Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Iri dan Dengki: Sumber Tidak Bahagia (Bagian 1)

17 Mei 2023   10:52 Diperbarui: 17 Mei 2023   11:04 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian manusia kesulitan menghindarkan dirinya dari jebakan sifat iri dan dengki. Iri kepada rekan yang dinilai mendapatkan keberuntungan, seperti mendapatkan pekerjaan yang diidamkan banyak orang, naik jabatan, bisa membeli barang-barang mewah, membeli atau membangun rumah, dan sejenisnya. Kemudian melanjutkan iri dengan dengki, yaitu dengan melakukan upaya tercela.

Sebagian orang menyamakan arti kata "iri" dan "dengki"  ini, namun sebagian lagi membedakannya.

Para ulama tasawuf mendefinisikan dengki adalah suatu sifat yang timbul dari dalam hati yaitu adanya perasaan tidak senang terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada orang lain dan bercita-cita agar nikmat yang diperoleh orang tersebut menjadi lenyap.

Dalam terminology Arab, istilah hasad  diartikan iri hati dan dengki. Secara semantik hasad berarti keinginan lenyapnya nikmat atau keberuntungan  dari seseorang yang memilikinya, atau perasaan benci terhadap nikmat yang diperoleh orang lain dan menginginkan agar nikmat itu berpindah tangan kepadanya.

Ada juga yang membedakan iri dan dengki seperti ini: implementasi sifat iri  berupa sikap senang melihat orang lain susah, dan susah jika melihat orang lain senang. Sementara implementasi sifat dengki adalah serangkaian wujud perbuatan dalam upaya realisasi rasa iri yang terjadi. Contohnya seperti membiarkan orang lain celaka, menjatuhkan orang lain, dan masih banyak lagi. Artinya dengki adalah kelanjutan dari iri, atau dengki adalah iri di hati yang diwujudkan dalam sikap, perkataan atau perbuatan apapun yang tidak baik. Karena ada kala orang iri, namun dia hanya sebatas tidaak suka saja, tanpa mengekspresikan rasa tidak sukanya itu dengan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang yang dia iri.

Pada era globalisasi digitalisasi dan maraknya media sosial. Keterbukaan membuka pintunya semakin lebar, kapitalisme, materialisme dan hedonisme semakin mendapatkan lahan suburnya. Ini memposisikan sikap pamer atau flexing bergeser menjadi semacam habbit atau kebiasaan, bahkan tuntutan hidup yang akhirnya menjadi gaya hidup. Media-media platform digital mendorong orang memposting aktivitasnya yang meskipun mungkin tidak diniatkan pamer akan memicu rasa iri dan dengki seseorang. Dampaknya, orang tanpa sadar menjadi saling pamer. Ruang dan peluang untuk membuka sifat iri dan sikap mendengki makin kuat. Lama-kelamaan masyarakat akan kehilangan kepekaan terhadap sikap pamer. terjadi pembenaran karena marak dan masif dilakukan banyak orang. Ekspresi dengkipun boleh jadi berpotensi sama dengan sikap iri, karena boleh jadi juga ketidaksukaan itu diekspresikan dengan sikap menjatuhkan sosok yang dia iri kepadanya.

Ada dua sikap yang menjadi manivestasi sikap iri dan dengki pada manusia.

Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya lebih jauh berpindah kepadanya. Bahkan lebih jauh lagi tidak segan-segan melakukan upaya-upaya penghilangan atau pemindahan kenikmatan tersebut dari seseorang yang ia iri atau dengki kepadanya. Dengki yang pertama ini terlarang atau haram.

 Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap dengki kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Dengan kata lain, ghibthah adalah semacam  motivasi agar seperti orang lain dalam kebaikan. Dengki jenis ini dalam hal-hal keduniawian dibolehkan, sedang dalah hal keagamaan atau ibadah dianjurkan.

Beberapa Kisah Al Qur'an tentang Orang-orang yang Dengki

Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Swt menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, yang artinya: "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (QS. Ali Imran: 120)

Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah Swt berfirman, yang artinya: "Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka." (QS. Al Baqarah: 109)

Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf AS. Allah Swt mengisahkan dalam firmanNya, yang artinya: "(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (QS. Yusuf: 8 - 9)

Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah Swt dengan keras mencela: "Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?" (QS. An Nisaa': 54).

Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun