Mohon tunggu...
Elsa Sipayung
Elsa Sipayung Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiwi

NIM : 190904117

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lawan Budaya Patriarki di Media Sosial

30 Oktober 2022   21:59 Diperbarui: 30 Oktober 2022   22:29 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam pembicaraan patriarki di media sosial ini, sejujurnya cukup menunjukkan bagaimana lingkungan yang ditinggali, dan bagaimana keluarga yang membesarkan seseorang.

Besar kemungkinan para content creator tinggal -- dulunya -- dalam lingkungan yang menganut budaya patriarki, dan saat ini sudah tinggal di lingkungan yang cukup sehat dan jauh dari budaya patriarki sehingga pemikiran mereka mengenai patriarki terbuka dengan baik. Namun, untuk para pengguna media sosial yang masih menganut budaya patriarki juga menunjukkan bahwa saat ini mereka tinggal dan tumbuh di lingkungan yang menganut budaya patriarki dengan cukup keras.

Lingkungan tempat tinggal seseorang memang mempengaruhi pola pikir seseorang. Meskipun begitu, beberapa pengguna media sosial dan bahkan content creator yang menyuarakan perlawanan pada patriarki juga sampai saat ini masih tinggal di lingkungan yang menganut patriarki. Alasan terbesar mengapa mereka dapat berpikir bahwa budaya patriarki tidak seharusnya dianut adalah, karena mereka tidak menyukai perlakuan tidak adil yang mereka dapatkan dan mulai menyuarakan kesetaraan gender. Hingga akhirnya mengenal apa itu budaya patriarki.

Hal ini menunjukkan bahwa, lingkungan memang berpengaruh namun apa yang ada di pikiran seseorang lah yang menjadikan suatu reaksi menjadi nyata. Misalnya pada para penganut patriarki. Mereka mungkin tidak nyaman dengan perlakuan tidak adil, namun mereka berpikir bahwa perlakuan tersebut adalah hal yang wajar. Maka pola pikir seperti inilah yang membuat mereka berpikir bahwa budaya patriarki bukanlah hal yang buruk. Berbeda dengan para pejuang kesetaraan gender. Mereka mendapat perlakuan tidak adil dan membuat mereka tidak nyaman, dan mereka berpikir bahwa perlakuan tidak menyenangkan tersebut tidak seharusnya terjadi. Pola pikir seperti inilah yang membuat mereka berpikir bahwa budaya patriarki bukanlah hal yang baik untuk dianut.

Untuk saat ini, pejuang pergerakan kesetaraan gender dan emansipasi wanita mendapat banyak perhatian dan cukup membuka pemikiran para pengguna media sosial, khususnya Tiktok, untuk mengenal apa itu budaya patriarki, dan bagaimana pengaruhnya baik terhadap laki-laki dan terhadap perempuan.

Meski begitu, pada dasarnya semua orang memiliki pola pikir yang berbeda, dan kita tidak memiliki hak untuk menghakimi orang lain. Hal yang dapat kita lakukan hanyalah membantu mereka memahami apa yang mereka utarakan, dan menerima fakta bahwa orang lain tidak harus setuju terhadap pemikiran kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun