Hilal telah tampak, suara takbir berkumandang sayup di mesjid yang berjarak 200 meter dari Rumah Sakit. Resti berjalan di koridor dari ruang perawatan menuju pintu keluar. Langkahnya gontai,dia menyeret-nyeret kakinya untuk segera pulang ke rumah
" Sudah tampak hilalnya, Res?" kata Aan pelan.
Udanya,Aan sudah 4 hari dirawat di sini. Dia sesak napas dan sempat tak sadar. Uda Aan sudah sering keluar-masuk rumah sakit. Resti adiknya satu-satu yang menemani Aan dirawat. Entah apa sakitnya. Hari keempat ini, Uda Aan sudah terlihat sehat, Resti dimintanya pulang membantu amak menyiapkan ketupat untuk berlebaran. Besok pagi,dokter sudah memperbolehkan Uda Aan pulang.Â
Amak memang tidak dibiarkan Resti untuk menemani Uda Aan di Rumah Sakit. Berbahaya, pandemik ini membuat Resti berjaga sendirian.
" Bantu Amak ya,Res" kata Uda Aan ketika Resti menutup pintu kamarnya.
" Iya, Da..Ires pulang dulu ya.Mau siap-siap makanan untuk besok pagi uda pulang," kata Resti.
Tak lama Resti sampai di parkiran motor. Bunyi motor bebeknya meraung meninggalkan Rumah Sakit.
Amak terlihat senang mendengar Uda Aan diperbolehkan pulang. Â Telah rapi ruang tamu dan seprai kamar Uda Aan sudah pula diganti Amak.
" Amak balikan daging jawi seketek,Udamu namuah makan randang amak".
Amak bersibuk ria dengan santan dan rempah. Wangi rendang sudah tercium di kamar Resti. Resti beristirahat sejenak. Empat hari di Rumah Sakit dia tak pernah merasakan tidur nyenyak. Setengah jam mata Resti terpejam.Pulas sekali. Hilang rasanya semua keletihan bergadang menunggui udanya.
Resti keluar menuju kamar mandi. Dikeluarkannya semua pakaian kotor yang telah dibawanya dari Rumah Sakit.
Rrrrrr...Rrrrr...Rrrrrr.. Dengung mesin cuci terdengar keras. Mengaduk pakaian,air dan sabun memutar dan.memintalnya dengan cepat.
" Amak lah rindu sobok Udamu,Ires.A' kecek dokter patang.Manga acok sasok Uda tu?"kata AmakÂ
Dia masih sibuk mengacau bumbu rendang dan daging di dalam kuali.
" Antahlah,mak..Uda indak marokok,Ires bingung juo manga uda sakik sasok angok tu," jawab Resti.
Amak,satu-satunya orangtua yang dimiliki Aan dan Resti. Abak sudah lama meninggal.Sejak Uda Aan kuliah semester 5 dan Resti kelas 2 SMA.
Uda Aan yang menggantikan tanggung jawab Abak. Menghidupi dan menyekolahkan Resti hingga selesai kuliah. Akhir bulan ini seharusnya Resti wisuda.Pandemik membuat Resti dan seluruh lulusan kampusnya lulus tanpa posesi wisuda. Dengar-dengar akana da wisuda online nanti.
Uda Aan,kakak nya.yang baik. Dia rela menukar mimpinya menjadi arsitek demi Resti dan amaknya. Uda Aan berhenti kuliah di tengah jalan. Dia memilih fokus ke bisnis percetakan yang sudah dibangunnya dari nol.
Resti yang melanjutkan cita-cita Udanya menjadi arsitek. Resti tak mau memgecewakan Udanya itu.
Adzan Isya sudah berkumandang. Resti bergegas berwudhu dan sholat. Dia harus kembali ke rumah sakit menjaga udanya.
"Assammualaikum warohmatullah hiwabarakatu ".Â
Tepat di salam terakhir,handphonenya berbunyi. Dari rumah sakit,mungkin Uda mau nitip sesuatu ini,pikir Resti.
" Keluarga Aan,mohon cepat ke rumah sakit. Pasien dalam kondisi gawat,"sebut suara di ujung sana.
Resti linglung,tak.tahu berbuat apa. Amak mengguncang-guncang tubuhnya dan memanggil tetangga mengantarkan kami.
Di rumah sakit,Resti melihat Uda Aan tertutup selimut. Tubuhnya kaku, dingin dan Resti tak tahu menahu lagi dengan sekeliling. Hanya tangis amak yang ia dengar. Dan pesan udanya terngiang. Resti memeluk anak erat...
NB: Cerpen ini untuk keponakan laki-laki saya yang barusan meninggal. Semoga Allah menerima semua amal baiknya..Selamat jalan AanÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H