Supir bis berusaha menenangkan saya, lalu memutarbalik arah mobil ke tempat terakhir mobil berhenti. Sekitar 10 kilometer perjalanan, kami menemukan warung tempat terakhir bis DAMRI berhenti sebelum Mpus hilang sudah tutup dan gelap. Saya lihat jam sudah menunjukkan lewat pukul satu dinihari.Â
Dari kejauhan saya mendengar suara Klempus dan dari sela-sela kebun sawit dia muncul menuju bis DAMRI. Berkali-kali saya berterimakasih kepada supir bis karena berbaik hati membantu saya mencari Klempus.
"Klempus kan penumpang Abang juga. Masa penumpang hilang nggak dicari.' katanya sambil tertawa. "Mpus berarti sudah hapal dengan suara mobil ini, Mba. Begitu kita sampe di warung itu, dia langsung mengejar mobil ini."Â
Sejak saat itu, tiap bepergian jauh saya selalu memasang tali tambahan di kalung Klempus. Tali itu terhubung ke tangan saya.Â
Klempus juga menjadi terkenal di antara pegawai loket DAMRI. Mereka menyebut Klempus sebagai penumpang istimewa.Â
Bagi saya, lebih murah membawa Klempus ke tempat tugas dengan tambahan biaya ongkos 1 orang daripada menitipkan Klempus di petshop. Saya tidak tega membayangkan dia selama beberapa minggu harus tinggal di dalam kandang di petshop.Â
Melihat dia nyaman meski harus naik bis selama 6 - 7 jam, juga bisa beradaptasi di tempat tugas saya, saya semakin yakin dia memang berjodoh untuk saya adopsi.
Di tempat saya bertugas, Klempus bisa bebas bermain dan banyak makhluk hidup yang bisa dia jadikan mainan.Â
Mess kantor yang terletak di pinggir Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) membuat dia leluasa bermain tanpa takut tertabrak kendaraan yang lalu lalang layaknya di kota. Seringkali saya histeris saat dia meletakkan bangkai tikus tanah, kodok, atau kadal di depan pintu kamar saya.Â