Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mengalir dan Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

It won’t always be easy, but always try to do what’s right.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Gadis Desa Pengubah Nasib

23 Maret 2021   12:12 Diperbarui: 23 Maret 2021   17:21 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karya : Elvirida Lady Angel Purba

Sebuah kesedihan yang tercipta ketika seorang gadis kecil yang berpisah dari orang tuanya, memutuskan untuk merantau ke kota demi menimba ilmu. Desa yang terpencil, jauh dari kata maju membuat orang tuanya harus membuat keputusan yang berat. Dimana sang gadis masih berusia tiga belas tahun pada saat itu, mempercayai gadis itu kepada sang adik pak tua itu, yang baru saja melangsungkan pernikahan.

"Untuk masa depan anakku, Kami harus bisa melepaskannya. Agar hidupnya lebih baik lagi. Kami tak ingin anakku mempunyai nasib yang sama denganku," kata si Petani itu tangisnya pun tak dapat terlerai lagi pada saat memberangkat anak gadisnya menuju kota yang besar.

"Jangan lupa berdoa ya Boru, Jadi anak yang baiklah disana. Ingat kita orang susah Boru, jangan ikuti yang gak baik. Doa Bapak dan Mamak menyertaimu Boruku" Pesan terakhir yang di sampaikan si Pak tua itu kepada si Gadis Desa

Tentu itu bukan hal yang mudah juga untuk gadis yang berusia sangat muda, dimana dia masih haus dengan kasih sayang orang tua, namun apa boleh buat keadaan memaksa yang mengharuskan ini terjadi. Si gadis yang berkulit hitam manis tadi pun harus dapat beradaptasi dengan sekitar karena dia akan memulai kehidupan baru disana.

Dia memulai hidupnya disana, yang mengharuskan dia untuk terbiasa dengan suasana baru. Dia selalu menanamkan dalam dirinya Bibi itu adalah orang tuaku jadi kalau Aku sedang merindukan orang tuaku, Kulihat saja mereka. Bukan hanya dirumah namun si gadis tersebut juga harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya.

Sejak kecil si gadis itu pemalu dan jarang bergaul, selama hidup dikota besar dia jarang terlihat keluar rumah, dia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama keluarga Bibinya. Namun ada rasa trauma yang dialami sang gadis kecil tersebut, gadis ini memiliki sahabat yang sudah lebih dahulu pergi, karena ada tindak kriminal yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal, hingga sahabatnya meninggal.

Tentu ini membuat si gadis itu trauma dan takut untuk kenal orang asing. Selama dia di sekolah dia lebih memilih diam dan cenderung tak memiliki teman. Namun bukan berarti dia tidak memiliki teman, banyak yang ingin berkomunikasi dengannya tapi dia memilih untuk menjawab sekedar dan enggan untuk berkomunikasi lebih jauh lagi.

Gadis itu pun sering menjadi sorotan karena memiliki prestasi yang mengangumkan di Sekolah. Dia juga sering berkomunikasi dengan seorang murid yang bernama Indri. Kebetulan Indri mengikuti olimpiade yang sama dengan gadis itu. Jadi, otomatis akan sering terjadi komunikasi dan ditambah mereka memiliki kepribadian yang sama.

Mereka juga memiliki peribadahan yang sama, sehingga mereka semakin dekat. Gadis desa itu juga hanya memiliki satu teman di sekolah itu yaitu Indri. Walau mereka beda kelas namun mereka sering bertukar cerita setiap pulang sekolah. Namun tak jarang si Gadis Desa itu menerima perlakuan yang tidak senonoh dari teman sekelasnya, karena kulit si gadis yang hitam membuat teman sekelas enggan untuk berteman dengan si gadis.

Hingga tiba pada perpisahan, mereka harus berpisah. Dimana si Gadis Desa itu akan pindah kesebuah kota di Sumatera Utara di rumah Ompungnya. Dia juga bukan hanya bersekolah disana namun Gadis Desa itu juga harus merawat Ompungnya yang sedang sakit parah. Tentu bukan hal yang mudah, mereka sudah merasa nyaman dan takut untuk berpisah.

"Tenang saja In, nanti kalau aku sudah mempunyai penghasilan sendiri, aku akan berkunjung ke sini lagi," kata si Gadis Desa dalam tangisnya itu.

 "Yang benar El? Akan kuingat apa yang kamu sampaikan tadi. Kalau sudah disana, kuharap kamu tidak lupa denganku." Kata Indri dengan suara serak karena menagis. Mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kalinya.

"Sahabat bagiku bagaikan burung pipit yang tak henti berkicau saat berada di perkumpulannya dan menjadi orang bisu saat bertemu orang baru. Yang dapat menghibur, membantu, mengingatkan, serta memperlihatkan. Begitu indahnya masa-masa remaja jika dilakukan bersama. Membuat dan menambah coretan di dalam buku kehidupanku Menemukan yang sejalan, sepemikiran, dan bisa memberiku kenyamanan. Hingga tiba hari dimana aku pergi meninggalkan semua itu. Meninggalkan banyak kenangan dan berusaha untuk kuat dan berharap  suatu saat bisa bertemu denganmu In," Bisik si Gadis Desa itu kepada Indri.

Kembali lagi dengan suasana baru dimana Gadis Desa itu memulai hidup baru lagi, dia harus bisa beradaptasi kembali dengan lingkungannya. Pada saat ini rasa takut untuk beradaptasi itu mulai hilang, karena sudah memiliki pengalaman sebelumnya. Saat itu si Gadis Desa juga sedang mempersiapkan diri untuk memasuki Perguruan Tinggi Negeri. Dia bingung harus pilih jurusan apa. 

Gurunya saat itu sangat menyarankan dia untuk mencoba jalur undangan, karena nilai si Gadis itu bagus. Dia pun tak berpikir panjang, yang hanya dipikirannya apa yang dikatakan Guruku pasti sudah yang terbaik untukku. Dia pun semakin tergerak untuk mengikuti jalur undangan tersebut.

Pada saat pendaftaran, si Gadis Desa itu bingung harus memilih jurusan apa. Dia tidak bertanya kepada orang tuanya, karena dia ingin memberikan kejutan. Jika dia lulus nanti. Kebetulan sekali si Gadis itu mempunyai kegemaran menulis, berpublic speaking dan membaca. Dia pun mencari di internet kira-kira jurusan apa yang dapat mencangkup keseluruhan. Saat dia mencari di google dan yang keluar adalah jurusan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya

Dia pun semakin mencari tau apa jurusan itu, si Gadis itu pun semakin memantapkan pilihannya ke jurusan tersebut, tanpa berpikir panjang, setelah pendaftaran itu, dia selalu berdoa untuk hasil yang baik. Tiba pada hari penentuan, di mana dia sedang mempersiapkan diri untuk membuka link hasil pengumuman. Temannya mengabarinya ternyata banyak yang gagal. Dia pun takut untuk membuka link tersebut, dia selalu menunda membukanya karena rasa takut gagal menghantuinya. 

Untuk menenangkan pikirannya, dia pun berdoa. Setelah dia berdoa, dia menyakinkan dirinya. Gagal dan berhasil itu hal biasa, kalau gagal coba lagi jalur yang lain. Diluar dugaan ternyata dia lulus, dan dia segera memberitahukan kepada keluarganya dengan bahagia. Namun mendapatkan respon yang kurang baik. Karena prospek kerja dari jurusan yang dia ambil itu sedikit. Tapi si Gadis itu bersikeras untuk mengambil jurusan itu, dan menyakinkan keluarganya bahwa itu yang terbaik untuknya.

Dia pun mencari cara agar orangtuanya dapat memberikan dukungan kepadanya. Dengan berbagai cara dia lakukan namun hasilnya sama saja, orangtuanya tetap tidak mendukung. Tetapi rasa ingin mengambil dan memdalami bidang itu sudah dirasakan dirinya. Dia pun curhat dengan Pendeta di Gerejanya. Pendeta si Gadis Desa itu pun mendukung apa yang akan dilakukan si Gadis itu.

"Wah, mantap sekali Elia ini, Amang salut. Yang Elia hadapi saat ini. Itu hal wajar, orangtua itu pasti ingin yang terbaik. Namun jika kamu ingin tetap teguh pada pendirianmu, ya sudah jalinin saja dahulu. Tapi jangan lupa buktikan sama orantuamu bahwa kamu bisa, dengan cara berprestasi di bidang itu," Kata Pendeta dengan senyum lebar dipipinya.

Nasihat dari Pendeta itu pun selalu diingat oleh Gadis Desa itu, sampai dia semester dua saat ini. Dia sudah menyimpan banyak penghargaan atas prestasinya yang dia capai, Dia juga menjadi tangan kanan Dosennya di kelas. Semenjak itu, keluarganya semakin respect terhadap Elia.

"Bukan Mamak dan Bapak tidak mendukungmu boru, namun kami hanya memilih yang terbaik untuk Boru kami. Tetapi sepertinya kau lebih menyukai dibidang ini, tidak masalah Boru. Maafkan kami atas omongan Bapak yang tidak didengar kemarin, Sekarang kami sadar apa yang kau jalani saat ini, itu yang terbaik untuk Boru," kata si Pak Tua itu dengan senyum haru.

"Tidak masalah pak, Terima kasih ya pak sudah mendukung Elia" jawab si Gadis Desa dengan tangis haru.

Hal ini pun terbukti saat Elia menerima dari telepon orang tuanya yang memberikan komentar tentang tulisannya yang  selalu di posting setiap hari di akun kompasiananya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun