(Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan "SAYANG SEKALI JIKA TIDAK MELAKSANAKAN PUASA SUNNAH SYAWAL" yang ditayangkan beberapa hari sebelum ini.)
Puasa sunnah Syawal adalah puasa yang hukumnya sunnah yang dilaksanakan selama enam hari pada bulan Syawal.Â
Ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan puasa sunnah syawal:
- Jika seseorang ingin berpuasa Syawal setelah Idul Fitri, apakah sah puasanya karena belum qadha puasa Ramadan?
- Bolehkah menggabungkan dua niat qadha puasa Ramadan dan sunnah Syawal, apakah pahalanya bisa berlipat?
- Bagaimana cara berpuasa Syawal, haruskan berurutan atau bolehkan terpisah-pisah harinya selama bulan Syawal?
Pertama, terdapat perbedaan pendapat ulama dalam hal tersebut. Sebagian berpendapat bahwa tidak boleh puasa sunnah terlebih dahulu sementara masih punya hutang puasa wajib yang harus diqadha. Alasannya sebagaimana Imam Suyuthi membawakan salah satu kaedah dalam masalah ini
"Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah."
Karena itu seharusnya seorang muslim mendahulukan qadha puasanya baru kemudian puasa yang sifatnya sunnah.
Sedang ulama lain berpendapat bahwa tidak mengapa mendahulukan puasa Syawal, karena bulan ini terbatas 29 atau 30 hari saja dalam setahun, sedangkan puasa qadha memiliki peluang waktu yang lebih lama. Meskipun demikian tetap saja jauh lebih utama disegerakan selagi mampu sebelum nantinya datang Ramadan berikutnya.
Bagaimana jika seseorang menggabungkan niatnya, puasa qadha Ramadhan sekaligus puasa Syawal? Bahkan ada yang menanyakan bagaimana dengan tiga niat sekaligus? Misalnya niat puasa qadha, sekaligus niat puasa syawal, bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, sehingga niatnya bertambah lagi niat puasa sunnah Senin atau Kamis juga.
Kedua, menggabungkan dua niat  dalam satu ibadah di kalangan ulama dikenal dengan istilah tasyrikunniyat ( ). Ada beberapa ketentuan mengenai penggabungan niat ibadah fardhu dengan sunah.
- Keduanya dianggap sah, misalnya niat mandi junub sekaligus mandi sunah sebelum berangkat salat Jum'at atau 'Id. Contoh lain niat puasa qadha dengan puasa Arafah. Haji Qiran adalah termasuk menggabungkan niat atau ibadah yang keduanya diaanggap sah, yaitu haji sekaligus umroh. Ibadah fardhu saja yang dianggap sah, misalnya niat haji wajib dan sunah.
- Ibadah sunah saja yang dianggap sah, misalnya niat mengeluarkan zakat dan sedekah dengan segenggam beras. Karena segenggam beras tidak memenuhi syarat zakat, maka sedekahlah yang dianggap sah.
- Keduanya tidak dianggap sah, misalnya seseorang makmum masbuq (yang terlambat mengikuti imam) menggabungkan takbiratul ihram dengan takbir ruku' atau takbir intiqal -- perpindahan dari satu posisi/gerakan ke posisi/gerakan lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ada tiga pendapat:
- Puasa qadha yang digabung dengan puasa Syawal, keduanya dianggap sah. Pendapat ini didukung oleh ulama Malikiyah dan mayoritas ulama Syafi'iyah.
- Menggabungkan niat puasa enam hari di bulan Syawal dengan qadha Ramadhan menyebabkan salah satu puasa saja yang dianggap sah. Pendapat ini adalah pendapat Ulama Hanabilah.
- Tidak diperbolehkan menggabungkan dua niat. Pendapat ini didukung oleh sebagian ulama Syafiiyah dan suatu riwayat ulama Hanabilah.
Bagaimana niat bagi yang menyakini pendapat yang menyatakan boleh menggabungkan puasa qadha Ramadan dengan sunah Syawal? Bukankah setiap amal bergantung pada niatnya?
Kitab Baghiyah al-Mustarsyidin dalam pembahasan ini merangkum pendapat para ulama sebagai berikut:
- Menurut Ibnu Hajar, orang yang mengqadha puasa bisa mendapat dua pahala dengan syarat diniati puasa qadha sekaligus juga puasa Syawal.
- Menurut Imam Romli, orang yang hanya berniat mengqadha puasa di bulan Syawal bisa mendapat pahala sunah syawal meskipun tidak berniat sekaligus puasa Syawal.Â
- Menurut Abu Mahromah  berniat puasa qadha tidak bisa digabung dengan puasa syawal.
Ketiga, bagaimana cara berpuasa Syawal, haruskan berurutan atau bolehkan terpisah-pisah harinya selama bulan Syawal?
Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya: "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang tahun" (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak, yakni bulan Syawal. Akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari tentu saja lebih utama berdasarkan firman Allah Swt yang artinya :Â
"..Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)" (Alquran Surat Thaha : 84)
Dalam Surat Al-Maidah ayat 48 juga disebutkan:
 yang artinya "..maka berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan".Â
Kebaikan dimaksud adalah kebaikan yang sesuai dengan ajaran agama.
Ini  menunjukkan kutamaan bersegera atau berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Kita tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa syawal secara terus menerus, akan tetapi bila terus menerus selama enam hari hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah Saw dan firman Allah Swt tadi. Wallahu a'lam.
Sumber Rujukan:
1).Kitab Fathul Bari Ibnu Hajar Al Asqolani Jilid 11
2) Kitab Nihayatuz Zain hal 197
2)Islam Tanya & Jawab, Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H