"Nenek Sipanjang Janggut merapalkan mantra yang harus dihapal oleh pemuda miskin di hadapannya. Mantra tersebut akan membuka jalan kehidupan yang lebih baik bagi pemuda tersebut."
Tengganai Besemen, pemuka adat Suku Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) meneruskan dongeng "Nenek Sipanjang Janggut". Beberapa Anak Rimba duduk mengelilinginya, mendengarkan dengan serius.Â
Tradisi berdongeng masih dilakukan di beberapa kelompok Suku Orang Rimba. Karena tidak memiliki budaya menulis, seluruh dongeng khas Orang Rimba disampaikan dengan lisan. Selain dongeng, seloko, pantun, dan bededekiron (ritual membaca mantra) juga diwariskan secara turun temurun dengan lisan, itu sebabnya Orang Rimba memiliki ingatan yang kuat. Terutama para pemangku adatnya.Â
Pada tahun 2007, lewat tulisan Anak-anak muda Rimba yang belajar baca tulis dan hitung, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengumpulkan dan menerbitkan buku kumpulan dongeng Orang Rimba.Â
Saat saya mengelola Radio Benor FM, radio yang dibangun KKI Warsi untuk komunitas Orang Rimba, saya mencoba mengumpulkan cerita dongeng dari Orang Rimba. Saya merekam suara Orang Rimba berdongeng, dari anak-anak, ibu-ibu hingga laki-laki dewasa, semua familiar dan semangat bercerita.Â
Bedanya, jika ibu-ibu dan bapak-bapak dari Orang Rimba yang berdongeng tidak risih dengan alat perekam suara. Anak-anak Rimba justru malu jika suara mereka direkam di hadapan saya. Saya lalu mengajarkan mereka menggunakan alat perekam tersebut, lalu membiarkan mereka pergi menjauh dari saya sambil membawa perekam digital saya. Beberapa menit kemudian, mereka mengantarkan perekam tersebut. Mereka merekam sendiri suara mereka.Â
Rekaman-rekaman tersebut saya edit kembali, membuang bagian-bagian yang tidak penting, saya tambahkan latar suara dan musik yang cocok, lalu disiarkan di Radio Benor FM.Â