Kemarin, Minggu (20/03) motoGP seri ke 2 berhasil digelar di Pertamina Mandalika International Street Circuit, Lombok NTB. Selain berita Miguel Oliveira dari KTM Red Bull yang berhasil menempati podium pertama, salah satu hal yang juga banyak dibicarakan khususnya di jagat maya Indonesia adalah keberadaan dan aksi "pawang hujan" di arena balap.
 Aksi "Rara" Raden Roro Istiati Wulandari sang pawang menjadi bagian dari pembincangan dunia motoGP secara nasional, bahkan internasional. Lalu bagaimana kita melihat hal ini?
Rara Istiati dan Hujan di Mandalika
Menurut informasi, Rara diminta oleh Mandalika Grand Prix Association (MGPA) dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) untuk menjadi pawang hujan di area Sirkuit Mandalika dalam durasi waktu yang ditentukan.Â
Dilansir oleh beberapa media online, Rara dikabarkan mendapat gaji 5 juta perhari dengan masa tugas selama 21 hari sejak proses pengaspalan ulang dilakukan. Jika dikalkulasi, totalnya mencapai 105 juta Rupiah.Â
Sebuah nilai yang cukup fantastis. Belakangan diketahui ia juga dulu menjadi pawang hujan saat Asian Games 2018 berlangsung, bahkan untuk beberapa agenda lain. Artinya ia bukan orang baru. Aksi seperti ini juga bukan hal yang baru di tengah-tengah kita orang Indonesia, sering terjadi di berbagai daerah.
Aksinya pun sontak menuai pro dan kontra. Pihak yang pro menyatakan bahwa itu bagian dari kearifan lokal Indonesia, sesuatu yang sudah lama berlangsung di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.Â
Sementara pihak yang kontra menganggap itu sebagai praktek musyrik serta menyebut ini praktek perdukunan. Selanjutnya banyak yang kemudian menghubungkan dengan keyakinan agama/kepercayaan yang dianut masyarakat di Indonesia. Menurut irnfomasi di Google, Rara adalah seorang penganut Kejawen, salah satu agama/kepercayaan mula-mula di Indonesia.
Lalu mengapa hari ini aksi pawang tersebut menjadi sesuatu yang diributkan banyak orang? Itu tidak dapat dilepaskan dari sorotan kamera dan masifnya informasi di sosial media. Jika selama ini kita mengenal keberadaan pawang yang konon katanya dikerjakan secara tersembunyi dan bersifat rahasia, justru di perhelatan balapan motor kali ini nampak terpampang secara nyata di depan mata banyak orang.Â
Selain itu ada anggapan bahwa semestinya event-event internasional seperti ini tidak perlu dibumbuhi dengan hal yang bersifat mistis, bahkan sampai menelan biaya yang cukup besar. Tidak sedikit juga orang yang mengatakan bahwa itu tidaklah ilmiah, tidak dapat dihitung secara saintifik.