Hari masih pagi ketika seorang anak muda rimba bernama Betuwah memanggil saya sambil menunjukkan sebatang pohon yang dia panggul. Betuwah lalu menyiapkan seember air dan kayu pemukul, pohon yang dia panggul dari dalam hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) itu adalah kayu ipuh.
Dahulu, kulit kayu ipuh adalah bahan utama bagi Suku Orang Rimba untuk membuat cawot (kancut) laki-laki dan kemben untuk perempuan. Setelah Orang Rimba mengenal kain, Orang Rimba tidak lagi menggunakan kulit kayu ipuh untuk kebutuhan sandang mereka, diduga lebih dari 50 tahun Orang Rimba tidak lagi menggunakan kulit kayu ipuh untuk pakaian mereka.Â
Meskipun tidak lagi digunakan untuk kebutuhan sandang, Orang Rimba masih memanfaatkan kulit kayu ipuh untuk membuat aneka kerajinan. Kerajinan dari kulit kayu ipuh ini kadang dibeli oleh tamu yang datang ke lokasi Orang Rimba sebagai souvenir.Â
Kayu ipuh memiliki nama latin Antiaris toxicaria. Berdasarkan Wikipedia,  pohon ipuh sangat terkenal karena getahnya yang sangat beracun, yang digunakan untuk meracuni mata panah.Â
Selain itu, ipuh juga menghasilkan serat dari pepagannya, yang digunakan sebagai bahan pakaian orang zaman dahulu. Selain seratnya, kayunya juga dimanfaatkan dalam konstruksi ringan seperti penutup lantai dan kayu lapis.Â
Untuk menggunakan kulit kayu ipuh dalam pembuatan aneka kerajinan membutuhkan proses yang lama, mungkin karena alasan inilah Orang Rimba tidak lagi menggunakan kayu ipuh sebagai bahan pakaian setelah mengenal kain. Selain itu, kondisi hutan yang terus berkurang membuat populasi pohon ipuh juga berkurang.Â
Proses memukul kayu untuk melepaskan serat dari pohonnya membutuhkan kesabaran agar hasilnya bagus. Setelah serat kayu lepas dari pohonnya, serat kayu tersebut harus berulangkali melalui proses direndam air, dipukul, lalu direndam dan dipukul lagi hingga tipis.Â
Setelah tipis, kulit kayu harus dijemur hingga benar-benar kering agar tidak berjamur. Betuwah, Orang Rimba dari selatan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) membutuhkan waktu hingga lebih dari seminggu agar kulit kayu ipuh siap dimanfaatkan untuk diolah menjadi berbagai aneka kerajinan. Â Proses mengolah kulit kayu ipuh oleh Betuwah bisa dilihat di sini,Â
Tas sandang kulit kayu ipuh biasanya dibuat tanpa sambungan dan jahitan, itulah sebabnya tas dari kulit kayu ipuh selain unik juga kuat. Tas sandang dibandrol dengan harga Rp. 75.000. - Rp. 150.000. Harga tas menyesuaikan dengan harga ukuran dan model tas yang diinginkan.Â
Biasanya kerajinan anak-anak Rimba ini juga dijual dalam berbagai kegiatan pameran, atau bisa memesan langsung pada kelompok anak muda Rimba yang membuat kerajinan.Â
Souvenir berupa lembaran kulit kayu ipuh kadang saya berikan kepada teman yang datang ke Jambi. Misalnya, ketika Band Hutan Tropis berkunjung ke lokasi Orang Rimba di selatan TNBD. Jemmie Delvian, sang vokalis antusias menerima souvenir tersebut dan berencana membuat tas sendiri dari kulit kayu ipuh pemberian saya.Â
Lewat selembar kulit kayu ipuh, saya bisa melihat kesabaran dan ketekunan yang harus dilalui dalam setiap proses pengolahannya. Kesabaran yang sangat patut dihargai dan diapresiasi.Â
Elvidayanty Darkasih, Indragiri Hilir, Riau.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H