Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Kawin Tangkap dan Ancaman Pidananya

13 Januari 2023   19:24 Diperbarui: 13 Januari 2023   19:56 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pikiran rakyat.com

Kawin Tangkap adalah Tindakan Melawan Hukum

Dalam UU TPKS Pasal 10 ayat 1 yang berbunyi:

"Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau orang lain, dipidana karena memaksa perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/ pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000.

Pasal 10 Ayat 2 termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimna dimaksud pada ayat 1:

  • Perkawinan anak
  • Pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya
  • Pemaksaan dengan pelaku pemerkosaan.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Bukan hanya para korban yang mengalami kerugian dari kawin tangkap. Berulangnya perkawinan kekerasan di berbagai daerah tentu saja menjadi ketakutan tersendiri bagi perempuan Sumba. Oleh karena itu, semua pihak termasuk pemerintah, polisi, hukum, tetua adat, tokoh agama dan masyarakat setempat harus menyadari bahwa praktik ini tidak wajar dan berperan untuk menghentikannya.

 Dalam hal ini, kebijakan hendaknya tidak terbatas pada pasal-pasal dan pemberitahuan-pemberitahuan, tetapi diperlukan penegakan dan pengawasan yang tegas terhadap praktik perkawinan yang ditangkap secara tidak sah. Selain menegakkan supremasi hukum yang dipraktikkan oleh polisi, tokoh adat harus turun tangan dengan memberikan sanksi secara berkala kepada para pelaku kejahatan untuk mencegah penyalahgunaan tradisi asli kawin tangkap, karena juga merusak citra budaya Sumba di mata orang luar. Selain sanksi terhadap penjahat, penting bahwa pemerintah kota menawarkan rehabilitasi psikologis kepada korban pernikahan.

 Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi penuh dalam pengawasannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan sosialisasi atau edukasi secara luas kepada masyarakat tentang hak dan kesetaraan gender, perlindungan perempuan dari kekerasan dan perbedaan antara perkawinan normal dan menyimpang.

Referensi:

Komnas Perempuan 

Magdalene "Kawin Tangkap, Kekerasan, dan tradisi yang problematika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun