Mohon tunggu...
Ely Chandra Peranginangin
Ely Chandra Peranginangin Mohon Tunggu... -

Tuhan Pegang Janji-Nya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Daerah Migas : Wajib Punya Sekolah Migas

7 April 2015   14:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan industri migas di Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Di sektor hulu misalnya, pengelolaan migas sudah dimulai sejak zaman Belanda. Pada 1871 seorang pedagang Belanda Jan Reerink menemukan adanya rembesan minyak di daerah Majalengka, daerah di lereng Gunung Ciremai, sebelah barat daya kota Cirebon. Namun orang Belanda yang pertama sekali melakukan pengeboran secara komersial adalah Aeilko Jans Zijker ketika melakukan pengeboran sumur Telaga Tunggal di Sumatera Utara, yang berhasil menemukan minyak di kedalaman 22 m pada 1884, dgn sumber utamanya di kedalaman 120 m.

Walaupun telah berlangsung sejak zaman Belanda, isu yang selalu saja muncul di daerah adalah bagaimana putra daerah bisa berkerja di perusahaan-perusahaan migas didaerah mereka tinggal, tidak hanya sebagai pegawai kontrak namun sebagai pegawai tetap.

Kegiatan migas memiliki 3 ciri utama yaitu high cost, high tech dan high risk. Ketiga karakteristik kegiatan hulu migas ini sudah pasti memerlukan sumber daya yang mumpuni. Kegiatan hulu mgas juga mempunyai ciri padat modal yang artinya operasional dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang tinggi dan cenderung menggunakan sumber daya manusia yang terbatas. Sumber daya manusia digantikan dengan penggunaan-penggunaan teknologi.

Jika kita mencoba mencari informasi dengan Google mengenai sumber daya manusia di daerah operasional migas, maka kita akan menemukan fakta-fakta yang mencengangkan dan cenderung memprihatinkan. Daerah-daerah operasional migas terutama di luar pulau Jawa, banyak memiliki sumber daya manusia yang tertinggal. Pengelolaan sumber daya alamnya justru lebih banyak diisi oleh bukan penduduk daerah tersebut.

Penulis tidak mengatakan bahwa pengelolaan migas hanya boleh dilakukan oleh putra putri daerah. Jika itu dilakukan sama saja melarang seorang warga negara berkerja di wilayah Republik Indonesia. Namun, hal yang menjadi fokus penulis adalah bagaimana memberikan akses kepada putra putri daerah dengan meningkatkan daya saing mereka.

Salah satu upaya meningkatkan daya saing putra putri daerah adalah melalui pendidikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan salah satu 'saringan' awal yang diberlakukan oleh banyak perusahaan migas di Indonesia. Akibatnya, putra putri daerah mengalami kesulitan untuk bersaing.

Pendidikan merupakan kunci bagi seseorang untuk bekerja. Kita mungkin lupa, banyak mahasiswa yang berasal dari daerah migas yang masuk jurusan migas karena perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan tersebut ada di kota-kota tertentu yang sebelumnya tidak pernah tahu atau melihat menara rig, jalur pipa ataupun jalan-jalan lokasi. Namun kita lupa, banyak putra putri daerah yang telah menjadikan hal-hal tersebut sebagai bagian dari kehidupannya, namun karena pendidikan formal yang tidak ada di daerahnya menyebabkan mereka tidak mungkin bekerja di perusahaan migas tersebut.

Sekali lagi, pendidikan menjadi kuncinya. Daerah-daerah migas sudah seharusnya memiliki sekolah tinggi migas. Memiliki sekolah migas bukan akhirnya, namun menjadi pintu masuk karena selanjutnya yang menjadi fokusnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikannya.

Sudah menjadi rahasia umum, jika mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan migas umumnya berasal dari beberapa kampus saja terutama yang berada di Pulau Jawa. Oleh karena itu, agar putra putri daerah memiliki kesempatan bersaing, mereka harus mendapatkan kualitas pendidikan yang seimbang dengan kampus-kampus tersebut.

Kita tidak usah lagi berbicara tentang keistimewaan bagi putra-putri daerah. Namun saat nya kita sekarang berfikir bagaimana membuat putra-putri daerah memiliki kesempatan untuk bersaing bekerja di sebuah perusahaan. Suka tidak suka, pendidikan formal harus diperhatikan. Oleh karena itu, pendidikan tinggi migas yang berkualitas di daerah migas menjadi sebuah kebutuhan. Ini adalah jalan bagi putra-putri di daerah migas untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan migas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun