IPARI Â - Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia -- organisasi profesi bagi jabatan fungsional penyuluh agama. Sejak dikukuhkan pada tanggal 26 Mei 2023 silam, tidak lama lagi akan mencapai tahun pertama kelahirannya. Pengurus Pusat bertekad menjadikan momentum ini sebagai hari lahir pertama IPARI.
Tidak jauh dari tanggal lahirnya IPARI, yaitu tanggal 22 Mei marupakan Hari Internasional untuk Keanekaragaman Hayati (International Day for Biological Diversity/IDB) sebagaimana ditetapkan oleh Konvensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Labih dari itu Menteri Agama belum lama berselang menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE.2 Tahaun 2024 tentang Pelaksanaan Tugas Penyuluh Agama dan Penghulu dalam Mendukung Program Prioritas Pemerintah, dimana salah satu amanahnya adalah tugas pelestarian lingkungan bagi penyuluh agama.
 Dengan Tema "Rawat Bumi Tebar Moderasi", Harlah pertama ini mengusung tiga kegiatan utama yang akan dilaksanakan di seluruh Indonesia, yaitu
- Gerakan Tanam Sejuta Pohon,
- Gerakan Zero Plastic
- Forum-forum diskusi: Seminar/Workshop/FGD dan sejenisnya dengan tema Teologi Lingkungan Perspektif Agama-agama di Indonesia.
Gerakan Tanam Sejuta Pohon dan Gerakan Zero Plastic bisa dilaksanakan di sekitar Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota/Wilayah, KUA Kecamatan, madrasah, rumah ibadah, makam dan lahan produktif atau sesuai kondisi masing-masing wilayah sasaran.
Kegiatan ini bertujuan 1) memberikan edukasi kepada segenap masyarakat binaan Penyuluh Agama di seluruh Indonesia akan pentingnya pelestarian lingkungan, 2) melakukan langkah nyata kontribusi dalam pelestarian lingkungan, 3) menjaga keharmonisan alam dan kehidupan sesama umat manusia.
Di tingkat Pusat IPARI, kegiatan Gerakan Tanam Sejuta Pohon dan Gerakan Zero Plastic akan dilaksanakan di Pantai Indah Kapuk Angke Jakarta Utara. Pengurus Pusat IPARI Â menanam pohon mangrove di area taman wisata mangrove bersama Bapak Dirjen Bimas Islam dan pejabat rekait.
Sedang secara edukatif informatif akan dilaksanakan webinar dengan tema "Teologi Lingkungan Perspektif Agama-agama di Indonesia" yang dapat diakses oleh seluruh Penyuluh Agama di Indonesia melalui media sosial. Pemrasaran terdiri para pemuka agama akademisi perwakilan agama-agama (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu).
Setidaknya ini merupakan simbolisasi bahwa Penyuluh Agama berperan dalam ranah aspek fisik mengembalikan ekosistem mangrove dalam konteks rehabilitasi lahan, meski hanya sebuah kontribusi kecil. Meskipun IPARI menyadari bahwa masalah ekosistem mangrove bukan semata aspek fisik, tetapi justru banyak berbagai aspek non-fisik yang menjadi faktor penentu dapat atau tidak dapatnya kegiatan rehabilitasi mangrove tersebut dilaksanakan.
Aspek-aspek non-fisik tersebut biasanya bersifat kasuistik (lokal) yang hanya bisa diidentifikasi secara langsung di lapangan. Aspek-aspek non-fisik bisa meliputi:
- Pemanfaatan ruang potensi habitat mangrove untuk tujuan lain misalnya: Kawasan pengembangan pembangkitan energi (misalnya: areal sekitar pembangkit listrik di tepi pantai membutuhkan air laut sebagai pendingin), Kawasan Keselamatan Pelayaran, Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan pengembangan infrastruktur, Pusat Latihan Militer, Konflik sosial/tenurial seperti perambahan, pengakuan sepihak (claim) atas lahan, dll.
- Konflik kepentingan implementasi pengembangan program antar sektor (kementerian/lembaga/pemerintah daerah). misalnya kebijakan pengembangan tambak ikan atau garam.
- Adanya isu keamanan (misalnya ancaman binatang buas seperti buaya, area konflik bersenjata, dll.
- Faktor alam seperti arus laut, keterjangkauan (aksesibilitas) yang rendah, dll
Ini adalah langkah kecil yang dapat dilakukan penyuluh agama diusianya yang sangat belia. InsyaAllah langkah kecil ini  memiliki potensi manfaat yang sangat besar di masa yang akan datang.Â
Happy birthday ke-1 IPARI-ku, lestarikan mangroveku. Wallahu a'lam.