Mohon tunggu...
Elsa Arta Prayogo
Elsa Arta Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030003 UIN Sunan Kalijaga

Berkelana dan menulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menelusuri Makna Lebaran Ketupat Bagi Masyarakat Kejawen Desa Manggung, Ngemplak, Boyolali

17 April 2024   20:07 Diperbarui: 17 April 2024   20:12 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasiana.com - Foto selfie dengan Mbah Tugiyem, Selasa (16/4/2024). (Dokumentasi pribadi/Elsa Arta Prayogo)
Kompasiana.com - Foto selfie dengan Mbah Tugiyem, Selasa (16/4/2024). (Dokumentasi pribadi/Elsa Arta Prayogo)

Bagi warga seperti Mbah Kimpling, perayaan ketupat tidak boleh dilewatkan. Karena pada awalnya, perayaan ketupat ini diperuntukkan bagi orang tua yang memiliki anak atau bayi yang telah meninggal dunia. Mereka para orang tua yang telah kehilangan anak, diharapkan bisa mengikuti perayaan ini. 

Bagi masyarakat seperti Mbah Kimpling ini, mereka meyakini bahwa arwah anak yang telah meninggal akan pulang kerumah. Maka keluarga yang ditinggalkan diharuskan menyediakan hidangan ketupat ini dengan menggantungkannya di tengah-tengah pintu masuk rumah. 

Mbah Kimpling, beliau menerangkan, "Sing duwe anak cilik ditukokke, dipanceni gawa kupat kuwi. Wong tuo sing duwe anak mati, yo kudu dipanceni gawa kupat kui mau. Amerga nek ra dipanceni, anak sing wis mati kui ning kono mesakke. Kancane dho mangan kupat, anak sing ora dipanceni kui mau gur arep jaluk janur e ora entuk. Kancane dho kalungan kupat, anak kui mau ora kalungan dewe. Nangis mripeni wong tua ne. (Yang punya anak kecil dibelikan, dipanceni pakai kupat. Orang tua yang kehilangan anak (anaknya sudah meninggal) juga harus dipanceni pakai kupat itu. Sebab kalau tidak, anak yang telah tiada itu di alam sana kasihan. Teman-temannya pada makan kupat, anak itu cuma mau minta janur aja tidak boleh. Teman-temannya berkalung kupat, anak itu tidak. Dia nangis menghantui orang tuanya.)" 

Sementara "dipanceni" menurut keterangan Mbah Kimpling tadi adalah disediakan makanan, minuman untuk arwah keluarga atau anak yang telah meninggal tersebut. Makanan yang dimaksud disini adalah kupat. 

Dalam wawancara pada Selasa (16/4/2024) tersebut Mbah Kimpling juga bercerita, bahwa dulu ada salah seorang warga yang anaknya meninggal di usia remaja. Pada saat Lebaran Ketupat, warga tersebut lupa untuk memasak ketupat dan memberikan pancen. Maka pada hari itu juga, diceritakan bahwa arwah sang anak mendatangi dalam mimpi, menagih kupat yang lupa dimasak tersebut. 

Hingga saat ini, masyarakat kejawen seperti Mbah Kimpling masih merayakan Lebaran Ketupat dan memberikan pancen atau hidangan ketupat beserta makanan lain. Selain karena sebagai tradisi turun temurun, Kupatan juga merupakan perayaan untuk menyambung tali kasih dan silaturahmi antar keluarga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun