Dalam dunia pendidikan, membangun keterampilan kolaborasi di kalangan peserta didik menjadi aspek penting. Sebab keterampilan kolaborasi menjadi salah satu keterampilan abad 21 yang wajib diajarkan. Keterampilan ini tidak hanya diperlukan dalam dunia kerja, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat yang menuntut kemampuan untuk bekerja sama dan menghargai perbedaan. Salah satu mata pelajaran yang sangat relevan dalam mengembangkan keterampilan kolaborasi adalah Pendidikan Pancasila. Mata pelajaran ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai luhur bangsa yang tercermin dalam Pancasila, seperti gotong royong, keadilan sosial, persatuan, dan kemanusiaan.
Namun, tantangan utama bagi para pendidik adalah bagaimana mengajarkan nilai-nilai tersebut dengan cara yang menarik dan dapat diterapkan langsung oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran yang hanya berfokus pada ceramah dan hafalan tidak lagi cukup untuk membentuk karakter yang Pancasilais. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif dan kolaboratif. Berikut merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, dan efektif untuk pengajaran keterampilan kolaborasi.Â
Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Model ini menekankan pentingnya kerja sama antar peserta didik dalam tim untuk mencapai tujuan bersama. Dalam TGT, peserta didik dikelompokkan ke dalam tim yang heterogen berdasarkan kemampuan akademik, gender, dan latar belakang. Tujuannya adalah agar setiap anggota kelompok saling mendukung dan mengandalkan satu sama lain dalam memecahkan masalah.
Manfaat dari penggunaan model TGT dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila antara lain: 1) Mengembangkan Rasa Tanggung Jawab, dalam TGT, setiap peserta didik bertanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keberhasilan tim. Â 2) Mendorong Partisipasi Aktif, hal ini karena peserta didik akan mendapatkan poin berdasarkan hasil turnamen, mereka termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. 3) Memupuk Sikap Kompetitif yang Sehat, kompetisi dalam TGT dilakukan dalam suasana yang sehat, karena keberhasilan individu ditentukan oleh kerja sama tim. Â 4) Mengasah Keterampilan Komunikasi, kolaborasi yang efektif memerlukan keterampilan komunikasi yang baik. Dalam TGT, peserta didik didorong untuk saling berbagi informasi, berdiskusi, dan menyampaikan pendapat dengan cara yang konstruktif.
Adapun Langkah-langkah pembelajaran pada model Teams Games Tournament menurtu Santosa dimulai dengan penyajian kelas, pendidik menyampaikan dan menyajikan materi pembelajaran secara singkat. Kedua, pembagian tim, peserta didik di kelas dibentuk menjadi kelompok kecil secara heterogen. Pendalaman materi terjadi dalam langkah ini sebelum melakukan permainan turnamen. Ketiga, Turnamen, pendidik akan memberi tantangan berupa permainan, dapat berupa permainan siapa cepat dia dapat dengan menjawab soal yang diberikan skor per soal, atau memberikan permainan lain seperti puzzle, teka-teki silang, atau kartu domino yang diselesaikan dalam waktu tertentu. Terakhir, Penghargaan kelompok, langkah ini digunakan untuk memberi penghargaan kepada kelompok yang menang. Penghargaan ini dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk bersaing secara sehat. Penghargaan dapat berupa hadiah, atau tambahan nilai oleh pendidik.Â
Penggunaan model Teams Games Tournaments (TGT) dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila memberikan banyak keuntungan, terutama dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik. Model ini tidak hanya membuat pembelajaran menjadi lebih interaktif dan menyenangkan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Pancasila secara lebih mendalam melalui kerja sama dan tanggung jawab bersama.
Role Play adalah metode pembelajaran yang memanfaatkan simulasi peran sebagai sarana bagi peserta didik untuk lebih memahami dan meresapi konsep yang diajarkan. Dalam konteks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), metode ini sangat efektif karena memungkinkan peserta didik untuk langsung mengalami dan menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Penggunaan metode role play juga menjawab tantangan era modern yang menuntut keterampilan kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah.Â
Metode role play menempatkan peserta didik sebagai aktor dalam situasi simulatif, misalnya, mereka bisa berperan sebagai pemimpin yang mengambil keputusan, anggota masyarakat yang menghadapi masalah sosial, atau wakil rakyat yang memperjuangkan kebijakan tertentu. Dengan berperan aktif dalam simulasi, peserta didik tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktek langsung penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata.
Adapun langkah-langkah pembelajaran model role play terdiri dari 1) Persiapan skenorio: persiapan ini melibatkan kerja sama dari setiap peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Skenario disesuaikan dengan topik pelajaran yang sedang dibahas. 2) Pem Pembagian peran, misalnya, dalam simulasi sidang DPR, beberapa peserta didik dapat berperan sebagai pemimpin sidang, anggota legislatif, atau tokoh masyarakat. 3) Pelaksanaan role play, peserta didik akan memerankan perannya sesuai dengan skenario. 4) Refleksi dan diskusi, pada bagian inilah peserta didik bersama dengan guru merefleksikan pengalaman dan pengetahuan yang mereka dapat selama proses role play. 5) penilaian, penilaian ini bukan hanya tentang pemahaman pada materi namun juga keterampilan dan sikap selama proses pembelajaran.Â
Keunggulan dari penggunaan role play dalam pembelajaran adalah pembelajaran menjadi lebih aktif dan interaktif, meningkatkan keterampilan sosial dan kolaborasi peserta didik, memudahkan peserta didik dalam memahami materi, dan dapat mendorong pemecahan masalah dari peserta didik.Â
Sedangkan kekurangan dari penggunaan role play dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran akan berlangsung lebih lama dan panjang, sehingga terkadang dalam pelaksanaannya memakan waktu banyak, tidak semua peserta didik terlibat secara optimal, sehingga guru perlu betul-betul mengawasi setiap peserta didik dengan cermat, dan sulitnya dalam melaskanakan penilaian sikap dan keterampilan, karena membutuhkan beberapa aspek yang sesuai dan objektif.Â
 Namun, dalam peningkatan keterampilan kolaborasi, role play dapat menjadi solusi yang efektif karena melibatkan kerja sama dari setiap peserta didik agar saat memainkan peran sesuai dengan skenario yang telah dibuat.Â
- Group Investigation
Model pembelajaran group investigation dicetuskan pertama kali oleh Hobert Thelan dan dikembangan oleh Sharan. Model pembelajaran Group Investigation adalah proses belajar kooperatif di mana peserta didik bekerja dalam kelompok untuk mencari informasi, gagasan, atau solusi dari berbagai sumber yang relevan dengan materi pembelajaran dengan mengevaluasi dan menggabungkan informasi yang diperoleh secara bersama-sama.Â
Model pembelajaran GI dapat memperkuat keterampilan komunikasi, pengambilan keputusan, serta meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kelompok. peserta didik diajarkan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisisnya, dan mencari solusi bersama, yang selaras dengan tujuan PKn untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang kritis, bermoral, dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran group investigation adalah: 1) guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen, 2) Â Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan, 3) Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk memanggil materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya, 4) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam kelompoknya, 5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya, 6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya, 7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan, 8) evaluasi.Â
Kelebihan model pembelajaran group investigation menurut slavin adalah dapat memotivasi belajar peserta didik lebih besar karena rasa tanggung jawab bersama, kelompok lebih mudah melihat kekurangan-kekurangan untuk segera diperbaiki, dalam kelompok lebih banyak orang yang memikirkan kendala yang dihadapi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu topik, mengembangkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain, mengembangkan bakat kepemimpinan (leadership) yang baik kepada siswa.Â
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran group investigation adalah dalam kelompok sering hanya melibatkan siswa yang mampu, sulit mengelola kelas karena pengaturan tempat duduk yang tidak teratur, terkadang banyak waktu terbuang apabila guru tidak mengelompokkan siswa secara merata, karena siswa yang kurang mampu akan lebih lama berproses dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, Keberhasilan metode ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok
Dalam kolaborasi, peserta didik belajar untuk menghargai perbedaan pendapat, menjaga persatuan kelompok, dan bertanggung jawab atas keberhasilan kolektif, yang mencerminkan komitmen terhadap persatuan dan integritas bangsa. Kultur demokrasi yang berkeadaban juga dapat ditumbuhkan melalui kolaborasi, di mana peserta didik dilatih untuk mempraktikkan kebebasan berpendapat, kesetaraan peran dalam kelompok, toleransi terhadap perbedaan, dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan bersama. Keterampilan kolaborasi ini mendukung pembentukan karakter yang demokratis dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga penerapan model Group Investigation memiliki peran yang signifikan dalam peningkatan dan pengembangan keterampilan kolaborasi peserta didik dalam pembelajaran.Â
 Model pembelajaran TGT, Role Play, dan GI dapat menjadi alternatif bagi pendidik yang ingin membiasakan keterampilan kolaborasi pada peserta didik. Dengan ketiga model ini pula, pembelajaran pendidikan pancasila akan terasa tidak monoton dan membosankan. Sebab, banyak materi dalam mata pelajaran pendidikan pancasila perlu dikemas dengan baik oleh peserta didik, sehingga pembelajaran akan lebih efektif, bermakna, dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dari peserta didik. Lingkungan belajar di kelas sangat perlu dibangun senyaman dan seinteraktif mungkin, sehingga peserta didik pun akan memiliki motivasi belajaran yang baik.Â
Ditulis oleh:
Elvi Nurhidayati, Krishna Parama Nanda, Aulia Rizki Abdiningrum
Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2024 Universitas Ahmad Dahlan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H