Mohon tunggu...
Elsa Tania
Elsa Tania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi/UIN Jakarta/Karawang

Berkarya adalah menjadi diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Seksual di Pesantren dan Relasi Kuasa

16 April 2023   16:15 Diperbarui: 16 April 2023   16:22 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan seksual bisa terjadi dimanapun, kapanpun dan menimpa siapapun, termasuk di pondok pesantren. Beberapa kasus kekerasan seksual yang sempat membuat geger masyarakat terjadi di pondok pesantren.

Dilansir dari situs resmi BBC News Indonesia yang tayang pada 11 Januari 2023, terdapat 4 kasus kekerasan seksual yang terungkap di pondok pesantren pada awal 2023.

Selain itu, 19 persen kasus kekerasan seksual dan diskriminasi terjadi di pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya dalam jangka waktu 2015-2020. Pesantren juga menempati urutan kedua setelah perguruan tinggi dalam kategori tempat terbanyak kasus kekerasan seksual.

Mirisnya, mayoritas kasus kekerasan seksual di pondok pesantren yang pelakunya adalah pimpinan pondok pesantren itu sendiri. Fakta tersebut tentu dapat menyulitkan kasus ini terungkap karena tidak banyak orang yang berani untuk mengadu.

Kekuasaan dan kehormatannya dijadikan kesempatan untuk mendapat kepuasan hasrat dan melindungi dirinya dari jeratan hukum. Adanya relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan, antara penguasa pondok pesantren dan santri menjadi dua faktor yang kuat dari adanya kekerasan seksual ini.

Relasi kuasa ini setidaknya mencakup relasi kuasa pengetahuan, jabatan dan status. Relasi kuasa tersebut dijadikan oleh pelaku sebagai alat manipulatif untuk melakukan aksi bejatnya.

Karena ini, korban akan powerlessness atau tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan membantah.

Relasi kuasa ini pula yang biasanya menimbulkan keraguan dari orang lain jika pelaku kekerasan seksual adalah pimpinan atau guru pondok pesantren.

Santri yang melihat pimpinan pesantren atau gurunya tersebut sebagai orang yang mulia, memiliki banyak ilmu dan wajib untuk ditaati akan ragu dan tidak percaya ketika mendengar kasus seperti ini.

Orang-orang yang menaati pimpinan atau guru pesantren akan menganggap hal yang dilakukan gurunya tersebut adalah suatu kekhilafan dan aib sehingga wajib untuk ditutupi. Sementara, dalam beberapa kasus, korban yang dilecehkan akan diinterograsi, diminta tutup mulut dan diminta memperbanyak ibadah agar mentalnya tidak terganggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun