Mohon tunggu...
Elviza Diana
Elviza Diana Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah kata

Ibu,penulis,jurnalis,dan penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerita Tetangga Saya yang Tak Mudik, Hanya Pulang Kampung

23 April 2020   20:17 Diperbarui: 23 April 2020   20:39 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdengar suara ribut-ribut di ruang teras rumah. " Jangan bantu jemput, awak tuh diabetes beresiko keno corona tuh. Bahaya," kata makwo.

Saya yang tidak tahu menahu perkaranya, langsung bergegas menuju sumber keributan. Di pojok teras,pakwo terdiam mendengar ceramah makwo yang khawatir dia bakal membantu jemput saudara tetangga yang akan datang dari Medan. 

Ternyata itulah muasal, keributan terjadi. Seorang tetangga meminta bantuan Pakwo untuk menjemput ayahnya yang baru datang dari kampungnya. Saya heran dengan keputusan nekat sang tetangga yang rela mempertaruhkan keselamatan ayahnya sepanjang perjalanan bisa terpapar covid19. Belum lagi beresiko besar juga menularkan dengan anggota keluarganya yang lain,termasuk pakwo yang diminta tolong menjemput. 

Wajar saja, makwo menolak permintaan tolong tersebut. Karena kedua orang ini sangat beresiko terpapar. Ditambah lagi penyakit menahun yang sudah mereka derita diabetes dan tekanan darah tinggi. 

Penolakan ini berujung dengan tindakan lebih bodoh lagi dari sang tetangga. Mereka memusuhi keluarga kami. Saya semakin tidak mengerti, dengan ketidaktahuan masyarakat tentang larangan tidak boleh mudik atau pulang kampung. 

Ditambah lagi kebijakan yang abu-abu antara mudik dan pulang kampung yang baru-baru keluar dari statement Jokowi. Padahal jika menilik tingkat pendidikan dan pemahaman harusnya tetangga saya jauh lebih mengerti tentang pandemi ini bukan main-main dan covid 19 ini berbahaya. 

Belum lagi kisruh tentang ayah tetangga  saya yang mau mengunjungi anaknya, satu hari kemudian pemilik bedeng depan rumah saya juga kembali ribut-ribut. Dia didatangi tiga orang ketua RT karena berniat menyewakan gedungnya untuk perantau  dari Jakarta yang baru tiba kembali di Jambi. 

www.kompas.com
www.kompas.com

Warga protes dan merasa terancam dengan kedatangan perantau tersebut. Dan akhirnya pihak RT berhasil menyelesaikan permasalahan itu. Bukankah kriteria orang kedua ini masuk dalam kategori pulang kampung versi Pak Jokowi.

Tapi ini tentu saja bukan persoalan mudik dan pulang kampung yang maknanya menjadi berbeda setelah wawancara pak Jokowi dan Mba Najwa semalam.

Tapi bagaimana pemerintah berupaya mencegah agar penyabaran virus ini tidak menggila karena pergerakan dari tempat yang sudah berzona merah ( dengan angka pesakitan yang banyak) ke lokasi yang masih relatif aman. 

Data terakhir, (23/4) dari gugus tugas covid 199 Provinsi Jambi jumlah  positif terus bertambah menjadi 14 orang ,1 orang sudah dinyatakan sembuh. Kondisi ini sedikit mengkhawatirkan jika simpang siur aturan serbuan perantau yang pulang dengan alasan apapun. 

Jika dengan kata kunci," kami tidak mudik, hanya pulang kampung". Bisa meluluskan para pendatang itu masuk Jambi, saya khawatir angka belasan itu bisa jadi puluhan dan ratusan. Mudah-mudahan tidak,ya..aamiin

Lalu, bagaimana kalau mereka tetap di rantau sementara mereka tidak bisa makan karena tidak punya pekerjaan. Saya juga tidak habis pikir, jika itu lalu dilontarkan oleh seorang kepala negara. 

Bukankah itu yang seharusnya dia pikirkan,bukan seolah-olah melepas tanggung jawab dan membuat hukum rimba berlaku. " Yang kuat bertahan, yang lemah mati" Ah,entahlah..

Tetap jaga kesehatan,tetap berbuat baik, tetap semangat membantu sesama, tapi tolong tetaplah di tempat masing-masing. Karena pulang kampung pun tak akan menyelesaikan masalah ekonomi di masa pandemik ini. Mari kita sambut Ramadhan dengan suka cita, bermohon Tuhan akan berikan kemudahan agar kita segera keluar dari musibah ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun