Mohon tunggu...
Elya Dz Azizah
Elya Dz Azizah Mohon Tunggu... Guru - Elya Dzurrotul Azizah

nama saya Elya Dzurrotul Azizah, biasa dipanggil Lia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan dan Partisipasi Politik

24 Desember 2021   22:32 Diperbarui: 24 Desember 2021   22:40 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fatikhatul Malikah ( 18240003 )

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

fatihamalika136@gmail.com

pendahuluan

Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai keistimewaannya oleh Sang Khaliq. Meskipun demikian, masih banyak kita temui isu-isu gender yang menyudutkan dan menomor duakan kaum perempuan. Diantara contohnya, terkait hak perempuan mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki, andilnya perempuan dalam politik ataupun organiasi, dari dua contoh ini, kaum perempuan masih dipandang sebelah mata dan dianggap tidak berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki ataupun berpartisipasi dalam urusan politik.

 Seiring perkembangan zaman, isu-isu gender yang menyudutkan para kaum perempuaan beralih pada usaha para aktivis gender ataupun para kaum sendiri untuk menegakkan keadialan para kaum perempuan dalam berbagai hak yang semestinya didapatkan. Oleh karenanya, di zaman sekarang sudah banyak kaum perempuan yang mendapakan hak pendidikannya setara dengan laki-laki serta sosok-sosok perempuan yang berpartisipasi pada bidang politik.

Dalam Alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang menegaskan adanya balasan yang sama antara laki-laki maupun perempuan terkait pekerjaan bidang politik tersebut, diantaranya pada QS. Ali Imran: 195, QS. an Nahl : 97, QS. at Taubah : 71. Beberapa ayat Alquran ini cukup menjadi dasar legitimasi betapa peran partisipasi politik perempuan tidak dibedakan dari laki-laki. Partisipais kau perempuan menjangkau seluruh dimensi kehidupan. Diktum-diktum islam telah memberikan ruang pilihan bagi perempuan dan juga laki-laki untuk menjalani peran-peran politik domestic maupun public, untuk menjadi cerdas dan terampil.[1]

 Pembahasan 

 Reduksi Partisipasi Politik Kaum Perempuan 

 Secara umum partisipasi berarti mengambil bagian dari suatu tahap atau lebih dari suatu proses. Adapun proses yang dimaksud tentu saja proses pembangunan. Sedangkan konsep partisipasi menurut Pamuji (1985 ) dalam Dawy (1992) mencakup kerjasama antara semua unsur terkait dan merupakan suatu kesepakatan, harapan, persepsi dan sistem komunikasi, di mana tingkat kemampuan dan pendidikan turut mempengaruhi sikap dan cara seseorang berprilaku. [2]

 Secara umum dapat dikemukakan bahwa partisipasi seseorang atau masyarakat timbul karena adanya antara lain : 1) kesadaraan seseorang untuk ikut berpartisipasi 2) keikutsertaan dalam berbagai kegiatan karena daanya suatu dorongan untuk mencapai kepentingan dan kebutuhan 3) memiliki kemmapuan pendidikan yang dapat mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang untuk berpartisipasi 4) tujuan partisipasi untuk mencapai kepentingan bersama. [3]

Dalam perjalanan sejarah politik kaum muslimin, partisipasi politik kaum perempuan mengalami proses degradasi dan reduksi secara besar-besaran. Ruang aktivitas perempuan dibatasi hanya pada wilayah domestic dan diposisikan secara subordinat. Pembatasan -- pembatasna ini bukan hanya terbaca dalam kitab-kitab klasik, tetapi juga muncul dalam realias sosial. 

Sejarah politik islam sejak wafatnya Rasululah Saw. dan masa khulafaur Rasyidin sampai pada awal abad ke-20 tidak banyak menampilkan tokoh perempuan dalam peran-peran mereka di ranah public. 

Secara umum, alasan penomorduaan dan peminggiran kaum perempuan ini adalah bahwa pada umunya, kaum perempuan dipandang sebagai pemicu hubungan seksual yangterlarang dan kehadiran mereka di tempat umum dipandang sebagai sumber godaan yang memotivasi atau menstimulasi konflik sosial. Karenaitu, pemingitan perempuan merupakan suatu keharusan, sebagai cara menjaga kesucian dan kemuliaan agama.[4]  

 Posisi Perempuan dalam Ranah Politik

Posisi   perempuan   dalam politik     semakin     kuat     dengan lahirnya  Undang-Undang  Nomor 8  Tahun  2012  yang  menegaskan bahwa  dalam  setiap 3  orang bakal calon, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan. Terakhir, menjelang   Pemilu   2014   muncul Peraturan  KPU  Nomor  7  Tahun 2013  yang  merupakan  penegasan dari    poin-poin yang    ada    pada peraturan-peraturan sebelumnya.[5]  

Musthafa as Siba'I mengatakan bahwa : Peran politik perempuan dalam pandangan Islam sangat dijauhi bahkan saya katakan diharamkan.  Ini bukan karena ia tidak memiliki keahlian melainkan karena kerugian-kerugian sosialnya lebih besar, melanggar etika Islam, dan merugikan kepentingan keluarga.[6] Argumen mereka yang lain adalah, bahwa tugas-tugas politik itu sangat berat dan perempuan tidak akan mampu menanggungnya, karena akal dan tenaganya sudah dari sananya memang lemah. Maka tidak aneh jika kita merasa kesulitan untuk mendapatkan pandangan para tokoh Islam klasik yang memberikan kepada perempuan hak politiknya.[7]

Pandangan - pandangan klasik tersebut kini berhadapan dengan ruas-ruas moderenitas yang terbuka lebar. keterbukaan ruang bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan sampai setinggi-tingginya telah melahirkan kemampuan - kemampuan mereka dalam segala urusan yang sebelumnya dikira hanya menjadi wilayah laki-laki. Persepsi tendensius bahwa kaum perempuan kurang rasional, lebih emosional dan kurang kompenten menangani urusan domestik dan publik dibandingkan kaum laki-laki telah gugur dan tidak lagi popular. Kaum perempuan kini tengah bergerak merengkuh masa depannya dan mengubah masa lalu yang suram. [8]

 Kisah sukses Khofifah Tegistha Indar parawansa yang terpilih sebagai gubernur Jawa timur untuk periode 2019-2024 dalam pemilihan langsung tahun 2018 adalah tanda bahwa narasi keagamaan mengenai kepemimpinan perempuan, setidaknya di Jawa timur telah selesai. Sebagaimana diketahui, Jawa Timur adalah lumbung masyarakat yang tradisional dari sisi paham keagamaan.  Tetapi masyarakat, setidaknya mereka yang memilih dan memenangkankan Khofifah, sudah tidak bisa lagi dipengaruhi oleh narasi bahwa Islam melarang perempuan menjadi pemimpin sosial dan politik. Begitupun kisah dari kepemimpinan Tri Rismaharini sebagai walikota Surabaya yang sukses dan terpilih 2 periode adalah tanda mengenai narasi keagamaan di kalangan masyarakat yang relatif positif dan kuat untuk menerima kepemimpinan perempuan.[9]

Narasi keagamaan seringkali masih bimbang, di satu sisi ia sudah mulai mendukung kepemimpinan perempuan di ranah publik, tetapi di sisi lain perempuan tetap diminta sukses mengurus rumah tangga dan keluarga. Sementara laki-laki sama sekali tidak dituntut hal yang sama, hal ini menjadikan perempuan terbebani secara berlebihan untuk berhasil di pabrik dan sekaligus domestik, sedangkan laki-laki yang berada di sisinya tidak mengimbangi dan mendukungnya secara penuh.[10]

 Penutup 

Peran dan partisipasi perempuan dalam ranah politik yang mulanya kaum perempuan dipandang tidak mampu mendapatkan posisi tersebut sekarang sudah berubah pandangan. Sekarang perempuan diberikan ruang dan posisi yang sama dengan laki-laki dalam hal politik, kisah kemampuan kepemimpinan perempuan dalam ranah politik bisa ditelisik kisah dari ibu Khofifah Tegistha Indar parawansa yang terpilih sebagai gubernur Jawa Timur untuk periode 2019-2024, kemudian kisah kepimimpinan ibu Tri Rismaharini sebagai walikota Surabaya yang sukses dan terpilih 2 periode, hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan juga berpotensi mengambil andil serta turut berpartisipasi aktif di ranah politik.

Daftar Pustaka

 Muhammad, Husein. 2021. Islam Agama Ramah Perempuan. Yogyakarta : IRCiSoD.

 St. Habibah, Partisipasi dan Peran Perempuan dalam Partai Politik, jurnal al Maiyyah, vol.8 no. 2, Juli-Desember 2015

 Widdy Yuspita Widiyaningrum, Partisipasi Poliitk Kader Perempuan dalam Bidang Politik: Sebuah Kajian Teoritis, jurnal JISIPOL, vol. 4 no.2, Juli 2020

 Kodir,Faqihuddin Abdul. 2019. Qiraah Mubadalah. Yogyakarta: IRCiSoD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun