Bulan Ramadhan menjadi momentum tersendiri bagi umat muslim, di mana umat yang beragama muslim mengerjakan ibadah satu tahun sekali, yaitu puasa ramadhan. Karena fenomena ramadhan ini terjadi hanya satu bulan dalam satu tahun, tidak heran jika umat muslim merayakannya dengan meriah.
Banyak fenomena unik terjadi di masyarakat, khususnya di Indonesia, pada Bulan Ramadhan, salah satunya ada ngabuburit. Ngabuburit menjadi fenomena yang populer, khususnya di kalangan anak muda yang gemar bermain.
 Kegiatan saat ngabuburit pun bermacam-macam, seperti jalan-jalan, mendatangi pasar, taman, tempat kuliner, atau yang lebih modern seperti mengadakan pertunjukan musik, dan masih banyak yang lainnya.Â
Fenomena ngabuburit semakin diminati masyarakat terlebih karena adanya masyarakat konsumtif atau modern sekarang.
Perilaku masyarakat konsumtif ternyata terlihat dalam fenomena ini, di mana banyak masyarakat yang gencar memburu makanan saat ngabuburit, bahkan banyak masyarakat yang membeli lebih dari 5 jenis makanan berbeda dalam satu waktu.Â
Tidak hanya makanan, momentum ngabuburit ini juga sering dijadikan bahan konsumsi masyarakat modern dengan mengambil foto dan menyebarkannya di media sosial.
Isu Sosial dalam Fenomena Ngabuburit
Ngabuburit yang telah membudaya di Indonesia kerap menimbulkan masalah sosial, khususnya pada masyarakat konsumtif ini. Di antaranya adalah:
Kesenjangan Sosial
Ngabuburit sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia dan mengalami perubahan seiring berkembangnya zaman. Kini, ngabuburit bukan hanya sekedar bersantai menunggu adzan maghrib, atau mengaji menunggu buka puasa seperti kegiatan pada awal istilah ini digunakan, sekarang ngabuburit juga dijadikan ajang untuk menunjukkan kelas sosial, memperlihatkan kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
Orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas seringkali ngabuburit di tempat yang elit, seperti di cafe, konser, tempat ngehits atau tempat prestis yang nantinya akan diposting melalui media sosial masing-masing. Hal tersebut dilakukan atas dasar eksistensi karena keberadaannya ingin diakui banyak orang, banyak orang yang ngabuburit tetapi berujung pada menunjukkan gaya hidup konsumtif.Â
Berbeda dengan kelas atas, masyarakat dengan tingkat ekonomi bawah melakukan kegiatan ngabuburit dengan versi yang low budget seperti menonton YouTube, membaca buku, atau sekedar jalan-jalan mencari takjil di pinggir jalan.