Kode Etik Psikologi: Pasal 32. Iklan Diri yang Berlebihan, Contoh Kasusnya, Dan Pembahasan Dari Perspektif Islam
Isi Pasal 32: Iklan Diri yang Berlebihan.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menjelaskan kemampuan atau keahliannya harus bersikap jujur, wajar, bijaksana dan tidak berlebihan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran di masyarakat.
Contoh kasusÂ
Budi, seorang psikolog ingin membuka jasa konsultasi dan pelayan psikologi. Untuk mencapai tujuannya ini, dia menjalankan sejumlah strategi pemasaran dan promosi untuk mengenalkan klinik barunya kepada masyarakat. Upaya pemasaran tersebut mencakup iklan tertulis, promosi melalui radio, serta keikutsertaannya dalam berbagai acara publik sebagai bagian dari upaya untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kesadaran publik akan layanan psikologi yang ditawarkan. Namun karena keserakahannya, Budi melakukan pembohongan publik terkait dengan gelar dan keahlian. Ia memanipulasi data dengan iming-iming imbalan lebih dalam mengiklankan diri di publik.
Dalam hal mengiklankan diri seorang psikolog hendaklah berkata jujur, bijaksana, tidak mejelekkan rekan se-profesi dan dapat mempertanggung jawabkan kebenaran ucapannya.
Dalam upaya untuk mempromosikan diri dan melakukan pemasaran diri melalui media, seorang psikolog harus memastikan bahwa apa yang mereka sampaikan selaras dengan etika dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam kode etik. Seorang psikolog harus menjaga keseimbangan dalam promosi diri mereka, menghindari berlebihan, karena tindakan tersebut bisa berpotensi menyebabkan dampak negatif, seperti salah penafsiran oleh klien yang menggunakan layanan psikologi atau oleh masyarakat luas.
Pembahasan Berdasarkan Perspektif Islam; Ayat Al-Qur’anÂ
Pada contoh kasus, berdasarkan perspektif QS. Al-Ahzab:70
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,"