Mohon tunggu...
Syarif Klampakarum
Syarif Klampakarum Mohon Tunggu... -

"Belajar menulis akan menambah kualitas diri kita" Tulisan-tulisan saya hanyalah tulisan biasa, yang tidak perlu dipercaya 100% atau bahkan biperdebatkan. >Hanya ingin menulis apa yang ingin kutulis. Semoga manfaat,.! Mohon maaf jika ada kata2 yang 'ndak enak dibaca karena inilah saya,.!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Rumah 7 Pintu

27 Januari 2016   21:53 Diperbarui: 16 Juni 2016   15:06 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Malam itu aku berangkat pukul 21.10 WIB, berangkat ke Padhang Mbulan di Ndalem Kasepuhan Menturo-Sumobito-Jombang. Aku berangkat bersama 3 orang temanku dengan mengendarai 2 motor: satu motor 2 orang. Padhang Mbulan adalah forum rutin yang sudah ada sejak tahun 1990-an. Forum itu berupa pengajian yang 'beda' dari semua pengajian yang ada di seantero dunia.

Tapi malam ini, aku ndak mau bahas keunggulan-keunggulan 'Maiyah' itu. Aku akan menulis apa poin-poin yang penting yang perlu aku abadikan melalui tulisan-tulisanku agar aku tak lupa dengan ilmu ini.

____________________________________________________________________________________________________________

Satu Rumah 7 Pintu

Semua ilmu yang ada, yang diketahui oleh manusia: matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi, geografi, sosiologi, sejarah, kesehatan, tehnik-tehnik, ilmu komunikasi, __ fiqih, tasawuf, tafsir qur'an, nahwu - shorof, dsb; semuanya adalah ilmu 'agama', ilmu Tuhan. Jika diibaratkan: ilmu bagaikan Rumah satu yang memiliki 7 pintu __bahkan sampai tak terhingga__ yang memiliki satu ruang yang besar dan satu kamar sabagai pusatnya.

Pintu-pintu nitu adalah cabang dari bebagai ilmu yang ada. Kemudian ruangan besar yang ada di dalam rumah tersebut adalah persinggungan-keterkaintan-ikatan-interaksi-relasi atara satu ilmu dengan semua ilmu-ilmu yang ada. Sedangkan satu kamar sebagai pusatnya ini adalah inti dari semua ilmu yang semuanya akan berpusat kepada Yang Maha Satu, yang Maha Esa, Yang Maha Sejati, Tuhan.

Jika saya belajar ilmu fiqih saja kemudian sampean  belajar fisika saja, maka posisi kita masih berada di bagaian pintunya, sudah membuka pintu rumah tapi belum masuk ke dalam rumah. Ini akan mengakibatkan kesempitan-kesempitan dalam cara berfikir kita sehingga saya pengguna ilmu fiqih akan menyalahkan sampean sebagai orang fisika, kita akan saling menyalahkan satu sama lain, merasa paling benar sendiri, dan sok suci.

Namun jika kita masuk ke dalam rumah. Mengetahui apa arti dari 'perbedaan', keanekaragaman ilmu, dan mengetahui apa sebenarnya yang dinamakan 'benar yang sejati' maka kita akan lebih arif dan  bijaksana ketika berhadapan dengan orang yang tidak sejurusan dengan kita. Itu akan menimbulkan keharmonisan dalam bersosial, menumbuhkan rasa saling menghargai satu sama lain, membutuhkan satu sama lain, dan tak akan terjadi perpecahan karena semua sudah tahu posisi masing-masing.

Setelah membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah, maka selanjutnya kita harus mencari inti dari rumah tersebut. Sebuah kesejatian, yaitu kamar yang menyuguhkan kenikmatan yang tak terhingga nikmatnya. Kamar yang akan memberikan kita kekaguman yang luar biasa. Kekaguman yang lebih dahsyat dari pada ketika kita pertama kali melihat rumah megah ini. Bahkan lebih dahsyat dari pada ketika kita melihat isi rumah megah ini. Inti dari rumah tersebut adalah kita nemukan Dzat yang Maha Ada, Dzat Yang Maha Luar biasa keindahan-Nya, Tuhan.

Jika kita sudah sampai pada inti, maka kita akan sadar bahwa ternyata matematika pun bisa membawa kita untuk menemukan-Nya, dan semua cabang-cabang ilmu lainnya.

***

Teori Matematika dalam pencarian Tuhan

Pada malam itu, 24 Januari 2016, Mas Sabrang menjelaskan tentang perjalanan pencariannya untuk menemukan Tuhan dengan pendekatan ilmu Matematika. Teorinya adalah "sebutkan angka berapa saja, jika bertemu huruf genap maka begilah dua, jika bertemu angka ganjil maka kalikanlah tiga kemudian tambah satu. Lakukan terus sampai menemukan angka 1, yaitu angka yang melambangkan Yang Maha Esa: Tuhan."

Teori tersebut hanya berupa perumpamaan untuk merumuskan perjalanan seseorang dalam pencariannya pada Tuhan. Contohnya, ada seseorang yang lahir bukan dari keturunan Kiai/Ulama/Habib dsb. kita umpamakan saja dia pada posisi angka 13, saking jauhnya dengan Tuhan.

Maka rumus pencariannya untuk sampai pada angka 1, menemukan Sifat-sifat Tuhan adalah:

13 x 3 = 39 + 1 = 40

 

40 / 2                = 20

20 / 2                = 10

10 / 2                = 5

5 x 3 = 15 + 1   = 16

16 / 2                = 8

8 / 2                  = 4

4 / 2                  = 2

2 / 2                  = 1

Maksudnya adalah dari posisi angak 13 dia akan benar-benar menjauh sampai ap angka 40, kemudian dia akan mendekat sampai angka 5, angka yang sangat dekat dengan angka satu (Melambangkan yang Esa, Tuhan), namun belum sampai pada angka satu itu sendiri. Maka dia akan mengalami keraguan-keraguan kembali hingga dia menjauh lagi sampai pada angka 16, setelah itu barulah dia akan mulai menemukan-menemukan gejala-gejala kebesaran Tuhan yang dia dapatkan dari setiap perjalanan pencariannya. Dia akan benar-benar mendekat sampai benar-benar mencapai angka 1, menemukan kesejatian hidup, menemukan Tuhan yang Maha Ada.

Pilih angka berapa saja pasti bisa sampai pada angka 1. Yang penting adalah terus berjalan dan terus mencari, jangan berhenti!

***

Derajat Duniawi dari kacamata Matematika

Masih dengan teoti dari Mas Sabrang, dia menjelaskan konsep matematika yang menunjukkan kebesaran Allah. Yaitu teori pangkat "0" (nol). Pangkat adalah sesuatu yang disandang seseorang dalam menjalani kehidupan duniawiyah, misalnya dia sebagai Mandor, Juragan, Bupati, Presiden, DPR, Direktur di perusahaan-perusahaan, dsb. Jika didalam matematika hal tersebut di dinamakan "Pangkat", sedangkan manusianya adalah angka berapa saja.

Jika pangkat-pangkat itu dihilangkan dari manusia (pangkat nol) maka dia akn bertemu dengan huruf 1. Berapa pun angkanya jika dia berpangkat nol maka pasti sama dengan satu, dia akan hilang dari angka aslinya, menyatu dengan Yang Satu, Yang Maha Ada, Tuhan.

Contoh: seorang Presiden, anggap saja jika dilambangkan dengan angka adalah 7 pangkat 10. Selama dia bertugas menjadi presiden kemudian dia  selalu menyandang pangkat 10 tersebut maka dia akan menjadi Presiden yang tak mengenal hakikat Presiden itu sendiri, baik secara pilitik, budaya, maupun agama. Namun, ketika dia sadar bahwa pangkat duniawi hanyalah ilusi, sesuatu yang tidak benar-benar ada.Lalu, dia menanggalkan pangkat 10 tersebut, dan dia menggunakan pangkat 0 (nol), maka dia akan merasakan bahwa sifat-sifat Tuhan telah manunggaldalam dirinya, kearifan-Nya, keadilan-Nya, kemahapengasihan-Nya, dsb. Akhirnya, dia akan mengetahui apa itu Demokrasi, apa itu kemakmuran dan kesejahteraan sosial rakyat.

Konsep itu bisa diaplikasikan kepada siapa saja, tak terkecuali sebagai rakyat.

****

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun