Mohon tunggu...
El SyifaPutri
El SyifaPutri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis-penulis Milenial

14 Mei 2019   14:32 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:22 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram/@hujan_mimpi

Siapa yang tidak mengenal Hilman Hariwijaya? Lelaki penulis novel angkatan 1980 -- 1990-an ini terkenal dengan karyanya yang berjudul "Lupus". Novel Lupus yang terbit pada tahun 1990 ini menjadi salah satu novel terfavorit remaja saat itu. 

Memasuki abad ke-21 penulis angkatan 2000-an pun mulai bermunculan ditandai dengan terbitnya buku "Leksikon Susastra Indonesia" pada tahun 2000. Salah satu penulis angkatan 2000-an yang muncul saat itu adalah Andrea Hirata. 

Andrea Hirata dengan novelnya "Laskar Pelangi" dan "Sang Pemimpi" berhasil memberi pengaruh signifikan terhadap perkembangan sastra Indonesia. Karya-karyanya pun berhasil diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. 

Bukan hanya Andrean Hirata, penulis lain seperti Dewi Lestari, Tere Liye, Ahmad Fuadi, Habiburahman El Shirazy, dan Cucuk Espe pun ikut meramaikan perkembangan sastra Indonesia. Tak dipungkiri, karya-karya mereka memberi motivasi tersendiri bagi penulis-penulis di era milenial ini.

Pada era milenial ini, perkembangan sastra Indonesia pun semakin pesat. Para penulis era milenial ini mempunyai gaya tersendiri dalam menarik perhatian remaja. Remaja saat ini, lebih tertarik pada karya-karya seni yang identik dengan suasana santai, senja sore hari, hujan, kopi, puisi, dan hal-hal lain yang mereka sebut aestetik. 

Penulis milenial saat ini pun menarik perhatian remaja dengan membuat hal-hal yang mereka sukai. Seperti halnya Fiersa Besari. Rasanya nama Fiersa Besari ini sudah sangat akrab di telinga para remaja. Siapa yang tidak mengenal lelaki pencipta dan pelantun lagu "Waktu Yang Salah" yang akhir-akhir ini ramai di telinga para remaja?

Fiersa adalah seorang musisi muda bergaya indie dari Bandung. Awalnya fokusnya adalah hanya menjadi seorang musisi, tetapi setelah mengelilingi Indonesia mencoba untuk mencari jati diri dan memahami arti dari sebuah perjalanan ia memutuskan untuk menuangkan semua pengalamannya dalam tulisan. Buku pertamanya yang berjudul "Garis Waktu" berhasil terjual hingga 10 eksemplar. 

Mulai dari situlah ia membuat tulisan-tulisan lainnya hingga terbitlah buku keduanya berjudul "Konspirasi Alam Semesta". Buku ini sangat menarik karena kita tidak hanya menikmati tulisan-tulisan karyanya, kita juga dapat menikmatinya dalam bentuk musikalisasi puisi yang dikemas dalam bentuk MP3. 

Pada pembatas buku "Konspirasi Alam Semesta" terdapat sebuah barcode yang bisa kita scan dan dari situ kita akan mendapatkan link download puisi-puisi yang tersaji dalam bentuk musikalisasi puisi.

bukukita.com
bukukita.com

Buku ketiganya yang merupakan spin-off dari buku sebelumnya juga tak kalah popular berjudul "Arah Langkah" dan buku keempatnya yang berjudul "Catatan Juang". 

Buku kelimanya yang berjudul "11:11" dikemas dengan cara yang sama seperti pada buku keduanya. Selain pembatas buku yang dilengkapi barcode kita juga akan menemukan sebuah kaset yang terselip di dalamnya. 

Kaset tersebut berisi lagu-lagu indie karyanya yang senada dengan isi buku tersebut. Hal ini tentunya sangat menarik perhatian para remaja milenial. Mereka bisa membaca buku dengan santai dan sambil mendengarkan musik melalui MP3nya. 

Lagu-lagunya bahkan sudah dirilis dalam bentuk album dan juga tersedia di aplikasi pemutar musik seperi Joox dan Spotify. Sehingga walaupun mereka tidak mempunyai barcodenya mereka bisa mengaksesnya dengan internet.

Bukan hanya Fiersa Besari, penulis lain yang tak kalah menarik dalam memancing minat para remaja adalah Stefani Bella dan Syahid Muhammad. Mereka berdua berkolaborasi menulis dua buah karya sekaligus yang berjudul "KALA" dan "Amorfati". 

Kedua buku itu saling berkaitan, jadi jika belum membaca "KALA" maka tidak akan mengerti jalan cerita "Amorfati". Dalam mempromosikan buku tersebut, mereka memberi kesempatan pada salah seorang teman mereka yang akrab disapa Bemandry untuk menciptakan soundtrack dari kedua novel tersebut. 

Munculnya soundtrack berjudul "Saka dan Lara" yang mana merupakan tokoh dalam novel tersebut tentunya sangat menarik perhatian para remaja. Bukan melodinya yang lembut, liriknya pun sangat mengena di hati para remaja karena tidak jauh dari seputar kehidupan mereka.

Selain menciptakan karya novel colab, mereka juga mnulis buku mereka masing-masing. Syahid Muhammad yang akrab disapa Bang Iid ini terkenal dengan gaya penulisan ceritanya yang sangat detail tentang kehidupan para remaja. 

Kiranya hampir setiap hal kecil yang jarang kita perhatikan, mampu ia tulis dengan diksi yang ringan dan mengena. Novel karyanya yang berjudul "Egosentris" dan "Paradigma" sukses mengundang antusiasme para remaja. 

Kedua novel tersebut berisi tentang lika-liku kehidupan tokoh-tokohnya dalam rangka pencarian jati diri mereka yang terfokus pada keadaan psikologis tiap tokohnya. Suasana bahagia, sedih, amarah, maupun depresi mampu dikemas secara apik. Bagi mereka yang membaca novel tersebut, seolah-olah ikut memasuki dan merasakan yang tokoh cerita tersebut alami.

Berbeda dengan Syahid Muhammad, Stefani Bella lebih terfokus pada kehidupan romantisme remaja. Uniknya berbeda dengan Fiersa yang mengemas karyanya dalam bentuk musikalisasi puisi dan Syahid Muhammad yang menceritakan secara detail kehidupan remaja, Stefani Bella mampu membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya menjadi begitu nyata dan dekat dengan pembacanya. 

Stefani Bella bersama temannya yang bernama Irvana Lestari membuat ilustrasi setiap tokoh yang ada dalam bukunya berjudul "Elegi Renjana". Para pembaca pun bisa mengira-ngira bagaimana penampilan tiap tokoh. Ilustrasi ini membuat para tokoh seakan-akan memang hidup di dunia yang sama dengan kita. 

Masih banyak lagi penulis-penulis milenial yang karya-karyanya begitu menarik dan patut diapresiasi seperti Boy Candra, Genta Kiswara, dan Wira Nagara. Mereka mempunyai gaya penulisan cerita yang berbeda-beda sesuai ciri khas mereka. Satu hal yang sama adalah kisah-kisah yang mereka tuliskan begitu dekat dengan kehidupan remaja masa kini.

Instagram/@hujan_mimpi
Instagram/@hujan_mimpi
Era millenial yang bersamaan dengan revolusi industri 4.0 ini menyebabkan para remaja semakin jauh terhadap buku. Hobi membaca mereka mungkin tidak berubah, tetapi media membaca yang mereka gunakanlah yang berubah. Remaja kini lebih menyukai membaca novel-novel online dan meninggalkan buku aslinya. 

Namun, dengan kreativitas para penulis era milenial dalam mempromosikan buku mereka mampu memancing kembali antusiasme remaja dalam membaca buku. Tidak dapat di pungkiri memang banyak media lain yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan informasi, tetapi buku akan selamanya menjadi jendela dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun