Cukup banyak orang dewasa dan remaja yang tinggal di rumah tersebut, tapi tidak ada yang punya inisiatif untuk masak saat sore? Ada dua perempuan dewasa yang tidak bekerja, ada dua anak perempuan remaja yang sudah pulang sekolah saat siang.
Piring kotor bertumpuk di teras belakang. Padahal, sebelum saya pergi keliling desa, saya sudah mencuci semua piring kotor yang ditumpuk di teras belakang.
Teras belakang rumah pak kades menghadap ke lautan luas, saya suka memperhatikan kapal yang lewat, dan sesekali sampah yang hanyut dibawa arus.
Keesokan harinya, kejadian yang sama terulang. Piring kotor semakin bertambah karena tidak ada yang mencuci.Â
"Elvi masak apa hari ini?" Tanya isteri pak kades. "Itu, Mba yang jualan keliling nungguin Elvi di luar."Â
Saya cuma menggerutu dalam hati, gila aja. Mentang-mentang saya menumpang tinggal, saya yang keluar uang untuk belanja, saya pula yang harus masak untuk anggota keluarga pak kades.Â
"Pagi ini saya ada janji ke desa tetangga, Bu." Jawab saya.Â
"Bisalah masak dulu sebelum pergi, ya? Gak nyangka Elvi pintar masak."Â
Pagi itu, saya terpaksa belanja lagi, memasak lagi, dan mencuci semua piring kotor. Sementara si ibu kades dan saudara perempuan pak kades, duduk santai di teras luar sambil mengobrol ngalur ngidul.Â
Setelah selesai makan, saya mempersiapkan bahan-bahan yang akan saya bawa untuk keliling desa. Menyiapkan kamera, perekam digital, buku tulis, alat shalat, alat mandi, juga beberapa pakaian ganti. Karena lokasi yang saya tuju lumayan jauh, saya berencana menginap di rumah penduduk.Â
"Elvi, nanti sore minta tolong pulang lebih cepat ya? Ibu minta tolong masak untuk makan malam." Ucap Bu kades saat saya mau berangkat.Â