"Sialan...!!!!!" dengan lincahya tangan mbak fitri menjitak kepalaku. Â Aku pun hanya bisa meringis kesakitan dan tertawa geli, melihat perubahan raut mukanya.
"Eh, Cik. Cerita dikit dong, pojok baca rangkat tahun lalu. Waktu itu aku masih sibuk merantau jualan baju, jadi kagak tau dah, kalau di desa ada kegiatan semacam ini." Kali ini, raut mukanya menandakan, kalau dia lagi butuh jawaban yang serius, bukaan candaan, apalagi ejekan.
Dengan pasang tampang serius pula, aku berusaha menjelaskan dengan singkat, dan sesederhana mungkin bahasanya, secara, mbak fitri terkadang kurang bisa mencerna apa yang sedang dibicarakan. Dan hal - hal semacam itu sudah menjadi rahasia dapur umum desa rangkat.
"Jadi begini, mbak fitri. Pojok baca rangkat ini merupakan inisiatif dari salah satu warga kita sendiri. Waktu itu, dia sedang dinas di derah tangerang untuk beberapa hari. Nah, selama dia bertugas di sana, dia melihat ada yayasan yatim piatu yang butuh bantuan untuk pengembangannya. Nah, sekembalinya dia ke desa rangkat, dia ke kantor desa dan membicarakan hal ini lebih serius dengan perangkat desa. Dan gayung pun bersambut.  Tidak hanya perangkat desa saja yang setuju, tapi semua warga juga support akan rencana kegiatan ini. karena, konsep bantuan di awal kita adalah mendirikan semacam perpustakaan di sana, di mana dilihat sangat positif pengaruhnya untuk perkembangan anak - anak yang ada di yayasan tersebut, jadi, segera kami mensoundingkan ke semua warga untuk ikut berpartisipasi dengan cara menyumbangkan buku -buku, baik buku bekas maupun buku baru. Tentunya buku - buku yang dimaksud adalah buku - buku yang mendidik. Nah, singkat cerita, dengan dukungan para warga rangkat, lahirlah pojok rangkat ini mbak fitri " penjelasan singkatku semoga tidak membuat mbak fitri berfikir keras untuk mencerna semua yang telah aku sampaikan. Dan ini terlihat dari anggukan kepala yang mengesankan bahwa dia telah paham dengan penjelasanku barusan.
"Nah, aku punya mimpi mbak, setiap tahun entah di belahan daerah mana, desa rangkat dapat menelurkan pojok baca rangkat seperti yang telah ada di tangerang. Tidak harus besar, tapi paling tidak bisa memberikan manfaat bagi yang membutuhkan " ucapku sambil menerawang jauh ke luar jendela.
"Aamiin. Semoga Cik. Berawal dari angan dan mimpi, semoga Tuhan mendengar dan menjadikannya nyata. " terdengar suara penuh keyakinan dari mulut mbak fitri, menambah pula rasa optimisku bahwa suatu saat, entah kapan, akan ada pojok baca rangkat yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H