Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tercoreng karena Rapid Test Massal, Citra Pasar Tradisional Semakin Buruk karena Tema Iklan Pemkot Jambi

17 Juni 2020   10:00 Diperbarui: 17 Juni 2020   09:51 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan Pemerintah Kota Jambi (dok.Humas Kota Jambi)

"Aku tadi dipanggil kawan aku Rita Corona, pengen rasanya aku lempar dengan sapu. Aku bilang lah hasil aku tuh negatif Corona, jangan sembarangan nyebut orang Corona" Ucap Rita saat bertemu saya di pasar tradisional Angsoduo, Jambi. Rita adalah petugas kebersihan di pasar tradisional Angsoduo, saat menjalani karantina di Graha Lansia Kota Jambi, saya dan Rita tinggal satu kamar. 

"Tadi, Abang yang jual udang juga dipanggil begitu, padahal hasil swabnya juga dua kali negatif." Jawab saya. 

"Gara-gara rapid test itu, pasar sepi nian, sampe mau lebaran pun masih sepi. Kakak rugi 12 juta-an." Cerita Kak Roma, salah satu pedagang bawang langganan saya. 

"Biasanya, sehari aku bisa jual ayam paling sedikit 100 kilogram, kadang kalo akhir pekan bisa 150 kilogram. Sekarang, 50 kilogram aja susah." Keluh Adi, pedagang daging ayam potong langganan saya. 

"Sudah bingung apa lagi yang mau dijual, sepi nian pasar ini sejak pengumuman rapid test itu. Boro-boro mau dapat untung, balik modal aja susah." Ucap Doni, pedagang rempah-rempah dan sayuran. 

Keluhan datang tidak hanya dari pedagang dan pelaku pasar tradisional yang sempat mengikuti rapid test dan hasilnya reaktif. Hampir semua pedagang di pasar Angsoduo mengeluhkan sepinya pembeli setelah pengumuman pedagang pasar yang reaktif oleh Wali Kota Jambi yang dimuat di berbagai media. Beberapa pedagang bahkan ada yang tutup lapak dan menjual tokonya.

Di grup WhatsApp Alumni Graha Lansia, petugas karantina yang menjadi admin membagikan artikel tentang apa yang harus dilakukan orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pemantauan (PDP), dan sikap kita jika ada tetangga atau teman dengan status ODP atau PDP yang dikarantina. 

Melihat kondisi teman-teman yang dikucilkan, dan mendapat nama belakang tambahan seperti "Rita Corona" tadi, saya berkali-kali menanyakan ke admin Alumni Graha Lansia, saat Pemkot dan tim gugus tugas Covid-19 melakukan rapid test massal lalu mengumumkan nama-nama (meskipun hanya inisial) pedagang pasar yang reaktif, kapan Pemkot akan mengumumkan berapa orang yang reaktif kemarin adalah positif Covid-19. 

Ini berkaitan dengan pemulihan nama baik pedagang pasar yang dikarantina, juga kemungkinan bisa mengembalikan kepercayaan konsumen pasar tradisional. Pertanyaan-pertanyaan saya tersebut, tidak pernah digubris oleh admin Alumni Graha Lansia. Jawaban standar yang diterima hanya "kami hanya menjalankan tugas." 

Tangkapan layar grup WhatsApp Alumni Graha Lansia. (Foto : dok.pri)
Tangkapan layar grup WhatsApp Alumni Graha Lansia. (Foto : dok.pri)

Selama tiga minggu menjalani masa karantina, 11 hari dikarantina di Graha Lansia dengan kondisi penuh horor. Mengenai kondisi tempat karantina Graha Lansia, bisa dibaca di sini https://www.kompasiana.com/elvi_darkasih/5ec67169d541df675127c723/jangan-mau-di-rapid-test-tempat-karantinanya-horor dan di sini https://www.kompasiana.com/elvi_darkasih/5ec4181c097f3638f313dfc2/dear-pak-walikota-jangan-paksa-kami-tinggal-di-tempat-karantina-jika-kondisi-di-karantina-lebih-buruk-daripada-rumah-kami

Selama tiga minggu tidak punya penghasilan karena tidak bekerja, bantuan sembako yang tidak jelas pembagiannya, ada yang tidak menerima gaji karena dikarantina, ditambah pula saat pulang ke rumah dikucilkan tetangga dan nama diberi label Corona. Pemerintah Kota Jambi yang katanya khawatir pada nasib warganya, sehingga harus mengadakan rapid test massal kepada para pedagang, kenyataannya tidak peduli dan abai pada warganya. 

Tidak terlihat juga upaya maksimal dari pemerintah kota Jambi dan pengelola pasar untuk memperbaiki citra pasar tradisional. Protokol jaga jarak antar pedagang masih abai, masih banyak juga pedagang yang tidak pakai masker. Lalu lintas orang yang keluar masuk pasar Angsoduo juga bebas, tidak ada petugas yang mengukur suhu pengunjung atau pedagang pasar. 

Tidak ada petugas yang melarang orang masuk pasar jika tidak menggunakan masker. Lagi-lagi hal yang paling standar dilakukan adalah hanya mensterilkan pasar dengan menyemprotkan desinfektan di area pasar, dan meminta pedagang menggunakan masker. 

Sementara di kota lain, jika ada ditemukan pedagang pasar tradisional yang positif Covid-19, pasar tersebut akan ditutup selama beberapa hari untuk disterilkan. Protokol jaga jarak aman antar pedagang juga disiapkan dengan memberi garis batas yang jelas antar lapak pedagang. 

Lalu, entah apa maksudnya, Pemerintah Kota Jambi membuat iklan layanan masyarakat dengan mengambil angle pasar tradisional. Seakan-akan virus Corona itu paling banyak ditemukan di pasar tradisional. Tidak sadarkah pemerintah, iklan tersebut malah kian mencoreng wajah pasar tradisional? 

Iklan Pemerintah Kota Jambi (dok.Humas Kota Jambi)
Iklan Pemerintah Kota Jambi (dok.Humas Kota Jambi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun