wilayah konflik tersebut. Baru-baru ini China disebut akan mengembangkan reaktor nuklir di kawasan Laut China Selatan.Â
Upaya militerisasi oleh China di Laut China Selatan semakin meningkatkan ketegangan diChina memang sering kali melakukan aksi-aksi 'liar' yang membuat geram sejumlah negara yang terlibat konflik di area tersebut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan China dinilai semakin masif. Â
Bahkan konflik ini tak hanya melibatkan negara-negara pengklaim yaitu China, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Namun juga melibatkan negara big power seperti Amerika Serikat yang tak ingin kehilangan pengaruhnya di Laut China Selatan.Â
Konflik yang terjadi selama puluhan tahun ini tak menutup kemungkinan akan menjadi semakin besar dan membahayakan negara sekitarnya. Tak terkecuali Indonesia, dimana kawasan Natuna Utara yang sangat dekat dengan Laut China Selatan juga menjadi terancam kestabilitasannya.Â
Tumpang Tindih Wilayah
Bukan persoalan baru, China telah melakukan klaim sepihak atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sejak 1947 (Farras, 2023). Klaim ini dilakukan dengan menerbitkan peta baru versi China yang memberi sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) di kawasan perairan tersebut. Walaupun tidak diakui oleh hukum internasional, nyatanya China selalu menggunakan dasar ini untuk mempertahankan wilayahnya di Laut China Selatan.
Disisi lain, klaim tak berdasar yang digunakan China ditentang oleh kelima negara pengklaim lainnya. Dengan asumsi bahwa mereka juga memiliki sebagian hak terhadap wilayah yang diklaim China dengan berlandaskan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.
Hukum UNCLOS Tahun 1982 yang berisi kesepakatan mengenai batas-batas wilayah kelautan ini telah disepakati dan diratifikasi oleh 100 negara (Sunoto et al., 2023). Sehingga ketetapan tersebut dianggap sah dan diakui secara internasional. Perbedaan landasan yang digunakan antara China dan negara lainnya ini menimbulkan tumpang tindih wilayah yang akhirnya menjadi konflik sengketa wilayah.
Teritorial Strategis dan Berlimpah
Tak heran jika wilayah Laut China Selatan menjadi sengketa oleh beberapa negara. Pasalnya, wilayah ini merupakan jalur perdagangan internasional yang banyak dilewati oleh kapal-kapal baik dari Eropa ke Asia dan sebaliknya (Roza,dkk. 2013). Tentu saja aktivitas pelayaran yang tinggi ini juga akan memengaruhi perkembangan ekonomi di negara-negara dekat kawasan ini.Â
Selain itu, wilayah ini juga memiliki cadangan alam yang melimpah. Berdasarkan laporan U.S EIA (Energy Information Administration) pada tahun 2024, diperkirakan terdapat 3,6 triliun barel minyak bumi dan 40,3 kaki kubik gas alam cair yang tersimpan di Laut China Selatan. Jumlah tersebut ditemukan diluar wilayah yang dipersengketakan. Sehingga diperkirakan jumlah tersebut akan semakin meningkat pada wilayah sengketa.Â
Disini dapat terlihat bahwa peran Laut China Selatan menjadi sangat penting dan berpengaruh dari segala aspek. Mulai dari ekonomi, politik, hingga kekayaan alam. Oleh karenanya, baik China dan kelima negara pengklaim lainnya berupaya untuk mempertahankan kepentingan negaranya.Â
Eskalasi Konflik yang Berlarut
Meskipun konflik ini masih dikategorikan sebagai konflik berskala rendah, tidak menutup kemungkinan akan menjadi konflik berskala tinggi (Fajrina et al., 2020).Â
Kemajuan dan peningkatan pesat terhadap kekuatan militer China menimbulkan kekhawatiran bagi Amerika. Faktanya, Amerika beberapa kali melakukan latihan militer gabungan dengan Filipina di Laut China Selatan yang menunjukkan keberpihakannya sehingga meningkatkan ketegangan.Â
Sering kali, konflik ini juga turut mengancam kedaulatan Indonesia khususnya di area Natuna Utara yang dekat dengan wilayah konflik tersebut. Perluasan klaim china dengan menjadi sepuluh garis putus-putus (Ten Dash Line) turut memotong wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) wilayah Indonesia.Â
Bahkan China sempat melakukan ancaman kepada kapal nelayan Indonesia yang berlayar di wilayah Natuna Utara. Jika konflik ini tak kunjung mereda, maka tak menutup kemungkinan akan terjadi perang terbuka. Dimana hal ini akan sangat merugikan dan mengancam kedaulatan Indonesia.
Seperti bom waktu, konflik panjang yang semakin tensinya ini akan menjadi bencana bagi negara sekitarnya. Kedaulatan Indonesia akan terancam kestabilitasannya. Yang mana akan merugikan banyak masyarakat terkhusus di dekat area konflik. Baik secara ekonomi maupun politik
Di sisi lain sebagai negara yang nantinya akan terdampak, Indonesia tentunya memiliki peran penting dalam meredam meluasnya konflik ini. Beberapa kali Indonesia telah menjadi mediator pada konflik Laut China Selatan. Namun diharapkan Indonesia dapat lebih memberikan dampak terhadap penyelesaian konflik yang ada di Laut China Selatan. Â Â Â Â Â Â Â Â
Daftar Pustaka
Fajrina, A. N., Roziqin, A., & Sihidi, I. T. (2020). Studi Geopolitik Laut China Selatan: Data Dan Analisis Media Sosial (Geopolitical Studies Of The South China Sea: Data And Analysis Of Social Media). SAMBUTAN REDAKSI, 43, 35. Â Â Â Â Â Â
Sunoto, S. P., Fahriani, A. A., & Napang, M. (2023). Dampak Sekuritisasi Konflik Laut Cina Selatan terhadap Keamanan Maritim Indonesia. Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, 6(2), 7.Â
                                                                  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H