Mohon tunggu...
Elvina Widyasari
Elvina Widyasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa yang ditugaskan untuk menulis artikel

Sangat menyukai barang-barang buatan tangan. Oleh karena itu, hobi yang biasa dilakukan adalah merajut, menyulam, menggambar, dan membuat kerajinan seperti gelang dari manik-manik ataupun membuat clay tanah liat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Peran Content Creator di Era Digitalisasi dalam Mengurangi Kesenjangan Sosial

27 Oktober 2024   13:39 Diperbarui: 27 Oktober 2024   21:22 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Literasi digital adalah pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital menjadikan seseorang untuk dapat mengakses, mengevaluasi, dan menciptakan konten di lingkungan digital, sementara aspek kemanusiaan sendiri mengajak kita untuk menggunakan kemampuan tersebut secara bijak, serta dapat memahami dampak dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan di masyarakat.

Tujuan utama literasi digital yang berlandaskan kemanusiaan yaitu memanfaatkan teknologi untuk kebaikan bersama, menghargai privasi dan hak individu, serta menghindari penyebaran informasi yang salah.

Apakah digitalisasi selamanya memberikan dampak yang buruk?

Adanya literasi digital ini tentunya sangat memudahkan kita di berbagai bidang, contohnya kemudahan dalam berkomunikasi dan kemudahan dalam mengakses informasi.

Literasi digital juga mendorong masyarakat menjadi lebih kreatif dengan menciptakan konten-konten di berbagai platform sosial media, seperti youtube, instagram, tiktok, dan lain-lain. Menjadi content creator kini dianggap pekerjaan bagi masyarakat karena adsense atau 'bayaran' yang didapat dari membuat konten cukup menjanjikan.

Konten yang dibuat oleh content creator memuat tema dan topik yang berbeda-beda, mulai dari edukasi, hiburan, berita, hobi, dan masih banyak lainnya. Namun, tak sedikit pula konten yang beredar kurang baik jika diterima masyarakat, seperti ujaran kebencian, adu domba, dan berita palsu.

Content creator akan semakin terkenal jika semakin banyak orang mengakses atau menonton kontennya. Hal ini bisa ditandai dengan banyaknya viewers atau jumlah pengikut akun sosial media content creator tersebut. Seseorang dengan banyak pengikut di sosial media ini akan mendorong orang lain untuk melakukan hal serupa ketika mereka menyuarakan sesuatu. Artinya, seorang content creator dapat menjadi role model yang mampu memengaruhi pikiran dan perilaku masyarakat.

Di era digital ini, tak sedikit pula banyaknya pengikut seseorang dijadikan alat untuk berbuat kebaikan. Sebagai contoh, salah satu youtuber gaming terkenal, Windah Basudara, memanfaatkan ketenarannya untuk membuka donasi yang 100% hasilnya disalurkan untuk membangun sekolah yang kondisinya kurang layak untuk ditempati.

Sekolah yang terletak di daerah Papua Pegunungan itu, diberi nama "Sekolah Alam Bakti Toleransi". Pembangunan sekolah tersebut dilatarbelakangi oleh fasilitas belajar mengajar yang kurang memadahi. Dengan adanya proyek pembangunan tersebut, diharapkan akan membuka kesempatan bagi anak-anak di Papua untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang lebih layak.

Sama halnya dengan aksi yang dilakukan oleh Windah Basudara, seorang content creator tiktok yang terkenal oleh konten melukisnya, Erika Richardo juga membangun sekolah dengan dana yang dikumpulkan dari donasi. PAUD yang dibangun di tanah Nusa Tenggara Timur (NTT) ini diberi nama "PAUD Efata".

Kepedulian, empati, dan kerja keras Erika Richardo mengumpulkan dana hingga hampir Rp 500 jt ini, mendapat banyak dukungan dan harapan dari masyarakat agar dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap kemajuan pendidikan Indonesia.

Dari contoh aksi mulia kedua content creator tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tak selamanya penggunaan media sosial itu buruk. Kita dapat memanfaatkan adanya media sosial untuk berbuat kebaikan, salah satunya untuk mengurangi kesenjangan sosial dan pendidikan. Sebuah narasi yang sering diucapkan oleh seorang content creator youtube, Deddy Corbuzier, berbunyi "Don't make stupid people famous". Artinya, sebagai pengguna media sosial di era digital ini, kita harus pandai memilah dan memilih mana konten yang baik untuk kita terima. Pilih yang dapat mendatangkan manfaat bagi diri kita dan orang lain. Jangan sampai kita membiarkan orang yang salah menjadi terkenal, dan akan membawa pengaruh yang buruk bagi masyarakat.

Berikut penjelasan lebih jelas mengenai peran content creator dalam mengurangi kesenjangan sosial dalam bentuk video:

https://youtu.be/OO11Y1fiiLA?si=5DL19tuHpOb5a3yn

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun