Oleh : Elvrida Lady Angel Purba
Vaksin Nusantara adalah vaksin yang digawangi mantan Menkes Terawan Agus Putranto. Enggak sedikit menjadi relawan dalam uji klinis tahap dua di RSPAD Gatot Soebroto. Beberapa nama itu Seperti Melki Laka Lena Wakil Ketua Komisi IX dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nihayatul Wafiroh atau Ninik Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay Anggota Komisi IX dari Fraksi PKB Arzeti Bilbina Anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar Saniatul Lativah Anggota Komisi IX dari Fraksi Gerindra Sri Meliyana Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Anas Thahir Non DPR Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo Mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.
 Padahal, Vaksin Nusantara belum mengantongi izin dari BPOM lho buat melaksanakan uji klinis tahap dua. Waduh, kok udah main nekat begitu?  Nama-nama tadi ingin menjadi contoh buat masyarakat. Selain itu, adanya embargo vaksin juga jadi alasan mereka mau jadi relawan. Kalau bisa memproduksi vaksin sendiri kan Indonesia bakal mandiri, enggak bergantung dengan negara lain lagi. Menurut Ketua BPOM Penny K Lukito, banyak catatan dari Vaksin Nusantara selama uji klinis tahap pertama. Sebanyak 71,4 persen atau 20 dari 28 relawan mengalami kejadian tidak diinginkan (KTD). Masalahnya, enggak sedikit dari relawan itu yang mengalami KTD tingkat tiga. Sebanyak 6 orang kena hipernatremi atau kadar natrium terlalu tinggi. Lalu, kadar kolesterol dari 3 orang tiba-tiba naik. Dan 2 orang mengalami peningkatan blood urea nitrogen atau kadar nitrogen dalam darah.
Nah, kalau merujuk protokol uji klinis, KTD yang seperti itu jadi kriteria penghentian pelaksanaan uji klinis. Makanya, kejadian itu jadi alasan utama Vaksin Nusantara enggak dapat izin buat uji klinis fase kedua. Selain itu, para peneliti enggak mengkaji ulang efek samping hasil dari uji klinis tahap pertama. Terlebih lagi, mereka enggak paham sama sekali terkait proses pembuatan vaksinnya sendiri. Jadi, vaksin ini dibuat bekerja sama dengan peneliti dari AIVITA Biomedica Inc USA. Tapi, nama peneliti dari AS enggak dicantumkan. Yang jadi peneliti utama justru Dr Djoko dari RSPAD Gatot Subroto dan dr Karyana dari Balitbangkes. Saat ditanya BPOM seputar proses pembuatan vaksinnya, yang bisa jawab malah adalah peneliti dari AS. Sementara peneliti utama enggak tahu apa-apa karena mereka enggak pernah terlibat dalam penelitian secara langsung. Yang bikin makin geleng-geleng kepala nih, para peneliti ini juga enggak bisa menjelaskan komponen tambahan yang ada dalam vaksin. Meski memang sudah sempat ada transfer knowledge sebelumnya dari peneliti AS.
Tak hanya itu, BPOM juga mengonfirmasi, mayoritas komponen seperti antigen, medium pembuatan sel, sampai alat-alat persiapannya diimpor dari AS. Hmm, mana 'karya anak bangsa'-nya ya kalau begini Akibat kontroversi ini, banyak pihak yang mempertanyakan kemauan anggota DPR buat disuntik Vaksin Nusantara. Namun, BPOM sih enggak terlalu ambil pusing. Mereka menyarankan ini dijadikan sebatas penelitian saja. Pakar biologi molekuler Ines Atmosukarto memperkirakan vaksin ini enggak mungkin dikomersialkan. Kalau di tahap pertama saja sudah 'cacat', sepertinya memang sulit buat dapat izin edar dari BPOM. Nekatnya jangan sampai mengundang masalah. Â Ngumpulin kepercayaan masyarakat buat disuntik vaksin enggak semudah membubuhkan nama dalam vaksin yang bukan buatan sendiri.
referensi : Narasi In 10 Minutes Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H