Hari masih pagi ketika Erlina, kepala puskesmas Pulau Burung di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau mendapat kabar ada pasien dengan sakit berat memaksa pulang. Erlina buru-buru ke puskesmas untuk melihat kondisi pasien tersebut, pasien dengan kanker payudara stadium 4. Tiba di puskesmas, Erlina berusaha membujuk pasien dan keluarga pasien agar tetap di puskesmas sementara waktu, dan menawarkan pasien untuk dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih baik. Namun keluarga pasien tetap bersikeras membawa pulang keluarganya yang sakit.Â
Erlina akhirnya menyerah, dan meminta keluarga pasien untuk menandatangani surat perjanjian yang isinya tidak akan menuntut pihak puskesmas jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap anggota keluarganya yang sakit. "Bawalah tabung oksigennya, kami pinjamkan saja. Kalau isinya habis, boleh datang lagi ke puskesmas." Ucap Erlina kepada keluarga pasien. Padahal, untuk mengisi ulang tabung-tabung oksigen puskesmas, petugas harus membawa tabung-tabung tersebut ke wilayah Guntung dan hanya bisa ditempuh dengan transportasi air seperti kapal barang atau speedboat.Â
"Kalau semua sudah beres, silahkanlah berkemas. Jika nanti mau balik lagi berobat kemari, silahkan datang lagi." Ucap Erlina ramah.
"Terimakasih, Bu. Kami sedang menunggu Samson." Jawab salah satu keluarga pasien.Â
Saya tidak paham apa atau siapa yang dimaksud keluarga pasien dengan Samson. Saya menjelajahi puskesmas Pulau Burung sambil memotret dan merekam video. Tak lama kemudian, saya lihat pasien kanker payudara dan keluarganya sudah pulang dengan triseda atau motor roda tiga dengan gerobak. Â
Setelah pasien pulang, Kepala Puskesmas Pulau Burung mengajak saya mengunjungi lokasi puskesmas yang baru. Erlina menjelaskan, saat ini dia cukup kewalahan karena harus mengelola dua puskesmas. Puskesmas yang baru belum bisa digunakan secara optimal karena kondisi jalan ke puskesmas tersebut masih jalan setapak, dan listrik hanya menyala mulai pukul 17.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB. Sementara di puskesmas yang lama , selain dekat dengan pemukiman warga, listrik menyala selama 24 jam karena mendapat pasokan listrik dari pabrik pengolahan minyak goreng dan santan di daerah tersebut.Â
Saya dibonceng kepala puskesmas dengan sepeda motor menuju lokasi puskesmas yang baru. Di perjalanan, dia bercerita sulitnya akses transportasi jika ingin merujuk pasien. Transportasi air tidak saja membutuhkan biaya yang mahal, namun harus menyesuaikan dengan kondisi alam seperti pasang surut air laut, juga guncangan ombak di laut apakah cukup aman untuk melakukan perjalanan.Â
"Jadi, jalan ke puskesmas yang baru ini hanya bisa dilewati dengan motor ya, Kak?" tanya saya saat dibonceng Kapus Pulau Burung yang akrab disapa Kak Eli ini. "Bagaimana mengangkut ibu hamil yang mau melahirkan?"