Mohon tunggu...
Syarif Klampakarum
Syarif Klampakarum Mohon Tunggu... -

"Belajar menulis akan menambah kualitas diri kita" Tulisan-tulisan saya hanyalah tulisan biasa, yang tidak perlu dipercaya 100% atau bahkan biperdebatkan. >Hanya ingin menulis apa yang ingin kutulis. Semoga manfaat,.! Mohon maaf jika ada kata2 yang 'ndak enak dibaca karena inilah saya,.!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semua Serba Pseudo, Bahkan pun Negara

20 Februari 2016   23:52 Diperbarui: 7 Juni 2016   14:46 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial, namun dengan bertambahnya pengetahuan dan teknologi manusia berkembang tidak hanya berfikir sosial kemasyarakatan saja namun juga lebih banyak hal lain lagi: politik, ekonomi, kekuasaan, jabatan, kekayaan dan hedonisme, dan segala bentuk kehawanafsuan lainnya, bahkan kememakan-makanan sesama manusia pun juga dilakukan.

Sebagai mahluk sosial seharusnya manusia menomorsatukan kemakmuran, ketentraman, dab keadilan nasional. Bukan malah saling mendholimi satu sama lain.  Apa lagi saling bunuh-membunuh dan memakan bangkai sesama.

Di era saat ini, era serba penuh keterbalikan dan keunafikan, 90% manusia sudah tidak jadi manusia lagi.

Manusia berubah menjadi lebih rendah dari ayam, bahkan anjing.

Serendah-rendahnya ayam tidak ada ayam jantan yang lesbiyan, tidak ada ayam makan ayam. Kehidupan ayam serba kesederhanaan, serba keikhlasan dan kesabaran.

Anjing pun juga. Walau pun anjing pemakan bangkai namun serendah-rendahnya anjing tak ada anjing memakan bangkai sesamanya. Bahkan anjing tahu mana yang harus dimakan, mana yang harus dijaga.

***

Pseudo-Modernisasi, Pseudo-Globalisasi

Peradaban superior pasti ingin berkuasa. Itulah yang terjadi.

Dunia di suguhi segala bentuk kecanggihan teknologi yang maha luarbiasa. Dan setiap negara wajib, dan mau tidak mau harus menggunakannya. Bahkan rakyatnya pun juga.

Modernisasi yang bukan benar-benar  modernisasi. Globalisasi yang bukan benar-benar globalisasi. Suguhan-suguhan yang mereka berikan seakan-akan memilki nilai peradaban yang tinggi namun secara nilai malah menghancurkan segala bentuk kearifan budaya lokal, merusak peradaban asli suatu negara.

Globalisasi yang dirasakan manusia sebenarnya berarti Pemerkosaan Internasional yang sudah tidak bisa kita hindari. Maka mau tidak mau kita harus menerima pemerkosaan itu dan menikmatinya.

Atau kita keluar dari segala bentuk kehancuran-kehancuran dengan tetap mengikuti proses modernisasi. Kita terima pemerkosaan itu namun terus kita lawan agar kita tidak kebrangas terhadapnya. Kita istighfari tiap malam. Kita haturkan do'a wabal kepada Yang Maha Memiliki Wabal agar pemerkosaan Internasional bisa segera dilenyapakan.

Pseudo-Negara, Pseudo-Pemerintah, Pseudo-DPR

Kalau dulu ada perang dunia I, I, dan perang dingin maka saat ini adalah perang hangat yang menghangatkan, namun merusak segala sel-sel tubuh manusia, merusak saraf manusia, merusak otak manusia, merusak seluruh panca indra manusia. Bahkan tidak hanya manusia saja: negara, budaya, dan peradaban lokal pun rusak ndak akaru-karuan.

Manusianya sudah tak tahu malu dan tak punya harga diri lagi. Lari kesana-kemari tanpa pakai baju dan celana dengan penuh kegembiraan. Memperkosa sana memperkosa sini dengan penuh santainya. Seperti tak punya dosa, memakan uang rakyat yang tiap hari dipaksa-paksa bayar pajak, dipaksa mengikuti hukum untuk kepentingan golongan.

Negara sudah tak punya harga diri lagi. Negara diperjual-belikan dengan begitu murahnya. Harga diri Negara dijual kesana-kemari bahkan sampai dengan cara mengemis-ngemis kepada negara lain.

Fungsi negara sudah bergeser sangat jauh. Tak ada penjaminan ketentraman, tak ada keberpihakan pada rakyat. Sama sekali.

Andaikan ada kabar pembangunan "A" agar rakyat bisa tentram, tapi ternyata hanyalah proyek dalam rangka menambah isi kantong masing-masing pejabat negara.

Jika ada Wakil Rakyat yang sok baik hati. Memberikan ini-itu, namun sama sekali bukan memberi tapi malah mencari proyek agar dapat gaji tambahan. Bahkan yang bukan gaji_ digaji-gajikan.

Negara yang bukan negara. Namun sebuah perusahaan besar yang dimiliki oleh para pemilik modal untuk memperbanyak penghasilan dengan cara apa pun. Mereka menjual apa saja milik negara dengan prinsip "yang penting laba" karena negara bukan milik mereka. Pengeluaran nol, penghasilan milyaran bahkan triliyunan.

Pemerintah berkedok pedagang. Tak mau tahu hak-hak rakyat. Tak mau tahu kepentingan rakyat. Tak tahu mana yang halal mana yang haram.

Pemerintah semena-mena terhadap rakyat. Mereka tak tahu dan tak sadar, bahkan tak mau tahu kalau sebenarnya mereka digaji rakyat untuk ngurusi keperluan-keperluan rakyat, melayani rakyat dengan pelayanan prima.

Tapi sekarang rakyat yang disurh melayani mereka, para pejabat negara.

DPR juga sama. Wakil rakyat yang mempolitiki rakyatnya dengan penuh kegembiraan, seperti orang tak punya dosa. Sudah jelas-jelas korupsi tidak mau disebut koruptor. Sudah jelas-jelas makan uang rakyat masih saja sok suci.

Bahkan Wakil rakyat yang tak tahu menahu tentang rakyat pun juga ada, dan banyak.!

[~]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun