Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasih Sayang yang Tak Pernah Berkurang

3 September 2024   14:46 Diperbarui: 3 September 2024   18:15 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi betah di pesantren. Dokpri

"Kalau ada pesantren depan rumah, disitu saja aku mesantren ya Ma, ha ha haa..... biar Mama ga ribet cari-cari aku. Kalau mama kangen, tinggal nyebrang. Kalau aku siih mesantren santai-santai saja mau dimana juga, cuma aku mikirin mama," sambil mengelus-elus kedua pipiku. Begitulah dia memposisikan, bahwa jika dia mesantren nanti yang sedih bukan dia tapi aku dan Abinya.

Acapkali juga dia merengkuh kepalaku, "Eeeuh tayaang, sini uum-uum (maksudnya: sayaang, sini cium-cium), jangan sedih, nanti cepat tua..."  Kalimat-kalimat sejenis ini sering dihujaninya untukku. Pulang dari manapun aku, entah dengan mobil atau motor, dia paling sigap membukakan pagar, dan tak pernah terlewatkan selalu keluar dari mulutnya, "Mamaa, mamaa," enyumnya merekah manis dengan gingsulnya. Dia segera menghampiriku, dan menciumiku, kadang menggendongku sambil berkata, "Capek ya?" atau "Beli apa Mamaa?" Biasanya sebelum melepas rutinitas ini, tangannya menghampiri perutku, menggelitik sambil berujar, "Eeung enduut, pelutnya enduuut, ga papa yang penting tehat. Olah laga atuh Mah," dengan cedal yang dibuat-buat, dan banyak lagi inventaris kalimat-kalimat dan adegan so sweetnya di kepalaku dan hatiku.

 Hampir dua bulan si Bungsu di pesantren. Abi-nya kadang tampak rapuh, beberapa kali tampak meneteskan air mata, bahkan pernah tersedu. Mungkin berat merelakan anak-anak terutama si Bungsu pergi. Bukan karena bungsu, tengah atau sulunya., tapi lebih karena benar-benar habis. Kala sulung pergi, masih ada abang dan bungsu, kala abang-pun pergi masih ada si bungsu. Taapi begitu bungsu pergi, rasanya benar-benar habis. 

Bersyukurnya, setiap kesempatan kunjungan, Bungsu selalu membesarkan hati Abinya. "Abi jangan sedih, ga usah banyak pikiran, ga perlu mikirin aku Bi." Kadang juga sambil memeluk erat Abinya dia menghibur "Aku betah banget dan happy disini. Pokoknya Al Kahfi is the best," Lalu memelukku  bergantian. Kata-kata ini seperti obat mujarab, sejuk seperti embun. Air mataku hampir meleleh menatap ketulusannya.

"Adik suka apanya dari Pesantren ini Nak?" tanyaku.

"Pokoknya semuanya, suasananya, guru-gurunya, suasana kelasnya, asramanya, kawan-kawannya. Terutama kakak kelas - kakak kelasnya Ma, keren banget dah pokoknya." penjelasannya panjang memerinci pokok-pokok itu.

Kalimat penilaiannya itu terasa tulus, tidak dibuat-buat, bercerita sepenuh hati sepenuh  semangat. Ini benar-benar menjadi obat. Melepas anak dalam suasana yang dia suka, dia berkenan, dia ridho. Semoga hasilnya adalah keberkahan kebaikan demi kebaikan.

Sebagai orang tua, kami sadar bahwa ini adalah takdir yang kami juga turut merencanakan, yang harus diterima dengan ketegaran dan keikhlasan. Anak-anak harus dipersiapkan menghadapi jamannya, kini dan kelak. Dan orang tua siap merelakan mereka pergi mempersiapkan hari-hari yang akan dihadapinya, meski hati ini tak sepenuhnya siap.

Kadang dada benar-benar sesak, berat, air mata tak bisa ditahan lagi. Alhamdulillah-nya hati tetap bersyukur setidaknya selalu teguh untuk meridhoi mereka menempuh kehidupannya, memperjuangkan masa depannya agar bermanfaat buat dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Aku memilih untuk tetap kuat. Karena keyakinan, keteguhan hati orang tua, akan memberikan mereka kekuatan yang sama. Doa-doa menjadi pertemuan non fisik di alam doa, doa ibu, doa ayah dan doa anak-anak memohonkan keselamatan, tercapainya cita-cita hakiki, kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Doa-doa itu saling bertemu, bersama membuka pintu arasy agar Allah berkenan mengabulkan.

Cinta seorang ibu atau ayah tak hanya tentang menjaga mereka di dekat kita, tetapi juga tentang melepaskan dengan penuh keyakinan dan keikhlasan bahwa mereka akan baik-baik saja di perantauannya. Setiap malam yang sunyi adalah kesempatan bagiku untuk mengingat betapa beruntungnya aku memiliki mereka, dan setiap hari adalah perjuangan untuk tetap kuat, karena aku tahu, mereka juga sedang berjuang di sana.  Karena meski jarak memisahkan, kasih sayang ini tak pernah berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun