Mohon tunggu...
Elsa Arta Prayogo
Elsa Arta Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030003 UIN Sunan Kalijaga

Berkelana dan menulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menelusuri Makna Lebaran Ketupat Bagi Masyarakat Kejawen Desa Manggung, Ngemplak, Boyolali

17 April 2024   20:07 Diperbarui: 17 April 2024   20:12 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasiana.com - Ketupat disajikan dengan sambal goreng dan bubuk kedelai. (Dokumentasi pribadi/Elsa Arta Prayogo)

Masyarakat Kejawen

Lebaran Ketupat punya berbagai makna filosofis. Bagi masyarakat kejawen, lebaran ketupat punya makna berbeda. Ketupat tidak hanya tradisi, tetapi juga punya makna spiritualitas dan budaya yang mendalam.

Masyarakat kejawen adalah mereka yang masih menganut kepercayaan kejawen, yakni ilmu yang ajaran utamanya tentang membangun tata krama atau aturan dalam berkehidupan yang baik. Melansir dari laman Portal Informasi Indonesia, Budaya Kejawen muncul sebagai bentuk proses perpaduan dari beberapa paham atau aliran agama pendatang dan kepercayaan asli masyarakat Jawa. Sebelum Budha, Kristen, Hindu, dan Islam masuk ke Pulau Jawa, kepercayaan asli yang dianut masyarakat Jawa adalah animisme dan dinamisme, atau perdukunan. 

Meski kepercayaan kejawen saat ini sudah mulai ditinggalkan, tetapi nyatanya masih ada kelompok masyarakat yang menganut kepercayaan ini. Mereka masih merayakan tradisi-tradisi yang dibawa oleh kepercayaan kejawen ini. Yang mana tradisi tersebut sangat berkaitan dengan ciri khas warga pribumi. 

Makna Lebaran Ketupat bagi Masyarakat Kejawen Desa Manggung, Ngemplak, Boyolali

Warga Desa Manggung, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah turut merayakan Lebaran Ketupat ini. Warga di Desa Manggung menyebutnya sebagai Kupatan. Masyarakat yang merayakan kupatan ini didominasi oleh warga yang sudah memasuki usia senja, yakni kisaran 50 tahun ke atas. Dan sebagian dari mereka masih menganut kejawen. 

Bagi mereka, perayaan Lebaran Ketupat tidak hanya sekedar kebiasaan, melainkan Kupatan memiliki filosofi tersendiri. Salah satu warga yang turut merayakan Kupatan adalah Mbah Tugiyem, yakni warga RT 01/RW 08 Dukuh Manggung, Manggung, Ngemplak, Boyolali. Mbah Tugiyem, atau yang akrab disapa Mbah Kimpling ini mengaku bahwa setiap tahun ikut merayakan Kupatan. 

"Biasane kula masak kupat telung puluh lima. (Biasanya saya masak kupat tiga puluh lima buah)." tutur Mbah Kimpling saat diwawancara pada Selasa siang  (16/4/2024). 

Mbah Kimpling memasak sejumlah tersebut untuk kemudian dibagikan kepada anak-anaknya. Beliau memasak ketupat dengan hidangan lain, yakni sambal goreng dan bubuk kedelai. 

"Kabeh anak'e rata. Kabeh di cawisi. Kupat e kui tak masak karo jangan sambel goreng, karo bubuk dele. Dele ne di goreng sik, terus di deplok lembut kae. (Semua anak rata. Semua diberi. Kupatnya saya hidangkan dengan sambal goreng, juga bubuk kedelai. Kedelainya saya goreng lalu saya tumbuk sampai halus.)" terang Mbah Kimpling. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun