Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Batas Suci antara Ubin dan Telapak Kaki

10 Mei 2021   23:23 Diperbarui: 10 Mei 2021   23:26 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bunda, kalau mau berwudhu, sandal Bunda ditinggal di sini saja. Nanti, dari tempat berwudhu, sampai ke tempat shalat, Bunda bisa pakai sandal jepit yang ada di tempat berwudhu." Iksan menunjukkan tempat berwudhu di pesantren tempat dia melanjutkan pendidikan. Perempuan yang dia panggil dengan Bunda adalah adik dari ayahnya. Sejak yatim piatu, adik ayahnya inilah yang menjadi walinya dan menanggung biaya hidup dan pendidikannya.

"Tapi, sandal Bunda ini bersih, San. Dari dalam rumah, langsung naik ke mobil. Nggak ada singgah di tempat lain, langsung ke sini." 

"Aturan di pesantren seperti itu, Bunda." Ujar Iksan. "Kalau Bunda tidak mau menggunakan sandal jepit khusus berwudhu itu, nanti setelah shalat, sajadah yang Bunda pakai harus segera dicuci." 

"Loh...kok gitu?" Tanya bunda penasaran. 

"Karena kaki Bunda dianggap membawa najis kalo tidak menggunakan sandal jepit itu. Jadi, suci tidaknya kaki Bunda, memang tergantung pada sandal jepit itu."

Si bunda akhirnya menuruti permintaan keponakannya. Mengganti sandal yang dia pakai dengan sandal jepit yang disiapkan di tempat berwudhu. 

Begitulah nasib sandal jepit, kerap dianggap remeh, namun sering dijadikan patokan atas suci tidaknya seseorang. Sandal jepit akan menjaga kaki tetap suci, terhindar dari noda najis. Lantai rumah yang memisahkan antara kamar mandi dan ruang shalat bisa saja bersih, bahkan mungkin diberi pengharum, tapi belum tentu suci, belum tentu memenuhi standar thaharah (bersuci) sebagian orang. 

Jadi, janganlah menolak ketika tuan rumah meminta kita memakai sandal jepit. Jika kita shalat, bisa fatal akibatnya, shalat kita akan dianggap cacat. Si pemilik rumah bakal repot membersihkan dan mencuci bekas kaki kita yang membawa najis ke ruangan shalatnya, cuma gara-gara benda murah bernama sandal jepit. 

"Ternyata, urusan sandal jepit aja bisa serumit itu, ya?" Ucap bunda setelah melaksanakan shalat. "Di sini, sandal jepit lebih dianggap suci daripada barang mewah lainnya." 

Iksan tersenyum mendengar ucapan tantenya, "bedanya, benda mewah itu itu mungkin harus selalu dibersihkan, Bunda. Seperti sepeda antik kesayangan Bunda di rumah. Karena benda antik, jadi harus sering dirawat dan dibersihkan. Beda dengan sandal jepit, fungsinya justru sebagai membersihkan, bahkan mensucikan. Tapi begitulah, banyak orang menganggap remeh sandal jepit.  Berapalah luas telapak kaki yang tidak seukuran sepetak ubin."

Bunda manggut-manggut mendengarkan omongan Iksan. "Apakah menurutmu, Bunda juga harus menyediakan sandal jepit di rumah untuk orang yang menumpang berwudhu dan shalat?" 

"Ya nggak harus sandal jepit sih, Bunda. Kalo memang Bunda sanggup menyediakan sandal yang lebih mahal, ya tidak apa-apa. Siapa tahu, kan? Bunda gengsi ada sandal jepit murahan di rumah." Iksan menggoda tantenya. 

"Kamu ini, ngeledek bunda aja. Sandal jepit itu kan ringan dan awet, juga cepat kering.  Baiklah, nanti bunda siapin sandal jepit di kamar mandi, sandal.jepit khusus untuk ke ruang shalat." 

"Bunda kapan kesini lagi? Apa boleh aku minta dibawakan empek-empek atau kerupuk kemplang?" Tanya Iksan. 

"Bunda pikir kamu mau minta dibawain sandal jepit." 

"Kalau Bunda mau nambahin bonus empek-empek dan kerupuk kemplang ya dengan sandal jepit, aku terima dengan senang hati." Jawab Iksan sambil nyengir.

"Ya sudah, insyaallah...minggu depan kalau bunda ada waktu menjenguk kamu di pesantren, bunda siapin pesananmu. Bunda siapin yang banyak biar kamu bisa makan bareng-bareng teman sekamarmu. Yang penting kamu betah di sini, jaga kesehatan, dan jangan lupa mendoakan kedua orangtuamu."

"Aku juga akan mendoakan Bunda supaya murah rezeki, terimakasih sudah menganggap aku seperti anak Bunda."

"Aamiin... terimakasih juga sudah mengingatkan bunda soal pentingnya sandal jepit." Lalu, keponakan dan tantenya itu sama-sama tertawa 

Fungsi sandal jepit, sering dianggap perkara remeh. Padahal, diam-diam, banyak manusia yang menyimpan keinginan yang menggebu-gebu untuk merebut posisi  sandal jepit. Banyak orang menuding orang lain sebagai pelaku penodaan agama, dia bertindak seperti sandal jepit, menjadi batas "suci" antara telapak kaki dan ubin. 

Elvidayanty Darkasih, Jambi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun