Akhir-akhir ini kisruh PSSI kembali menyita perhatian publik setelah Tim Verifikasi Balon Ketua Umum PSSI menganulir pencalonan George Toisutta dan Arifin Panigoro dan mengesahkan sang "incumbent" Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie. Pengesahan ini memicu berbagai aksi penolakan oleh banyak pihak termasuk pemberitaan media yang cenderung menyerang individu-individu tertentu.
Melihat kondisi dan perkembangan sepakbola yang semakin buruk, banyak pihak termasuk pemerintah seolah menimpakan permasalahan sepakbola ini kepada Nurdin Halid. Kenihilan prestasi dan performa buruk timnas serta kekacauan sepakbola Indonesia menjadi tanggung jawab Nurdin Halid.
Yang menarik adalah pantaskah Nurdin Halid sendiri yang disalahkan atas kegagalan sepakbola Indonesia?
Mungkin banyak orang akan berpendapat pantas dan memang harus menjadi tanggung jawab Nurdin Halid. Sangat sedikit melihat kegagalan ini dari perspektif yang lebih luas. Kegagalan atau mungkin bisa dikatakan kehancuran sepakbola Indonesia tidak sepenuhnya akibat PSSI dipimpin oleh Nurdin Halid. Banyak sekali indikator lain yang seharusnya dijadikan ukuran sebelum menyalahkan Nurdin Halid.
Indikator pertama adalah kualitas pemain sepakbola Indonesia. Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi bahwa tingkat permainan pemain kita sangat jauh di bawah standar permainan sepakbola internasional. Dengan kualitas seperti itu, tanpa Nurdin Halid sekalipun, saya yakin tidak akan ada prestasi yang bisa diraih. Belum lagi tingkat disiplin pemain yang sangat rendah seperti memukul wasit atau berkelahi sesama pemain.
Indikator kedua adalah infrastruktur termasuk fisik dan non fisik. Hanya sedikit klub sepakbola di Indonesia yang memiliki infrastruktur yang memenuhi standar internasional baik stadion dan fasilitas-fasilitas klub lainnya seperti lapangan untuk berlatih, tempat fitness, dll. Hampir semua pengurus-pengurus klub juga tidak memiliki visi yang jelas mengenai bagaimana memajukan sepakbola atau klubnya. Bahkan klub juga tidak memiliki rancangan pembiayaan yang jelas selain mengharapkan APBD.
Indikator ketiga adalah keberadaan suporter. Sudah sangat sering kita melihat para suporter menjadi biang keladi berbagai kerusuhan-kerusuhan karena tim yang didukungnya kalah. Suporter belum mampu menjalankan peran membantu pengembangan klub sepakbola. Tingkat kedisiplinan suporter tidak jauh beda dengan para pengurus klub dan pemain yang sering membuat kerusuhan jika timnya kalah. Belum lagi jika kita lihat kelakuan para suporter di jalanan merusak fasilitas umum.
Indikator keempat dan merupakan ukuran paling penting adalah peran pemerintah. Saya tidak melihat adanya kontribusi pemerintah yang positif dalam memajukan olahraga Indonesia. Apa tindakan konkret yang telah dilakukan oleh pemerintah ketika sejak tahun 1991, sepakbola Indonesia tidak pernah berprestasi. Apa tindakan konkret pemerintah ketika sepakbola Indonesia hanya menghasilkan kerusuhan dan mempermalukan bangsa. Tidak ada ketegasan.
Pemerintah seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab apabila bangsa ini gagal membangun dirinya termasuk dalam bidang sepakbola. Sangat tidak etis menyalahkan individu ataupun sebuah organisasi atas kegagalan negara dan pelaksana negara dalam membangun sepakbola Indonesia. Terlepas dari kontroversi Nurdin Halid, sangat tidak pantas dan menyedihkan apabila pemerintah malah muncul berlagak layaknya pahlawan sepakbola yang malah menambah kekisruhan.
Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini. Rakyat jangan dibiarkan mencari solusi sendiri. Jika dilihat dengan cermat, upaya suporter sepakbola yang menduduki kantor PSSI demi perbaikan sepakbola merupakan ekspresi pembiaran pemerintah terhadap upaya sekelompok orang yang menjadikan PSSI sebagai lahan mencari kekuasaan dan kekayaan. Aksi-aksi para suporter adalah adalah tamparan kepada pemerintah yang selama ini seakan tidak perduli dengan permasalahan di akar rumput. Kejadian-kejadian dimana masyarakat atau kelompok masyarakat yang bertindak main hakim sendiri harus dicegah.
Seruan revolusi dengan hanya bertujuan menggulingkan Nurdin Halid menurut saya tidak tepat. Pemerintah harus membuat rancangan strategi membangun sepakbola baik. Sekarang inilah saatnya momentum yang paling tepat untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia yang dirusak oleh sekelompok orang di dalam PSSI dan pengurus-pengurus daerah. Lebih baik bubarkan semua dan mulai dari nol, jangan hanya berfokus pada menggusur Nurdin Halid. Pemerintahlah yang harus bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H