Mohon tunggu...
Elsya Crownia
Elsya Crownia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya orang yang suka membaca, menulis, diskusi dan pokoknya having fun guys :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stereotype Perempuan di dalam Iklan

17 Januari 2014   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 2310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : ElsyaCrownia*

“Cantik” adalah kata yang paling diharapkan oleh semua perempuan manapun, baik dalam maupun luar negeri. Semua perempuan akan sangat berharap dirinya menjadi cantik dan dikagumi banyak orang. Tetapi berapa orang yang merasa dirinya cantik?. Menurut survey yang dilakukan dalam tiga Negaramembuktikan bahwa hanya ada tiga persen perempuan menyatakan bahwa diri mereka cantik. Sebenarnya, apa sesungguhnya definisi cantik itu sendiri. Kata “cantik” telah dibentuk oleh media di dalam benak masyarakat secara sadar. Baik melalui iklan maupun tayangan-tayangan sinetron. Melalui ragam media, citra perempuan ditampilkan melalui feminitas dan kelembutannya sedangkan maskulintas ditampilkan seperti sikap agresif, kasar, serta berpakaian layaknya laki-laki. Padahalhal ini hanyalahpenyimpangan belaka. Sebagian besar endoser yang dipakai dalam iklan adalah perempuan-perempuan berhidung mancung, tubuh tinggi lansing, paras yang manis, dan berambut panjang lurus. Stereotype ini dibentuk dan menjadi pemisah untuk perempuan “cantik” dan “tidak cantik.” Begitu pula dengan sinetron-sinetron Indonesia.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Naomi Wolf dalam bukunya Mitos Kecantikan, “… tidaklah mudah dimengerti begitu saja pada saat itu konsepkonsep ideal tidak langsung datang dari surga, bahwa konsepkonsep itu sesungguhnya datang dari suatu tempat dan bahwa mereka mempunyai tujuan tertentu. (Wolf, 2004: p.7). karena definisi “cantik” ini membuat perempuan berlomba-lomba merombak dirinya dengan melakukan olah raga, diet ketat, bahkan mereka rela melakukan apa saja demi memikat pasangannya termasuk meronggoh kocek dalam-dalam ke salon demi mendapatkan pujian “kamu cantik hari ini.” Media menjadi alat yang sempurna untuk menyebarkan hegemoni sang penguasa kepada masyarakat. Althusser menyatakan bahwa media dalam konteks ideologi modern sebagai ideology state apparatus. Dalam hal ini media tidak hanya sebagai efektif persuasi tetapi juga sebagai media propaganda yang melegitimasifungsi dan ideology tertentu. Berarti media juga berperan mentransfer ideology dominan terhadap kelompok sosial dominan.

Iklan merupakan salah satu bentuk tayanganyang sering digunakan oleh media massa dalam mempengaruhi khalayak penonton. Di dalam iklan terselip suatu kepentingan pihak pengusaha yang berusaha memanfaatkanmedia massa sebagai sarana promosi atau sosialisasi terhadap produk tertentu. Dalam usaha mempengaruhi benak khalayak tentang gambaran terhadap suatu produk, strategiperiklanan digunakan sehingga dapat membuat masyarakat terpengaruh atau memiliki ketertarikan terhadapsuatu produk. Menghadapi pasaryang sudah jenuh, produsenlalu menciptakan strategi barubagi barang yang diproduksinyaagar dapat habisdikomsumsidan menghasilkan keuntungan.

Di era industri ini, media visual telah menjadi standar komunikasi kepada publik.Saat ini berkembang media visual baik berupa televisi maupun pamflet. Media visual yang digunakan dalam dunia industriyang digunakan sebagai sarana komunikasi pada publik, untuk memberi pengaruh dan memancing pola komsumsi masyarakat terhadap produk tertentu. Sehingga dalam media visual ini, tidak heran banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan media ini, sebagai sarana promosi dan alat komunikasi kepada khalayak publik untuk memancing konsumennya. Melalui citra-citra atau image-image yang diciptakannya, iklan diharapkan mampu mengubah perilaku seseorang, menciptakan permintaan konsumen dan juga mampu membujuk orang agar berpartisipasi dalam kegiatan komsumsi, yang pada akhirnya mereproduksimasyarakat konsumen (Ratna Noviani, 2002 :14). Salah satu simbol yang sering digunaka oleh media massa adalah sosok kaum perempuan untuk mengikat daya tarik kepada publik. Gambaran perempuan dimedia massa sering dijadikan sebagai bahan eksploitasi semata tanpa mengindahkanetika atau keberadaan perempuan ditengah masyarakat. Sehingga menjadikan perempuan dalam media massa hanya sebagai stereotype yang identik dengan tubuh dan seksualitas semata. Selain itu, banyak produk iklan yang menggunakan gambaran tentang kaum perempuan hanya untuk kebutuhan daya tarik tanpa melihat sejauh mana dampaknya terhadap persepsi masyarakat. Bahkan produksi media massa yang semakin membengkak sekalipun dilakukan dengan teknik rekayasa tertentu, yaitu mengekspos tubuh perempuan sebagai objek seks secara terbuka seperti dalam film, fotografi, maupun iklan-iklan.

Gambaran perempuan sangat tidak merefleksikan populasinya sebagai bagian setengah dari populasi manusia. Penghapusansimbolis atau historis bisa diamati dalam subordinasidan stereotipika. Dengan menyebarkan stereotipe tertentu, sebuah ‘kacamata’diberikan kepada khalayak sebagai satu-satunya alat untuk melihat sesuatu. Meski dikotomi tidak lagi setajam dulu, potret gender tetap menjadi streotipe. Akibatnya perempuan tersegresi dalam citra ‘khas’, dalam hal ini perempuan sering di imagekan sebagai sesuatu yang berbau seksualitas. Stereotipe dan segresi perempuan tetap faktual dan aktual. Identik bahwa “perempuan haruslah muda dan cantik dalam penampilan”. Hal ini menunjukkanbahwa isi media dengan stereotype “menyerang” kelompok yang dianggap minoritas (McQuail, 1996 : 38).

Iklanyang banyak menampilkan perempuan didalamnya adalah iklan Neo Hermaviton. Neo Hermaviton merupakan produk suplemen kesehatanini diasumsikan sebagai obat penambah tenaga dalam untuk melakukan hubungan seksual. Ini tentu saja mengundang konstruksi gender terhadap kaum perempuan. Kemudian penokohan perempuan dalam iklan Marina Hand and Body Lotion. Pada iklan ini digambarkan sepasang remaja yang bisa dikatakan sedang menjalin hubungan sedang berjalan-jalan di pasar seni, di mana dia digambarkan si perempuan yang tidak percaya diri karena kulitnya gelap atau tidak putihsehingga si pria tidak peduli dengan si wanita malah meninggalkannya. Dari sinilah si wanita akhirnya menyadari kalau dirinya ditinggalkan oleh pria yang tengah memotretketimbang memperhatikan dirinya. Gambaran streotipe lainnya adalah iklan sabun kecantikan Lux. Pada iklan ini, wanita digambarkan dengan tubuh yang cantik dengan kulit yang mengundang daya tarik pria. Citra ras iklan sabun terutama dihasilkan dan dikomsumsi melalui tindak memandang. Tindak memandang seperti itu,perpekstif perlu dipertanyakan, yang artinyamenjadikan yang tampak bukan lagi sekedar fisikalitas melainkan masalah sosial, kultural, dan rasial (Aquarini, 2003 : 43-44).

Perempuan sebagai objek

Dalam iklan perempuan banyak dijadikan objek sekalipun di Negara maju seperti Amerika. Hasil riset menunjukkan persoalan kurang lebih sama, yaituyang ditampilkan perempuan minor. Sesuai dengan stereotype terhadap perempuan selama ini yaitu perempuan sebagaipenarik laki-lakidan perempuan sebagai pedamping suami, pengatur rumah tangga atau penghuni dapur.

Dari iklan tersebutakan melekat dalam diri perempuan setidaknya digambarkan sebagai berikut (1) perempuan harus cantik. Perempuan memang ditakdirkan untuk cantik, dengan kecantikannya dia dapat memikat kaum pria. Hal inilah yang menarik dalam iklan. Dalam iklan seolah-olah keindahan tubuh wanita adalah segala-galanya dan merupakan keharusan bahwa perempuan harus memiliki tubuh yang ideal. Sedangkan wanita yang terlahir dengan wajahyang bisa dikatakan tidak cantik, dan memiliki tubuh gemuk dianggap sebagai perempuan yang tidak ideal.

Bahkan tidak pantas untuk dijadikan sebagai pendamping si pria. (2) perempuan dijadikan sebagai ekploitasi seks. Dalam kenyataannya kehidupan seks perempuan sesungguhnya ‘terjajah.’ Perempuan lebih tampil sebagai objek seks, pemuas seks, dan korban dari pelecehan seksual, seperti perkosaan, dan hubungan pra-nikah. Hal ini mendorong intensitas masalah-masalah seksual yang berdampak pada seks taka man (unprotected sex), penyebaran penyakit kelamin, dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah tersebut menimbulkan masalah-masalah lain seperti aborsi dan praktek hubungan pra nikah. (3) perempuan harus bersih. Disamping tubuh, perempuan diwajibkan untuk tampil bersih hal ini diwakili oleh iklan Lux yang merupakan konotasi visual yang diturunkan dari penataan elemen-elemen visual dalam iklan antara lain : tubuh idealberwajah cantik, memiliki kulit bersih, sehat karena mampu bergerak kesana kemari tanpa rasa takutterkena penyakit. Terlihat dengan pemetikan terhadap berlian ditubuhnya yang bersih lalu menghasilkan buah yang besar (berlian). Perempuan akan berkesan mewah dan tampil elegan ketika menggunakan sabun Lux. Dengan demikian nantinya apabila seorang perempuan menginginkan kemewahan dan ekslusifitas maka akan terbayang olehnya sabun Lux. Pada hakikatnya “kecantikan “ itu relatif pada pandangan kaum adam. Bahkan keberadaan perempuan di iklan Axe yang cendrung menonjolkan sisi sensualitas perempuan sebagai media komersial mewakili bahwa para perempuan akan terpikat dengan pria yang memakai parfum Axe dari Perancis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun