Mohon tunggu...
elvira calista
elvira calista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

write about everything that comes to my mind

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menunggu Bom Waktu di Laut China Selatan

31 Mei 2024   20:56 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:41 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya militerisasi oleh China di Laut China Selatan semakin meningkatkan ketegangan di wilayah konflik tersebut. Baru-baru ini China disebut akan mengembangkan reaktor nuklir di kawasan Laut China Selatan. 

China memang sering kali melakukan aksi-aksi 'liar' yang membuat geram sejumlah negara yang terlibat konflik di area tersebut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan China dinilai semakin masif.  

Bahkan konflik ini tak hanya melibatkan negara-negara pengklaim yaitu China, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Namun juga melibatkan negara big power seperti Amerika Serikat yang tak ingin kehilangan pengaruhnya di Laut China Selatan. 

Konflik yang terjadi selama puluhan tahun ini tak menutup kemungkinan akan menjadi semakin besar dan membahayakan negara sekitarnya. Tak terkecuali Indonesia, dimana kawasan Natuna Utara yang sangat dekat dengan Laut China Selatan juga menjadi terancam kestabilitasannya. 

Tumpang Tindih Wilayah

Bukan persoalan baru, China telah melakukan klaim sepihak atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sejak 1947 (Farras, 2023). Klaim ini dilakukan dengan menerbitkan peta baru versi China yang memberi sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) di kawasan perairan tersebut. Walaupun tidak diakui oleh hukum internasional, nyatanya China selalu menggunakan dasar ini untuk mempertahankan wilayahnya di Laut China Selatan.

Disisi lain, klaim tak berdasar yang digunakan China ditentang oleh kelima negara pengklaim lainnya. Dengan asumsi bahwa mereka juga memiliki sebagian hak terhadap wilayah yang diklaim China dengan berlandaskan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.

Hukum UNCLOS Tahun 1982 yang berisi kesepakatan mengenai batas-batas wilayah kelautan ini telah disepakati dan diratifikasi oleh 100 negara (Sunoto et al., 2023). Sehingga ketetapan tersebut dianggap sah dan diakui secara internasional. Perbedaan landasan yang digunakan antara China dan negara lainnya ini menimbulkan tumpang tindih wilayah yang akhirnya menjadi konflik sengketa wilayah.

Teritorial Strategis dan Berlimpah

Tak heran jika wilayah Laut China Selatan menjadi sengketa oleh beberapa negara. Pasalnya, wilayah ini merupakan jalur perdagangan internasional yang banyak dilewati oleh kapal-kapal baik dari Eropa ke Asia dan sebaliknya (Roza,dkk. 2013). Tentu saja aktivitas pelayaran yang tinggi ini juga akan memengaruhi perkembangan ekonomi di negara-negara dekat kawasan ini. 

Selain itu, wilayah ini juga memiliki cadangan alam yang melimpah. Berdasarkan laporan U.S EIA (Energy Information Administration) pada tahun 2024, diperkirakan terdapat 3,6 triliun barel minyak bumi dan 40,3 kaki kubik gas alam cair yang tersimpan di Laut China Selatan. Jumlah tersebut ditemukan diluar wilayah yang dipersengketakan. Sehingga diperkirakan jumlah tersebut akan semakin meningkat pada wilayah sengketa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun