Mohon tunggu...
Elviza Diana
Elviza Diana Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah kata

Ibu,penulis,jurnalis,dan penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jeritan Petani Cabai di Tengah Pandemik

29 April 2020   15:52 Diperbarui: 29 April 2020   16:00 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cabai cuma 14 ribu per kilo gram di Angso. Tergantung kualitasnya be lagi " kata mba Via sembari menurunkan barang belanjaan pesanan saya.

Sudah hampir dua minggu harga cabai merah keriting anjlok. Sehari sebelum Ramadhan,sempat sedikit naik di kisaran Rp 20 ribu per kilo gram. Harga cabai yang turun ini membuat petani menjerit. 

Salah satu petani Cabai di Jangkat dalam postingan media sosialnya Tri mengatakan harga cabai di tingkat petani hanya dihargai Rp 8 ribu per kilo gramnya. Sungguh harga yang tak sebanding dengan biaya perawatan dan kerja keras mereka selama hampir 5 bulan sebelum akhirnya panen. 

"Lima bulan itu bukanlah waktu yang singkat,pastilah ada banyak uang,tenaga,peluh, yang dikerjakan," rilisnya di akun Facebook.

Kesulitan petani ini menjadi berlipat di masa pandemik. Di mana anjuran pemerintah untuk tetap di rumah,ditambah pula harga cabai yang tak mampu membuat dapur terus mengepul. 

Doni, pedagang cabai langganan saya menyebutkan kalau sekarang di Angso pasokan cabai merah banyak,itu yang membuat harga anjlok.

"Lagi banyak pasokan cabai masuk darimano bae,dari Kerinci, Merangin, Padang dan Bengkulu semuanya numpuk jadi murah cabenyo," katanya.

Panen raya yang serempak ini membuat duka bagi petani cabai. Namun ditengah anjloknya harga cabai, petani bawang merah bisa tersenyum sumringah. Pasalnya saat ini harga bawang merah kualitas bagus bisa mencapai Rp 40 ribu per kilo gram. 

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Harga bawang merah yang meroket ini, tentu membuat para emak-emak menangis perih seperih saat mengirisnya. Alhasil nasi goreng buatan bunda untuk berduka kali ini tanpa taburan bawang goreng di atasnya.

"Maaf, nak. Nasi goreng bunda tersisa sedikit pedas dan tanpa taburan bawang goreng," kataku berbisik saat menyiapkan menu berbuka hari ini. 

Tapi mengutip Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Bumi Manusia " Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan," tak perlu bersungut kalau beli bawang merah mahal. Itu belum seberapa dari rasa terimakasih kita pada petani.

Berdoalah petani masih bisa menyediakan pangan untuk kita pada masa pandemik ini. Petani cabai yang hasil panennya melimpah,harus disiapkan solusi agar mereka tetap bisa makan bukan hanya menanam. 

Teknologi pengolahan hasil pertanian dan dukungan pemerintah seharusnya juga menyentuh petani menghargai pandemik. Tangan mereka yang memberi makan, bukan diajarkan meminta bantuan. Pemerintah seharusnya memiliki tangggung jawab mempertahankan harga diri petani. Agar berdaulat di ladang dan sawah mereka sendiri.

"Bunda masih berapa lama lagi berbuka," seru Akhtar, si sulungku.

Membuyarkan lamunan akan nasib petani yang selalu bergumul pada fluktuatifnya harga pasar. Dan lagi-lagi mereka dibiarkan sendiri menjadi beruntung atau buntung. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun