Mohon tunggu...
Elvina Bintang Pramukti
Elvina Bintang Pramukti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai semua! Terima kasih telah berkunjung ke laman ini!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak "Ghosting" untuk Kesehatan Mental

15 Juni 2021   11:57 Diperbarui: 15 Juni 2021   12:20 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Hallo semuanya!

Para remaja zaman sekarang pastinya sudah tidak asing lagi lah ya dengan istilah ghosting apalagi untuk kaum hawa. Banyak banget kan pasti yang menjadi korban ghosting dari kaum adam. Tapi kalian semua ngerti gak sih arti dari kata ghosting itu sendiri? Nah, disini akan dijelasin sedikit apa itu ghosting.

Ghosting berasal dari kata ghost yang berartikan "hantu". Kenapa hantu? Karena hantu suka datang secara tiba-tiba dan juga tiba-tiba entah hilang kemana. Nah, dari situlah kenapa dikatakan ghosting, karena orang yang sudah dekat dengan kita tiba-tiba menghilang entah dia pergi kemana.

Kenapa sih orang-orang suka nge-ghosting kita terutama kaum adam nih? Mungkin mereka beranggapan bahwa meng-ghosting adalah cara yang paling mudah dan nyaman untuk memutuskan suatu hubungan, mereka juga masih takut untuk membuat komitmen lebih jauh dengan orang yang dikencani, atau bahkan mereka sudah menemukan sosok yang lebih menarik dari kita? Dan bisa jadi dia juga tidak bisa mengomunikasikan cara mengakhiri hubungannya. Tapi pada umumnya penyebab ghosting, memang lebih untuk menghindari perasaan tidak nyaman. Entah tidak nyaman untuk mengakhiri atau berkomitmen lebih jauh.

Tapi hati-hati ya untuk teman-teman, karena akibat seringnya di-ghosting juga ada dampak buruknya. Ghosting tuh bisa berdampak pada kondisi Psikologi seseorang. Perasaan depresi, marah, bingung, hingga merasa tidak diinginkan mungkin akan dialami korban. Bagaimanapun, ditinggalkan tanpa penjelasan adalah hal yang membingungkan. Mengapa ghosting bisa sangat menyakitkan bagi korbannya? Jawabannya sederhana. Ditinggalkan oleh seseorang yang dipercaya atau dianggap peduli bisa membuat seseorang merasa kehilangan.

Kemudian, korban ghosting mulai merasa bahwa dirinya mengalami penolakan dan berakhir dengan mempertanyakan kepantasan diri sendiri. Nyatanya, penolakan sosial bisa menyebabkan rasa sakit yang sama dengan sakit fisik. Kalau sakit fisik bisa diobati dengan konsumsi obat tertentu, rasa sakit karena di-ghosting tidak bisa. Orang yang di-ghosting harus menerima dan merasakan sendiri dampak ghosting yang bisa berujung pada stres fisik.

Kalau sudah begitu, ghosting tidak hanya akan memicu dampak secara psikologis tapi juga pada kesehatan fisik secara keseluruhan. Korban ghosting juga bisa mengalami penurunan rasa percaya diri, merasa dibuang, tidak bisa diterima, dan menjadi tidak lagi memiliki keinginan untuk memulai hubungan di masa mendatang, baik secara romantis maupun jenis hubungan lain. Lantas, bisakah korban ghosting move on? Bagaimana caranya?

Ada beberapa cara yang bisa coba dilakukan setelah terkena ghosting, di antaranya yaitu:

  • Berikan Waktu

Dampak ghosting bisa berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya. Maka, cara terbaik untuk mengatasi kondisi ini adalah berikan waktu untuk berdamai dan bisa menerima semua yang terjadi. Sadari bahwa semua sudah berakhir dan memang harus seperti itu.

  • Jangan Menyalahkan Diri Sendiri

Korban ghosting mungkin akan menyalahkan diri sendiri. Nah, hal itu sebaiknya dihindari. Semakin menyalahkan diri, maka semakin dalam perasaan sakit yang akan terasa. Selain itu, hindari "menghukum diri" dengan cara yang berbahaya, seperti konsumsi minuman beralkohol atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

  • Habiskan Waktu dengan Keluarga

Jangan pernah merasa sendiri, jika dibutuhkan cobalah untuk menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman-teman. Dengan begitu, rasa sakit akibat ghosting mungkin bisa sedikit dilupakan.

Otak kita memiliki apa yang disebut sistem pemantauan sosial yang menggunakan suasana hati, orang, dan isyarat lingkungan untuk melatih diri merespon kondisi tertentu. Namun, ketika menjadi korban ghosting, hal itu tidak berlaku. Akibatnya orang tersebut jadi mempertanyakan diri sendiri dan merasa tidak punya harga diri. Kepercayaan diri juga ikut pupus karenanya. 

Wendy Walsh, Profesor Psikologi dari California State University menjelaskan ada empat level dari tindakan ini. Semakin dekat dan dalam hubungan yang dijalin, maka semakin tinggi levelnya. Intensitas hubungan dan kontak fisik menjadi salah satu yang berpengaruh. Meski kadarnya berbeda namun semuanya bisa mempengaruhi kesehatan emosional seseorang. 

Perasaan ditinggalkan, ditolak dan dianggap tidak berharga untuk mendapatkan penjelasan kerap dirasakan oleh korban ghosting. Tak heran jika kemudian ini berpengaruh pada semangat hidup dan suasana hati seseorang. Tindakan ini sendiri dianggap sebagai bentuk final dari silent treatment. Kondisi ini merujuk pada kekejaman emosional yang dipercaya bisa diredakan dengan obat pereda rada sakit.

Efek buruk lainnya adalah korban ghosting akan cenderung menyalahkan diri sendiri. Psikolog yang berbasis di Los Angeles ini mengatakan akan ada sejumlah pertanyaan kepada diri sendiri. 

Berbagai perasaan negatif ini kemudian membuat rasa sakitnya bertahan lama. Korban ghosting tidak hanya berkutat pada perasaan gagal move on saja. Ada kepercayaan diri yang runtuh dalam proses tersebut. Selain itu, bisa saja muncul perasaan khawatir di kemudian hari untuk bisa kembali memulai hubungan dengan orang lain.

Islam sendiri melarang adanya pemutusan silaturahim hal ini dikemukakan dalam kitab karangan Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy'ari berjudul at-Tibyan fi Nahyi an Muqatha'ah al-Arham wal Aqrab wal Akhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturahmi, Kerabat, dan Persaudaraan).

Abi Hurairah, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda Orang muslim tidak boleh memutus hubungan silaturahmi lebih dari tiga hari. Barang siapa memutuskan hubungan itu lebih dari tiga hari kemudian meninggal, maka dia akan masuk neraka (HR Abu Dawud).

Pendapat KH Hasyim Asy'ari tentang dosa besar pad hadits itu yakni bahwa memutus hubungan yang terjadi diantara kita di masa sekarang bukan demi kebaikan orang yang memutus dan orang yang diputus dan bukan pula demi kehidupan mereka, tetapi hanya mengakibatkan kerusakan bagi kedua belah pihak seperti yang sudah jelas bagi orang-orang yang berpikiran lurus maka memutus hubungan silaturahmi adalah termasuk dosa besar karena di dalamnya terdapat kerusakan agama dan dunia, iri hati dan saling marah.

Namun ada berbagai perbedaan pandangan para ulama mengenai batasan memutus tali silaturahim:

() ( ) . -- .

"Sebagian dari maksiat adalah memutus tali silaturahim. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna yang dikehendaki dari 'memutus tali silaturahim' ini. Menurut sebagian pendapat, memutus tali silaturahim sebaiknya dikhususkan pada bentuk perbuatan buruk pada kerabat. Pendapat lain menyangkal pandangan tersebut, sebaiknya memutus tali silaturahim bertumpu pada tidak berbuat baik (pada kerabat), sebab dalam beberapa hadits menganjurkan untuk menyambung tali silaturahim dan melarang memutus tali silaturahim, dan tidak ada perantara makna di antara keduanya. Menyambung tali silaturahim berarti menyambungkan suatu kebaikan, sedangkan memutus tali silaturahim adalah kebalikannya, yakni tidak melakukan kebaikan.

Bila kamu baru saja menjadi korban ghosting dan tidak bisa mengatasinya sendirian, cobalah untuk berkonsultasi dengan psikolog ya. Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga perlu dijaga dengan baik lho!

Referensi:

Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, Krisna Octavianus Dwiputra [ 2021 ]

PSIKOLOGI. Diakses pada 2021. Adakah Dampak Psikologi Akibat Terkena Ghosting?

KHUTBAH. Diakses pada 2021. Ghosting dalam Pandangan Islam

KESEHATAN MENTAL. Diakses pada 2021. Arti Ghosting Dampaknya Bagi Kesehatan Mental Menurut Ahli

 Dampak Psikologis Ghosting, Bukan Sekedar Gagal Move On. 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun