Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pil Penunda Haid saat Ibadah Haji (Tinjauan Agama dan Kesehatan)

23 Mei 2023   19:52 Diperbarui: 23 Mei 2023   19:53 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: hellosehat.com

Acap kali ada kekhawatiran di kalangan perempuan yang belum menopause tidak dapat mejalankan ibadah secara sempurna akibat haid. Kehadiran haid dapat menghalalangi mereka untuk bisa beribadah semisal shalat, puasa, hadir di masjid, haji untuk rukun tertentu dan membaca Alquran. Kendatipun untuk hadir di masjid dan membaca Alquran terjadi perbedaan pendapat karena untuk kasus dan kondisi tertentu ada  yang menetapkan kebolehannya.

Perlu digarisbawahi bahwa  ibadah tentu saja tidak terbatas pada hal sebagaimana disebut di atas. Bagi mereka yang diberi dispensasi atau keringanan tidak shalat dan puasa bukan berarti lapangan ibadah telah menyempit.  Masih banyak lapangan lain yang terbuka seperti menyediakan keperluan orang yang shalat atau puasa, bersedekah, menjamu tamu, membaca atau mendengarkan hal-hal yang bermanfaat. Bahkan menghadiri shalat 'idul fitri saat haid tanpa ikut shalatpun juga amal kebajikan,  bahkan dianjurkan termasuk bagi anak-anak.

Pil Penunda Haid dan Puasa Ramadan

Dalam hal ini Syaikh Ibnu Utsaimin, seorang ulama era kontemporer pernah memberikan beberapa penjelasan diantaranya bahwa perempuan yang mendapatkan haid di bulan Ramadan, walaupun dampak dari haid tersebut mengharuskan mereka meninggalkan shalat, membaca Alquran dan ibadah-ibadah lainnya, itu adalah merupakan ketetapan Allah Swt. Maka hendaknya kaum perempuan bersabar dalam menerima hal itu semua. Nabi Saw pernah bersabda kepada Aisyah yang kala itu sedang haid, yang artinya: "Sesungguhnya haid itu adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada kaum perempuan".

Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam buku Fatawa Mu'ashirah (hlm. 550-551) menyebutkan perempuan yang mengkonsumsi obat penunda haid dengan tujuan agar puasanya sempurna di bulan Ramadan diperbolehkan. Tetapi dengan catatan obat tersebut tidak membahayakan dirinya, dan seyogianya ia meminta saran dokter. Selanjutnya puasanya tetap dikatakan sah dan diterima oleh Allah Swt.

Sementara ulama, seperti Prof. Quraish Shihab  berpendapat bahwa Allah sudah memberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan menqadha'nya di hari lain. Pahala qadha puasa Ramadan yang dilaksanakan pada hari-hari di luar Ramadan ini sedikitpun tidak dikurangi. Bahkan para perempuan yang haid itu diberikan imbalan pahala sesuai dengan niat dan tingkat tinggi rendah instensitas beribadahnya saat  tidak haid. Minum obat memang mencegah keluarnya darah, tetapi belum tentu menghilangkan stres dan gangguan. Karenanya alangkah bijaknya jika menerima keringanan itu sabagai rahmat dari Allah Swt, terlebih qadha puasa bisa dilaksanakan  sepanjang tahun.

Sumber: koleksi pribadi
Sumber: koleksi pribadi

Pil Penunda Haid dan Ibadah Haji

Berbeda untuk kasus ibadah haji bagi kaum perempuan. Tingkat masaqqah (kesulitan) lebih tinggi. Bukan semata biaya yang mahal, namun juga waktunya sangat terbatas, yang hampir tidak mungkin mengulangnya di tahun kemudian dengan waiting list yang sangat panjang dan biaya yang luar biasa mahal. Maka penggunakan obat penunda haid menjadi hal yang boleh-boleh saja dilakukan bagi perempuan produktif. Tentu saja tetap dengan pertimbangan-pertimbagan dari dokter. Karena penggunaan obat haid tidak selalu sesuai bagi semua perempuan produktif.

Pada masa Rasulullah Saw tidak ada pil penunda haid. Karenanya penetapan hukum terkait perempuan yang berhaji dengan meminum pil penunda haid itu menjadi maslah ijtihadiyah (dicarikan penetapan hukumnya). Saat thawaf umrah dan thawaf ifadhah yang merupakan rukun haji, berlaku syarat suci dari hadats, baik hadats kecil (akibat buang angin atau buang air kecil dan atau besar) maupun hadats besar (bermimpi berhubungan badan dan haid). Sedang thawaf wada' bagi yang haid bisa dikecualikan berdasarkan dalil hadits, "Manusia diperintahkan agar akhir dari pelaksanaan hajinya dengan tawaf wada' di Baitullah. Kecuali bagi perempuan haid diberi keringanan untuk tidak melaksanakannya." (HR Muslim).

Ketika Aisyah haid saat haji, Rasulullah Saw bersabda, "Lakukan segala sesuatu yang dilakukan orang yang haji selain melakukan tawaf di Ka'bah hingga engkau suci." (Muttafaqun `alaihi).

Sebenarnya tanpa pil penunda haid pun, ibadah haji bagi seorang perempuan dapat dijalankan. Asalkan sebelum haji telah mengetahui jadwal keberangkatan dan kepulangannya dan dapat menghitung kemungkinan waktu haidnya. Kemudian dengan panjangnya hari-hari berada di Tanah Suci, di mana tawaf umrah dan tawaf  ifadhah bisa ditunda dan menunggu waktu yang sesuai.

Fatwa Ulama Arab Saudi seperti Abdullah Bin Baz menyatakan bahwa meminum pil penunda haid itu dibolehkan karena hal itu bermanfaat dan maslahat.

Sementara menurut kalangan medis disarankan beberapa catatan bagi calon pengguna pil penunda haid agar memperhatikan:

1. jika memungkinkan hendaknya dilakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum berangkat untuk mengetahui adanya potensi penyakit yang mungkin akan memperberat jika si perempuan meminum pil tersebut,

2. mengingat kondisi yang berbeda perempuan satu dengan yang lain maka sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang ahli dan berpengalaman dalam memilih obat hormonal yang mempengaruhi haid;

3. gunakan obat sesuai dosis dengan tepat sesuai petunjuk dokter, jangan menambah atau mengurangi sendiri.

4. jika timbul efek samping cepat menghubungi dokter atau tim kesehatan haji yang menyertai; dan

5. upahakan saat di kendaraan lebih sering bergerak seperti berdiri atau senam ringan, berjalan setiap satu jam untuk melancarkan peredaran darah.

Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 12 Januari 1979 telah mengambil keputusan  bahwa: 

1. penggunaan pil penunda haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya mubah atau boleh; 

2. penggunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadan sebelum penuh, hukumnya makruh. Akan tetapi, bagi wanita yang sukar menqadha puasanya pada hari lain, hukumnya mubah; 

3. penggunaan pil anti haid selain dari dua hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram. Namun bila terdapat keraguan yang sangat mengganggu, dan juga keinginan agar dapat beribadah semaksimal mungkin di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi tanpa terganggu oleh datangnya haid maka meminum pil penunda haid dapat menjadi alternatif.

Kaidah syariah yang paling penting untuk diperhatikan adalah menghilangkan perasaan bersalah dengan penggunaan pil penunda haid. Perasaan itu menjadi cermin dari keraguan-raguan jiwa yang akan mengakibatkan ketidakkhusyukan dalam beribadah.

Perempuan yang menggunakan obat penunda haid sewajarnya dapat membuktikan bahwa ibadah yang dijalankan memang  jauh lebih baik. Menjadi lebih rajin ke masjid, lebih banyak waktu dengan Alquran dan tawaf sunah,  serta ibadah-ibadah lain yang menunjang upaya untuk menggapai haji yang mabrur. Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun