Mohon tunggu...
Aciek Rangkat
Aciek Rangkat Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Rangkater http://acikrangkat.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[UDF-13] Pojok Baca Rangkat

30 November 2013   16:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Belum menjadi sesuatu yang luar biasa, tetapi cukup berarti untuk memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, dan suatu saat nanti dengan  didasari ketulusan dan kebulatan tekad membantu sesama, semoga akan menjadi lebih besar dan lebih bermanfaat" gumamku ketika melihat dokumentasi kegiatan Desa Rangkat  setahun yang lalu di daerah Tangerang.

"Aciiiiikkkkkkkkkkkkkkkkkk!!!!!!!! Busyettt dah nih anak, yang lain pada sibuk nyiapin pilkades buat besok, ehhh kamunya  malah enak-enakan duduk di sini sambil liatin foto. Kagak sopan banget ye kamu  tuh. " Suara  bising kayak knalpot khas si ratu bawel desa rangkat langsung mendadak membuat pagi dan secangkir kopiku berasa hambar dan tak berasa.

"Siallll, dia lagi. Lama - lama gendang telingaku pecah nih, kalo tiap kali ketemu sama dia diteriakin mulu." Gerutuku sambil menutup album foto dan langsung pasang muka masam depan mbak Fitri si ratu bawel rangkat.

" Kenapa sih mbak, tiap kali ketemu sama aku, teriak mulu, kayak neriakin maling aja. Masih mending kalau suaranya enak didengar. Ini, udah suaranya cempreng, kayak knalpot lagi. " gerutuku masih terlihat kesal.

"Hahahahahaha....... Ah  Cik, cuma kamu  aja tuh yang bilang kalau suaraku  cempreng kayak knalpot"  balas mbak Ffitri terlihat pede sambil sedikit memainkan jilbab warna ungunya.

" Eh, Cik, kamu lagi liatin apaan sih tadi? Kayaknya kok serius banget? " Tanya mbak Fitri penasaran

" Ohhh... foto - foto pas kegiatan rangkat di Tangerang mbak Fit.  Kalau aku ngga salah ingat, setahun yang lalu. Kegiatan "Pojok Baca Rangkat" di Tangerang. " jelasku sambil menerawang menatap ke luar jendela  ruangan kerjaku.

Penjelasan singkatku, membuat rasa penasaran mbak Fitri semakin berlanjut, sehingga menggerakkan tangannya untuk mengambil album foto yang tadi aku letakkan di atas meja kerjaku.  Sepintas aku perhatikan, dia tersenyum penuh arti melihat lembar demi lembar album foto tersebut.  Sesekali dia bergumam. Tapi aku tidak begitu mendengarnya. Gumamannya pun tak begitu jelas terdengar.

"Hemm...kalau tiap tahun desa kita mengadakan kegiatan seperti ini, mantap, Cik!!!!! Nah, desa kita kan sedang ada hajatan nih, mau ada perhelatan pilkades. Bagus juga nih, kalau misalnya kegiatan seperti ini dimasukkan ke salah satu program kerja mereka. Giman, cik??? Ideku brilliant kan???? " sikap belagunya selalu saja  membuatku jengah, walaupun kadang - kadang idenya lumayan brilliant juga.  Akupun hanya menganggukkan kepala tanda setuju dengan ide yang ada di kepalanya.

"Tapi, mbak... nantinya, kalau benar - benar  terealisasi bisa bikin 'pojok baca rangkat"  tiap tahunnya, plisss banget dah, jangan dijadiin ladang bisnis yak.... Pliissss banget mbak... " ucapku dengan nada agak sedikit serius dan sedikit  mengiba, walaupun dalam hati, aku tertawa puas bisa buat dia dongkol dengan ucapanku barusan.

"Sialan...!!!!!" dengan lincahya tangan mbak fitri menjitak kepalaku.  Aku pun hanya bisa meringis kesakitan dan tertawa geli, melihat perubahan raut mukanya.

"Eh, Cik. Cerita dikit dong, pojok baca rangkat tahun lalu. Waktu itu aku masih sibuk merantau jualan baju, jadi kagak tau dah, kalau di desa ada kegiatan semacam ini." Kali ini, raut mukanya menandakan, kalau dia lagi butuh jawaban yang serius, bukaan candaan, apalagi ejekan.

Dengan pasang tampang serius pula, aku berusaha menjelaskan dengan singkat, dan sesederhana mungkin bahasanya, secara, mbak fitri terkadang kurang bisa mencerna apa yang sedang dibicarakan.  Dan hal - hal semacam itu sudah menjadi rahasia dapur umum desa rangkat.

"Jadi begini, mbak fitri. Pojok baca rangkat ini merupakan inisiatif dari salah satu warga kita sendiri. Waktu itu, dia sedang dinas di derah tangerang untuk beberapa hari. Nah, selama dia bertugas di sana, dia melihat ada yayasan yatim piatu yang butuh bantuan untuk pengembangannya. Nah, sekembalinya dia ke desa rangkat, dia ke kantor desa dan membicarakan hal ini lebih serius dengan perangkat desa. Dan gayung pun bersambut.  Tidak hanya perangkat desa saja yang setuju, tapi semua warga juga support akan rencana kegiatan ini. karena, konsep bantuan di awal kita adalah mendirikan semacam perpustakaan di sana, di mana dilihat sangat positif pengaruhnya untuk perkembangan anak - anak yang ada di yayasan tersebut, jadi, segera kami mensoundingkan ke semua warga  untuk ikut berpartisipasi dengan cara menyumbangkan buku -buku, baik buku  bekas maupun buku baru. Tentunya buku - buku yang dimaksud adalah buku - buku yang mendidik.  Nah, singkat cerita, dengan dukungan para warga rangkat, lahirlah pojok rangkat ini mbak fitri " penjelasan singkatku semoga tidak  membuat mbak fitri berfikir keras untuk mencerna semua yang telah aku sampaikan. Dan ini terlihat dari anggukan kepala yang mengesankan bahwa dia telah paham dengan penjelasanku barusan.

"Nah, aku punya mimpi mbak, setiap tahun entah di belahan daerah mana, desa rangkat dapat menelurkan pojok baca rangkat seperti yang telah ada di tangerang. Tidak harus besar, tapi paling tidak bisa memberikan manfaat bagi yang membutuhkan " ucapku sambil menerawang jauh ke luar jendela.

"Aamiin. Semoga Cik. Berawal dari angan dan mimpi, semoga Tuhan mendengar dan menjadikannya nyata. " terdengar suara penuh keyakinan dari mulut mbak fitri, menambah pula rasa optimisku bahwa suatu saat,  entah kapan, akan  ada pojok baca rangkat yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun