Renungan Malam
Kala sang surya perlahan menghilang di ufuk barat
menyisakan senja yang jingga
tanpa sadar
langit hitam pun perlahan membentang
sebagai isyarat kepada alam
bahwa siang kan tergantikan malam yang panjang
Kala ku terlelap ku terjaga
hati kecilku berbisikÂ
betapa mulia Maha Pencipta
pergantian singa dan malam tertata sempurna
menyadarkanku atas kebesarannya
Kini malam pun kian larut
langit hitam pun semakin kelam
ku terlarut dalam gelisah
merenung akan dosa-dosa
ku hapus sisa air mata yang menggenang
kusadari, aku telah jauh dari-Nya
kini waktunya aku kembali
Cinta Seluas Samudra
Kuhirup aroma laut yang selalu kurindukan
Jiwa ini begitu tenang kala memandang lautan
Aku iri pada hewan laut
Mereka dapat menyebrangi lautan bahkan samudraÂ
hanya dengan berenang
Pandanganku jauh menyusuri batas lautan yang tak terlihat
Karena begitu jauh dan luas
Namun aku menginginkan lebih
Aku ingin mencapai batas samudra
ketika orang lain hanya mencapai batas lautan
Seperti mencintai seseorang seluas samudra
Ketika orang lain hanya mampu mencintai sebatas lautan
Meskipun pada akhirnya Tuhan berkata lain
Kau dan aku hanya ditakdirkan untuk bertemu
Layaknya holoclin di samudra Atlantik dan laut Mediterania
Mereka memang bertemu, namun bukan untuk menyatu
Bayangmu lenyap oleh sapuan kabut malam
jiwaku turut membersamai langkah kakimu
halusinasi menguasai pikiranku
barangkali kau sedang berdiri diujung lautan itu
Kau menatap sendu ketempat ku berpijak
namun, lautan itu terlalu luas, terlalu dalam
hingga membentuk sebuah samudra
samudra itu keserakahanku dan amarahmu
bertemu untuk berteriak saling menantang
Kan kugunakan keserakahanku untuk menemuimu
bukan hasrat untuk memilikimu semata
namun jiwaku telah pergi bersamamu
tenggelam didasar lautan terdalam
lautan kebencianmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H