Selama tiga minggu menjalani masa karantina, 11 hari dikarantina di Graha Lansia dengan kondisi penuh horor. Mengenai kondisi tempat karantina Graha Lansia, bisa dibaca di sini https://www.kompasiana.com/elvi_darkasih/5ec67169d541df675127c723/jangan-mau-di-rapid-test-tempat-karantinanya-horor dan di sini https://www.kompasiana.com/elvi_darkasih/5ec4181c097f3638f313dfc2/dear-pak-walikota-jangan-paksa-kami-tinggal-di-tempat-karantina-jika-kondisi-di-karantina-lebih-buruk-daripada-rumah-kami
Selama tiga minggu tidak punya penghasilan karena tidak bekerja, bantuan sembako yang tidak jelas pembagiannya, ada yang tidak menerima gaji karena dikarantina, ditambah pula saat pulang ke rumah dikucilkan tetangga dan nama diberi label Corona. Pemerintah Kota Jambi yang katanya khawatir pada nasib warganya, sehingga harus mengadakan rapid test massal kepada para pedagang, kenyataannya tidak peduli dan abai pada warganya.Â
Tidak terlihat juga upaya maksimal dari pemerintah kota Jambi dan pengelola pasar untuk memperbaiki citra pasar tradisional. Protokol jaga jarak antar pedagang masih abai, masih banyak juga pedagang yang tidak pakai masker. Lalu lintas orang yang keluar masuk pasar Angsoduo juga bebas, tidak ada petugas yang mengukur suhu pengunjung atau pedagang pasar.Â
Tidak ada petugas yang melarang orang masuk pasar jika tidak menggunakan masker. Lagi-lagi hal yang paling standar dilakukan adalah hanya mensterilkan pasar dengan menyemprotkan desinfektan di area pasar, dan meminta pedagang menggunakan masker.Â
Sementara di kota lain, jika ada ditemukan pedagang pasar tradisional yang positif Covid-19, pasar tersebut akan ditutup selama beberapa hari untuk disterilkan. Protokol jaga jarak aman antar pedagang juga disiapkan dengan memberi garis batas yang jelas antar lapak pedagang.Â
Lalu, entah apa maksudnya, Pemerintah Kota Jambi membuat iklan layanan masyarakat dengan mengambil angle pasar tradisional. Seakan-akan virus Corona itu paling banyak ditemukan di pasar tradisional. Tidak sadarkah pemerintah, iklan tersebut malah kian mencoreng wajah pasar tradisional?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H