8 tahun ini, memperburuk keadaannya.”

Kata-kata ibu menusuk jantungku seolah ada ribuan jarum tak kasat mata yang menancap di sana. Rasanya sungguh sakit. Tak bisa kukendalikan, air mataku jatuh membasahi kedua pipiku.

*****

Dengan langkah yang teramat pelan, kakiku berjalan menuju sebuah kamar, tempat gadis itu dirawat. Begitu pintu kubuka, tampak olehku seorang gadis yang berbaring lemah dengan bermacam-macam alat media di tubuh ringkihnya.

Ini adalah kali pertama, aku berada dengan jarak yang begitu dekat dengannya. Dari jarak sedekat ini, aku dapat mengamatinya dengan baik. Bisa kulihat, hidung, bibir, bahkan dagunya benar-benar mirip, hanya matanya saja yang berbeda denganku.

Meski diliputi keraguan, kucoba meraih tangannya yang terbebas dari selang infus. Kugenggam erat tangannya, dapat kurasakan tangannya begitu dingin.

“Maaf, maafkan aku” ucapku dengan lirih.

“Aku bukan ibu yang baik bahkan aku tidak berani menyebut diri dengan sebagai ibu. Aku ibu terburuk di dunia. Maaf….” aku makin terisak.

“Ini semua salahku, kalau aku tidak mencoba menggugurkanmu dengan berbagai obat, aku yakin kau tidak akan berakhir seperti ini.”

Dalam hati, aku berdoa dengan tulus agar ia bertahan. Meski aku belum sepenuhnya menerima kehadirannya, aku tentu tak ingin ia pergi begitu saja sebelum aku mencoba berdamai dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun