Hujan mengguyur kota ini
Hampir 6 purnama ditunggu datangnya sang rinai hujan
SejukÂ
Pelupuk mata mulai mengantuk tertutup perlahan karena lelah menunggu
Orang sibuk hilir mudik dengan labirin pikirannya
Menatap kedepan, menatap rinai hujan, menatap kabut
Sudah
Diam dalam tenangku kini...
Tenggelam ku dalam labirin pikiran ku yang indah
Ada savanna di depan ku
Dandelion di tangan ku
Menatap putik bunga dandelion
Berterbangan putik putih lembutnyaÂ
Sesuatu yang sengaja ditiup lepasÂ
Untuk apa? Mengapa? Kata sang bayu
Supaya dia terbang bersama angin, dan rinai hujan
Untuk apa? Mengapa? Kata sang bayu
Supaya aku bisa menatapnya tanpa melihatnya
Ku pikir akan lebih indah jika savanna ini  dipenuhi bunga dandelion
Ku pikir kamu gak suka bunga Dandelion. Kata sang bayu
Ah...itu hanya persepsimu saja
Satu persatu kutiup lepas
Terbang bersama sang bayu nan cerewetÂ
Terbang menuju lembah-lembah di kanan dan kiri savanna
Diam ku
Tenang ku
Menajamkan firasat ku
Ku tutup mata ku menikmati sunyi
Tiba-tiba ada suara menyapa, hey...,sang Bayu menyapa
Mengapa, tanya ku
Putik Dandelionnya gak mau pergi. Jawab sang bayu
Angin berputar putar di sekeliling ku membawa putik putih dandelion yang lembut
Berebut menempel di kain baju ku
Ah....
Rupanya
Terbang sana..... kataku pada dandelion
Jangan disini terus
Jangan khawatir, aku memfirasati mu selalu
Kutitipkan kepada sang bayu firasatku
Dandelion terbanglah bersama firasatku
Karena kemana kamu terbang aku akan tahu
Ely
Denpasar, 16.25 WITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H