“Takutnya kalau gagal, bagaimana bro?” tanya si Raskut (Rasa Takut, -red)
“Gagal bagaimana maksudmu, Kut?”
“Ya kalau barangnya tidak laris? Kan toko sejenis sudah banyak coy!”
“Ya kan nanti dikasih pembedalah, istilahnya added value. Misalnya kalo beli satu dapat dua. Atau kita kasih hadiah payung indah atau piring cantik. Produk kita kualitasnya harus bagus juga!”
“Gimana kalo toko lain jualnya lebih murah?”
“Ya kita cari caralah supaya kita bisa jual lebih murah. Kita harus rajin-rajin mengamati pesaing kita. Kita nanti ngambil barang langsung di pabriknya saja. Pasti lebih murah!”
“Gimana kalo kita tidak bisa membayar utang bank tepat waktu, debt collector datang dan menghajar?”
“Ah saya ada teman kok di kepolisian. Kalo debt collector macam-macam, saya tinggal melapor ke teman saya!”
Anda lihat? Bagaimana Raskut itu bisa dengan gamblang menjelaskan apa-apa saja kendala yang sebenarnya menjadi penghalang Anda? Dalam contoh dialog di atas (percayalah, dialog semacam itu sering terjadi di kepala saya), rasa takut membimbing kita untuk mewaspadai dan mencari jalan keluar untuk hal-hal yang bisa membuat kita gagal. Rasa takut menjadi radar pendeteksi masalah. Dan dalam bisnis, Anda harus selalu bisa mendeteksi masalah untuk mengantisipasi dengan solusi yang mumpuni.
Bandingkan kalo Anda menepis rasa takut yang ada:
“Takutnya kalau gagal, bagaimana?” tanya si Raskut.